Nasional

Ketua Umum PBNU: Piagam PBB Kesepakatan yang Mengikat Umat Islam

Selasa, 14 Februari 2023 | 12:00 WIB

Ketua Umum PBNU: Piagam PBB Kesepakatan yang Mengikat Umat Islam

Ilustrasi gedung PBB. (Foto: peacekeeping.un.org)

Yogyakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyampaikan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah dokumen kesepakatan yang mengikat semua orang, termasuk umat Islam.

 

“Sebetulnya adalah bahwa Muktamar itu menyimpulkan bahwa piagam PBB berfungsi sebagai piagam kesepakatan global yang mengikat kepada umat Islam,” kata Gus Yahya saat Konferensi Pers usai penganugerahan gelar doktor kehormatan untuknya di Auditorium Prof H M Amin Abdullah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (13/2/2023).

 

Kesepakatan itu, menurut Gus Yahya, sesuai dengan hadits Nabi yang menjelaskan bahwa semua orang termasuk umat Islam harus setia kepada perjanjian yang sudah disepakati. Dalam Piagam PBB, kata dia, semua pihak terlibat dalam kesepakatan itu, dengan demikian semua umat Islam maupun non-muslim terikat dalam piagam PBB.

 

“Dan dari situlah kemudian lahir konsekuensi-konsekuensi syariat yang berbeda,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

 

Ia menegaskan bahwa setiap orang tidak lagi boleh memantik konflik karena sudah ada kesepakatan yang mengikat semuanya. “Misalnya, kita tidak boleh lagi sekarang berdasarkan kesepakatan internasional itu memicu konflik antar agama tidak boleh lagi karena ini kesepakatan yang mengikat kita semua,” katanya.

 

Gus Yahya menyebut, hal tersebut merupakan salah satu keputusan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu yang lalu.

 

Menurutnya, keputusan tersebut perlu dikembangkan lebih jauh lagi dan menjadi bahan ajar dalam dunia pendidikan. Gus Yahya menyampaikan demikian mengingat wacana syariat seperti keputusan tersebut kurang berkembang dalam institusi pendidikan agama.

 

Nah, kita butuh mengembangkan ini sampai ke tingkat bahan-bahan ajar untuk lembaga-lembaga pendidikan agama kita, karena ini masih sangat kurang. Kita tahu sampai sekarang, bahan-bahan ajar di lembaga-lembaga pendidikan agama, khususnya Islam, ini masih kurang sekali mengembangkan wacana syariat yang tandas seperti ini,” terangnya.

 

Bahkan, lanjut Gus Yahya, bahan ajar masih sering disusupi oleh pandangan-pandangan yang bermasalah, seperti anti hormat bendera dan sebagainya. Sementara lembaga pendidikan agama saat ini masih kekurangan bahan ajar yang sungguh-sungguh dibutuhkan untuk mendidik generasi masa depan.

 

“Kita berharap ke depan, secara internal, ini kita kejar pengembangannya sehingga nanti kita sungguh-sungguh mampu mendidik generasi baru yang punya wawasan dan mentalitas baru yang jauh dari dorongan untuk berkonflik hanya karena perbedaan latar belakang identitas,” jelas kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah 56 tahun yang lalu itu.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi