Piagam PBB dan Deklarasi HAM Jadi Kesepakatan Internasional Hapus Penjajahan dan Penindasan
Rabu, 10 September 2025 | 08:00 WIB
Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Wakil Ketua Umum PBNU H Amin Said Husni di Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (6/9/2025). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube NU Online)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengajak masyarakat global untuk kembali kepada dua kesepakatan besar internasional (muahadah dualiyah) yang menjadi rujukan utama, yaitu Piagam PBB tahun 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948.
Konsensus itu hadir, katanya, setelah Perang Dunia II sebagai upaya untuk menyelesaikan berbagai konflik dan krisis dunia yang terus berlanjut hingga saat ini.
"Sejak 2022 saya mengkampanyekan suatu wacana, suatu khitah untuk mengajak masyarakat internasional ini kembali kepada konsensus internasional. Muahadah dualiyah yang sudah terjadi sesudah Perang Dunia Kedua," kata Gus Yahya saat pertemuan dengan alumnus Ma’had Aly Situbondo, pada Sabtu (6/9/2025), dikutip NU Online Rabu (10/9/2025).
Ia menjelaskan, kedua kesepakatan itu mengandung prinsip universal tentang kesetaraan hak dan martabat setiap manusia. Oleh karena itu, segala bentuk penjajahan, diskriminasi, dan penindasan atas dasar ras atau agama seharusnya sudah tidak dapat diterima dalam masyarakat global modern.
"Kenapa dua ini? Karena dua-duanya ini memuat tentang kesetaraan martabat dan hak dari setiap manusia sehingga penjajahan, penindasan berdasarkan ras agama dan lain-lain ini harus dihapuskan, diskriminasi, dan lain-lain harus dihapuskan berdasarkan konsensus dua ini," jelasnya.
Gus Yahya menyebut bahwa berbagai kemelut global saat ini justru lahir dari pelanggaran terhadap konsensus tersebut oleh sejumlah aktor besar dunia.
"Berbagai masalah yang terjadi dalam kemelut dunia hari ini, ini sebetulnya merupakan akibat dari ketidaksetiaan aktor-aktor tertentu, aktor-aktor dunia tertentu. Ya termasuk Amerika, Rusia, Israel, dan lain-lain terhadap muahadah-nya ini, terhadap konsensus ini," katanya.
Ia menekankan bahwa solusi bagi krisis dunia sebenarnya telah tersedia dalam prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi HAM.
"Kalau orang ingin mencari penyelesaian bagi sekian banyak kemelut yang terjadi seluruh dunia ini, sebetulnya jawabannya ada pada konsensus itu."
"Ini yang sedang saya kampanyekan secara internasional mulai dari membuat forum R 20 di Bali, disusul dengan Muktamar Fiqih Peradaban di Surabaya dan seterusnya sampai sekarang," pungkasnya.