Peneliti Alvara Ungkap 3 Penentu Masa Depan Indonesia
Selasa, 27 September 2022 | 11:00 WIB
Ilustrasi: Kecakapan memanfaatkan teknologi digital harus disertai dengan kecerdasan memilah informasi dan tanggung jawab.
Jakarta, NU Online
Peneliti sekaligus pendiri Alvara Research Center, Hasanudin Ali mengungkapkan masa depan Indonesia ditentukan oleh tiga hal, yaitu anak muda, penduduk kota, dan digitalisasi.
Hasanudin mengatakan anak muda yang ia maksud adalah Gen Z dan milenial. Keduanya memiliki harapan, preferensi, dan perspektif yang berbeda untuk mengubah Indonesia.
"Anak muda, dengan jumlah Gen Z dan milenial sebesar 53 persen, mereka akan menjadi pelaku utama sejarah dan penentu apakah Indonesia akan bersinar atau meredup," kata dia Selasa (27/9/2022).
Akan tetapi, penulis buku Milenial Nusantara itu tetap menekankan, pendidikan menjadi kunci kesuksesan mereka. "Pendidikan menjadi kunci," tegas dia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, generasi Z berjumlah 75,5 juta atau 27.94 persen dari total jumlah 272 Juta penduduk Indonesia. Belum lagi, milenial yang berusia paling muda 26 tahun hingga 38 tahun ditahun 2021, berjumlah 70 juta (25.87 persen).
Terakhir dari kelompok usia produktif adalah post gen Z berjumlah 29.4 juta yang saat ini mulai masuk ke bangku SMP dan SMA ditahun 2021. Total generasi produktif Indonesia sejumlah kurang lebih 175 juta jiwa. Angka yang sangat besar dan menjanjikan untuk membuat Indonesia naik kelas di masa depan.
Penentu kedua, lanjut Hasanudin, peningkatan jumlah penduduk perkotaan akibat menariknya kualitas layanan di perkotaan. Selain itu wilayah urban ini juga merupakan pusat segala aktivitas.
"Mereka secara gaya hidup dan values-nya berbeda dengan yang tinggal di perdesaan. Lapangan kerja dan peluang usaha menjadi kunci," terang Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Baca Juga
Dunia Digital di Balik Fenomena Sosial
Tren semakin besarnya jumlah orang yang tinggal di perkotaan juga disinggung oleh Bank Dunia yang memperkirakan 75 persen atau 220 juta jiwa penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan pada 2045. Jumlah ini meningkat dari yang saat ini hanya 56 persen atau 151 juta populasi.
"Orang kota, tren semakin besarnya orang tinggal di kota tidak bisa dibendung, sudah lebih dari 60 persen orang Indonesia yang tinggal di perkotaan, dan akan terus meningkat mencapai lebih dari 75 persen di tahun 2045," beber Hasanudin.
Poin selanjutnya, ungkap dia, adalah digitalisasi. Di Indonesia digitalisasi sangat berkembang cepat. Pada Januari 2022 ada 204,7 juta pengguna internet di Indonesia. Tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 73,7 persen dari total populasi pada awal 2022.
"Penetrasi pengguna internet di Indonesia sudah mencapai lebih dari 75 persen bahkan di kalangan anak muda bisa mencapai 95 persen," terangnya.
Digitalisasi, menurutnya, bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, digitalisasi mampu mempermudah beragam aktivitas manusia. Di sisi lainnya, teknologi digital juga mampu membawa dampak negatif jika tak diiringi dengan literasi yang baik.
"Kehidupan kita semakin tergantung dengan internet, dampak baik dan buruknya seperti dua sisi mata uang. Siapa yang bisa memanfaatkannya bisa menjadi senjata yang ampuh, tapi siapa yang terjebak dalam kecanduanya akan susah mengobatinya," tutur dia.
Untuk mengantisipasinya, jelas dia, setiap individu harus memiliki literasi digital. Kecakapan memanfaatkan teknologi digital harus disertai dengan kecerdasan memilah informasi dan tanggung jawab.
"Kecakapan dan skill digital menjadi kunci," jelas Hasanudin.
Lebih lanjut, ia mengatakan, jika ketiga hal di atas dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menjadi kunci perubahan besar bagi masa depan Indonesia.
"Inilah pembentuk peradaban Indonesia masa depan, siapa yang bisa mengorkestrasi tiga hal ini akan tercatat dalam tinta emas sejarah Indonesia," tandas Hasanudin.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan