Pergantian Kapolri Bukan Solusi Jika Masalah Ini Masih Ada di Kepolisian
Selasa, 28 Oktober 2025 | 23:30 WIB
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. (Foto: tangkapan layar diskusi daring)
Jakarta, NU Online
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai wacana pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo tidak akan menjadi solusi berarti jika berbagai persoalan mendasar di tubuh Polri belum dibenahi.
Menurutnya, perubahan kepemimpinan hanya bersifat simbolik bila tidak diikuti dengan langkah serius memperbaiki sistem pertanggungjawaban dan penegakan hukum di internal kepolisian.
“Pergantian Kapolri tidak otomatis menyelesaikan masalah kalau akar persoalannya tetap dibiarkan,” ujar Usman dalam sebuah diskusi yang digelar secara daring Selasa (28/10/2025).
Evaluasi Menyeluruh Diperlukan
Usman menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Polri, terutama terkait praktik kekerasan aparat, kriminalisasi warga sipil, serta lemahnya mekanisme pengawasan internal.
Ia menyebut sejumlah peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang melibatkan aparat kepolisian menunjukkan belum adanya pembenahan serius.
“Kasus penyiksaan dalam tahanan, pembubaran aksi damai, atau lambatnya penanganan perkara kekerasan oleh aparat sendiri menunjukkan ada masalah sistemik yang belum tersentuh,” tegasnya.
Usman menilai, siapapun yang akan ditunjuk menggantikan Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mampu membuktikan keberpihakannya pada prinsip akuntabilitas dan transparansi institusi.
“Kapolri baru harus punya keberanian untuk menindak anggota sendiri, bukan sekadar menjalankan kebijakan yang populer,” ujarnya.
Ia menambahkan, kepemimpinan baru di Polri seharusnya juga membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil untuk membangun kembali kepercayaan publik.
“Reformasi Polri tidak bisa berjalan tanpa keterlibatan masyarakat. Kepercayaan publik tidak dibangun dengan citra, tapi dengan perubahan nyata,” tutur Usman.
Usman menegaskan, pergantian Kapolri bisa menjadi momentum positif, asalkan dimanfaatkan untuk menegakkan kembali semangat reformasi di kepolisian yang belakangan dinilai stagnan.
“Kalau pergantian hanya menjadi bagian dari rotasi kekuasaan, maka kita kehilangan kesempatan memperbaiki lembaga penting ini,” pungkasnya.
Sementara itu di forum yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti yang menilai reformasi kepolisian justru tidak akan berjalan selama Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih menjabat sebagai Kapolri.
“Kalau Anda mau reformasi Polri, ganti dulu Kapolrinya yang sekarang. Tapi kalau polisinya tetap Sigit, ya nggak akan ke mana-mana itu. Sudah hampir lima tahun, tapi reformasi apa yang terjadi?” ujar Ray.
Ia menilai situasi kepolisian di bawah kepemimpinan Listyo justru memperlihatkan menurunnya kepercayaan publik.
“Ini kali pertama kejengkelan publik terhadap polisi begitu meluas. Karena Kapolrinya terlalu memikirkan politik, bukan pembenahan institusi,” lanjutnya.
Reformasi yang Terlambat
Ray juga menyoroti langkah Kapolri yang baru belakangan ini membentuk Komisi Transformasi Polri menjelang akhir masa jabatannya.
“Orang yang hampir lima tahun memimpin tanpa hasil tiba-tiba di ujung masa jabatannya bicara soal reformasi, itu namanya terlambat,” tegasnya.
Menurut Ray, langkah paling rasional saat ini adalah memberikan kesempatan kepada figur lain untuk memimpin kepolisian.
“Kalau Pak Sigit mundur atau dicopot, mungkin reformasi masih punya peluang. Tapi kalau tetap dipertahankan, ya jangan bicara reformasi. Itu hanya jadi lelucon,” ujarnya.