Pendekatan Pembelajaran Moderasi Beragama Perlu Disesuaikan dengan Kebutuhan Gen Z
Sabtu, 23 November 2024 | 17:00 WIB
LP Ma'arif PBNU menggelar workshop Peningkatan Moderasi Beragama pada Rabu-Kamis (20-21/11/2024) di Hall Sunan Drajat, Pusat Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur. (Foto: dok. LP Ma'arif NU)
Lamongan, NU Online
Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma'arif PBNU, Harianto Oghie, mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran nilai-nilai moderasi beragama saat ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan Generasi Z yang akrab dengan teknologi.
“Transformasi pembelajaran melalui Artificial Intelligence (AI) dan game edukasi yang menarik dapat menjadi cara baru mengenalkan sembilan nilai moderasi beragama, sekaligus mengurangi dampak negatif dari game dan judi online,” kata Oghie dalam Workshop Peningkatan Moderasi Beragama pada Rabu-Kamis (20-21/11/2024) di Hall Sunan Drajat, Pusat Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur.
Menurutnya, nilai-nilai moderasi beragama telah lama menjadi bagian dari budaya di lingkungan pendidikan Ma'arif NU. Nilai-nilai seperti toleransi, penghormatan terhadap budaya, antikekerasan, dan kebangsaan telah diajarkan sejak dini kepada peserta didik.
“Bahkan sekolah/madrasah Ma'arif NU melayani peserta didik non-Muslim dengan baik sesuai keyakinannya, sebagai bentuk nyata merawat keberagaman dalam keberagamaan,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengurus LP Ma'arif PBNU yang juga seorang guru, Soleh Abwa, dalam sesi materi menekankan pentingnya integrasi empat indikator moderasi beragama sesuai KMA Nomor 450 Tahun 2024 ke dalam modul dan RPP PAI. “Indikator tersebut mencakup komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal,” jelas Soleh Abwa.
Nilai-nilai seperti keseimbangan (tawazun), keteladanan (qudwah), toleransi (tasamuh), dan inovasi (tatawwur wal ibtikar) juga diharapkan terinsersi dalam pembelajaran sesuai dengan fase pendidikan.
Sekretaris LP Ma'arif NU Jawa Timur, Sunan Fanani menyatakan bahwa moderasi beragama harus menjadi budaya di lingkungan sekolah Ma'arif NU.
“Dengan mengedepankan pembelajaran inklusif dan bebas diskriminasi, lingkungan pendidikan yang toleran, antikekerasan, dan bebas perundungan akan terbentuk,” tuturnya.
Workshop ini bertujuan memperkuat peran guru dalam menanamkan pemahaman moderasi beragama sebagai bagian dari misi membangun peradaban bangsa yang beragam dalam bingkai NKRI.
Kegiatan ini diikuti oleh guru Pendidikan Agama Islam (PAI) jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK dari berbagai kabupaten di Jawa Timur seperti Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Gresik, Surabaya, dan Mojokerto.