Pengamat Nilai Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Konflik Internal dan Tak Fokus pada Kesejahteraan Rakyat
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB
Calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan pengisi Kabinet Prabowo-Gibran berfoto bersama usai menerima pembekalan dari Prabowo Subianto di Hambalang, Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/10/2024). (Foto: instagram Yusril Ihza Mahendra)
Jakarta, NU Online
Menjelang pengucapan sumpah jabatan pada 20 Oktober 2024, Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan pembekalan terhadap 49 menteri, 59 wakil menteri dan kepala badan di kabinetnya mendatang. Pembekalan ini mencakup geopolitik, perekonomian, hingga perspektif antikorupsi yang menjadi prioritas dalam pemerintahan.
Langkah ini dipandang sebagai persiapan strategis oleh Prabowo untuk menghadapi tantangan dalam masa pemerintahannya, meskipun muncul berbagai analisis terkait komposisi yang dinilai gemuk dan mengakomodasi banyak kepentingan politik.
Pengamat Politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi menilai kabinet gemuk yang akan dibentuk Prabowo Subianto berpotensi banyak mengalami problem. Di antaranya memicu konflik internal sehingga menjadi tidak fokus untuk menjalankan visi Prabowo soal kesejahteraan rakyat.
Airlangga menyebutkan, setidaknya ada tiga permasalahan yang akan dihadapi Prabowo dengan komposisi kabinet yang gemuk. Pertama, problem institusional.
“Awalnya, ada rumor ini akan menjadi kabinet yang berbasis keahlian, tapi yang terjadi adalah over representasi. Jadi dalam benak pikiran Prabowo sepertinya ingin merangkul semua kalangan untuk memastikan bahwa tidak ada yang berada di posisi menolak atau kritis,” kata Airlangga dalam diskusi bertajuk Setelah Pelantikan ke Mana Arah Kabinet? pada Jumat (18/10/2024).
Airlangga menyebut bahwa dengan komposisi yang gemuk, konsekuensi yang akan muncul adalah masalah dalam efisiensi anggaran dan potensi meningkatnya persaingan antaranggota kabinet. Dampaknya, kabinet bisa menjadi kurang efektif dalam menangani krisis dan justru berfokus pada perebutan sumber daya negara.
Kedua, dalam konteks histori ekonomi politik. Airlangga mengungkapkan Indonesia memiliki sejarah politik ketika orientasinya adalah perburuan rente atau eksploitasi sumber daya negara.
Dengan banyaknya kepentingan politik yang terwakili dalam kabinet Prabowo, ada kekhawatiran bahwa kabinet ini tidak akan fokus pada visi yang Prabowo inginkan, seperti ekonomi terbuka dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Sebaliknya, Airlangga menilai kabinet Prabowo bisa terjebak dalam konflik internal dan sulit mencapai tujuan bersama karena masing-masing faksi politik memiliki agenda yang berbeda.
“Kalau Prabowo melihat bahwa yang terjadi semuanya akan rukun, akan berjalan dengan baik saya melihat, dalam proses pertarungan politik yang berbasis pada perebutan sumber daya negara, yang terjadi adalah perebutan ke dalam kepemimpinan di dalam istana,” ujarnya.
Kondisi tersebut justru akan melahirkan kabinet yang tidak efektif dan efisien bekerja untuk rakyat. Airlangga menilai, kabinet di bawah pemerintahan Prabowo akan lumpuh karena masing-masing tidak berjalan sesuai peran dan tugasnya tapi saling berebut dan bersaing.
“Dalam konteks yang riil (nyata) misalnya, jika membutuhkan kerjasama inter-departemen atau kementerian tapi kepentingan politik dari masing-masing kelompok berbeda yang terjadi tidak sesuai tujuan yang hendak diperjuangkan,” imbuhnya.
Ketiga, problem struktural. Tantangan struktural mencakup faktor eksternal di luar kendali Prabowo, seperti konstelasi politik dan sosial di Indonesia.
Prabowo harus melanjutkan beberapa program strategis pemerintahan Joko Widodo, di antaranya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan kebijakan UU Cipta Kerja, meskipun hal itu mungkin tidak sejalan dengan visi sosialis-demokratik yang diinginkan Prabowo.
Situasi ini, kata Airlangga, dapat menciptakan kontradiksi antara aspirasi Prabowo dan realitas politik serta ekonomi yang ada, terutama dalam hal kesinambungan program-program yang sudah berjalan.
“Bahwa dia harus meneruskan program-program terkait dengan IKN, proses politisasi hukum bekerja, dan membayangkan satu orientasi pembangunan yang memiliki visi sosialisme dengan warisan yang masih dilakukan dengan cara UU Ciptaker. Ini gimana? mau orientasi ke rakyat tetapi kemudian kerjanya pak Jokowi. Itu hanya program-program turunan yang kemudian akan berlanjut,” tandasnya.
Sebelumnya, Prabowo Subianto memanggil sejumlah tokoh untuk mengisi jabatan menteri, wakil menteri, dan kepala badan. Lebih dari 100 tokoh dipanggil Prabowo selama dua hari, yakni Senin (14/10/2024) dan Selasa (15/10/2024) di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.
Selang sehari, Prabowo Subianto mengumpulkan calon anggota kabinetnya di rumah pribadi di Hambalang, Bogor, untuk mendapat pembekalan.
Para calon menteri, wakil menteri, kepala badan dan staf khusus Prabowo Subianto menerima pembekalan, antara lain mengenai geopolitik dan ekonomi dari pakar dan praktisi yang di antaranya berasal dari luar negeri.