Jakarta, NU Online
Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) menggelar tasyakuran hari ahirnya yang ke-66 dengan tema Gerakan Perempuan Sebagai Penguat Budaya dan Karakter Bangsa dalam Meneguhkan NKRI di Gedung Teater Perpusatakaan Nasional, Jl. Salemba Raya No. 28 A, Jakarta, pada Kamis (21/4) sore. Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini mengatakan bahwa Fatayat NU bisa sampai di usianya yang ke-66 adalah anugerah yang luar biasa dari Allah SWT.
“(Harlah yang ke-66) Ini adalah anugerah yang luar biasa untuk bisa kita nikmati, untuk bisa kita isi secara maksimal,” kata Anggia.
Anggia menjelaskan bahwa Fatayat NU didirikan sebagai wadah bagi perempuan NU untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Baginya, Fatayat NU lahir sebagai organisasi gerakan perempuan yang berakar pada tradisi ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an dan berdasarkan pada paham Ahlussunnah wal Jama’ah.
“Di setiap peringatan Harlah (Fatayat NU), saya mengajak sahabat-sahabat untuk mengingat kembali perjuangan tiga perempuan NU yang telah gigih mengorganisir pemudi NU dan membentuk wadah yang kemudian diberi nama Fatayar NU. Ketiga perempuan tersebut adalah Bu Nyai Khuzaimah Mansur (Gresik), Bu Nyai Murthasiyah (Surabaya), dan Bu Nyai Aminah (Sidoarjo),” paparnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa ada beberapa isu startegis yang akan menjadi konsentrasi untuk dicapai selama masa kepengurusannya lima tahun mendatang. Pertama, penguatan kapasitas lembaga Fatayat NU. “Kunci dari sebuah organisasi adalah lembaganya kuat, strukturnya kuat, organisasinya kuat,” tegasnya.
“Kemudian penguatan jama’ah Fatayat NU. Fatayat NU bukan hanya organisasi, tapi juga sebagai jama’ah,” jelasnya.
Ketiga, penguatan kader Fatayat NU. Menurutnya, banyak ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan asas Ahlussunah wal Jama’ah, maka dari itu ia mengajak kepada seluruh kader Fatayat NU untuk menjaga dan membentengi anak-anaknya dari ideologi tersebut.
Selanjutnya, penguatan kebijakan negara yang melindungi perempuan dan anak. Anggia mengaku sudah melakukan program ini yaitu pada Desember tahun lalu ia dan pengurus Fatayat NU lainnya mendorong pemerintah untuk memberikan hukuman yang lebih berat kepada pelaku kejahatan seksual.
“Bulan lalu kita juga melihat bagaimana prolegnas (tentang perlindungan perempuan) ini mampu melindungi atau berpihak kepada perempuan,”papar perempuan yang juga menjadi pengajar di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat UI tersebut.
Keempat, penguatan Fatayat NU sebagai sumber ilmu pengetahuan tentang Islam, perempuan, dan anak. Ia menilai bahwa Fatayat NU adalah fasilitator di masyarakat terkait hal-hal tersebut, maka dari itu ia meminta Fatayat agar mampu menjadi referensi bagi masyarakat.
“Apapun itu bentuknya. Tentang gizi lah, tentang agama, tentang pendidikan, advokasi perempuan, dan lain sebagainya,” terang perempuan yang pernah menjabat Ketua Umum Lembaga Kesehatan NU ini.
“Yang terakhir adalah bagaimana Fatayat ini mampu menjadi garda dalam penguatan Islam Nusantara,” pungkasnya.
Selain mmperingati hari lahir, acara ini juga akan meluncurkan Festival Budaya Islam Nusantara dan meluncurkan film MARS (Mimpi Ananda Raih Semesta).
Turut hadir dalam acara ini H Helmi Faisal Zainy (Sekretaris Umum PBNU), Hj. Mariah Ulfa (Ketua Umum Fatayat NU periode 2005-2015), Budi dan Prabowo SE (Multi Buana Kreasindo), serta delegasi Lembaga dan Banom NU lainnya. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)