Nasional

Persoalan Pendidikan: Mulai Kesenjangan Guru, Kualitas Pendidikan Merosot, hingga Peningkatan Kekerasan

Kamis, 27 November 2025 | 15:30 WIB

Persoalan Pendidikan: Mulai Kesenjangan Guru, Kualitas Pendidikan Merosot, hingga Peningkatan Kekerasan

Ilustrasi pendidikan. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Peringatan Hari Guru Nasional 2025 menjadi momentum refleksi terhadap sejumlah persoalan yang dihadapi para pendidik di Indonesia. Kordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI) Ubaid Matraji menyoroti keras diskriminasi antarguru yang masih masif terjadi.


“Ada perlakuan yang diskriminatif antara guru sekolah dengan guru madrasah ataupun guru ASN dengan guru honorer yang non-ASN. Padahal kalau kita lihat Undang-Undang Sisdiknas tidak ada perlakuan yang berbeda,” katanya dalam Webinar Mengembalikan Tanda Jasa Guru, Selasa (25/11/2025).


Ia menyebut bahwa realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan hak yang sangat mencolok antara guru negeri dan swasta, guru madrasah dan sekolah, serta guru ASN dan non-ASN.


“Padahal kewajibannya sama, rujukan undang-undangnya sama, tapi kenapa hak yang diterima baik kesejahteraan ataupun yang lain itu bisa beda-beda?” tanya Ubaid.


Lebih jauh, Ubaid juga mengkritik kecenderungan pemerintah untuk menyalahkan guru atas menurunnya kualitas pendidikan nasional.


Ia mencontohkan saat nilai TKA matematika anjlok dan Presiden Prabowo Subianto menyatakan buruknya kemampuan STEM anak Indonesia akibat rendahnya kompetensi guru. “Guru sering dijadikan kambing hitam,” tegasnya.


Padahal, menurutnya, pernyataan tersebut gagal melihat masalah sistemik. Ia menegaskan bahwa kualitas pendidikan yang merosot tidak bisa terus-menerus dibebankan kepada guru tanpa perbaikan struktural yang menyeluruh.


“Guru juga menjadi korban atas sistem pendidikan kita yang belum berkeadilan kepada guru,” ujarnya.


Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jakarta Selatan Akhmad Nizar Idris mengungkapkan bahwa berbagai problem yang muncul bukan lagi sekadar catatan tahunan, melainkan tanda darurat bagi masa depan kualitas pendidikan nasional, diantaranya kualitas pendidikan yang menurun, kekerasan di lembaga pendidikan bertambah, dan nasib guru semakin terpinggirkan.


Berdasarkan capaian Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022, Indonesa menunjukkan rendahnya literasi, numerasi, dan sains siswa, jauh di bawah rata-rata dunia.


“Tentunya ini merupakan refleksi panjang yang menuntut penanganan sistemik termasuk perbaikan kualitas pembelajaran dan dukungan kepada guru sebagai ujung tombak yang menentukan hasil PISA tersebut,” ujarnya.


Selain itu, ia menyampaikan bahwa perguruan tinggi maupun sekolah terus dibayangi maraknya kekerasan dan perundungan.


“Pada tahun 2024 ya hampir ada 500 lebih kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan. Kalau tidak salah itu di lembaga pendidikan pesantren itu ada sekitar 115 kasus,” terangnya.


Lebih ironis lagi, Nizar menyampaikan bahwa sejumlah guru justru dipolisikan ketika melakukan peneguran kepada muridnya. “Bahkan sampai kasus kemarin dilaporkan karena guru tersebut melakukan peneguran kepada murid-murid yang melanggar,” ungkapnya.


Persoalan kesejahteraan guru pun menjadi masalah paling mendesak, padahal beban kerja guru yang berat tidak sebanding dengan penghargaan ekonomi yang diterima.


“Kita melihat bagaimana upah guru yang mengajar 4 minggu hanya digaji selama 1 minggu saja. Sangat miris sekali,” ujarnya.