Internasional

Gus Yahya: Piagam PBB Jadi Landasan untuk Akhiri Peperangan

Jumat, 15 Desember 2023 | 08:00 WIB

Gus Yahya: Piagam PBB Jadi Landasan untuk Akhiri Peperangan

Gus Yahya saat menyampaikan pidato di Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, Rabu (13/12/2023). (Foto: Ghufron Sirodj)

Jakarta, NU Online 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menjelaskan, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat menjadi landasan terkuat untuk mengembangkan fiqih baru demi masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.


"Piagam PBB dimaksudkan untuk mengakhiri peperangan destruktif dan kebiadaban yang menjadi ciri hubungan internasional sepanjang sejarah manusia," kata dia Gus Yahya saat memberikan pidato dalam acara The Future of the Universal Declaration of Human Rights: Toward a Global Consensus that the World Diverse Peoples, and Nations Should Strive to Fulfill di Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, Rabu (13/12/2023).


Gus Yahya menyatakan, NU menolak wacana untuk menggabungkan populasi Muslim di seluruh dunia menjadi satu negara kesatuan atau kekhalifahan. Sebaliknya, NU mengajak umat Islam untuk merangkul visi baru dan mengembangkan wacana mengenai yurisprudensi Islam. 


Visi ini mencakup upaya untuk mencegah penggunaan identitas sebagai senjata politik, membatasi penyebaran kebencian komunal, meningkatkan solidaritas dan rasa hormat di antara beragam masyarakat, budaya, dan bangsa di dunia, serta mendorong munculnya tatanan dunia yang adil dan harmonis.


"Daripada bercita-cita dan mengonsolidasikan populasi Muslim di dunia menjadi satu negara kesatuan, atau kekhalifahan, Nahdlatul Ulama menyerukan umat Islam untuk menerima visi baru dan mengembangkan wacana baru mengenai yurisprudensi Islam," jabar dia.


Gus Yahya menjelaskan bahwa NU meyakini Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR) memberikan dasar yang sah untuk mengembangkan prinsip-prinsip utama yang baru di bidang yurisprudensi Islam. 


Dalam perspektif syariah, konsensus internasional pascaperang dianggap sebagai transaksi yang sah. Oleh karena itu, menjadi kewajiban agama bagi umat Islam untuk memenuhi syarat-syarat transaksi tersebut.


"Kami percaya bahwa Piagam PBB dan DUHAM memberikan landasan yang sudah ada, sah, dan tersedia untuk membangun prinsip-prinsip utama ortodoksi Islam yang baru, khususnya di bidang yurisprudensi Islam,' tuturnya. 


Sebelum Perang Dunia II, kata dia, Islam telah mengembangkan dan menerapkan sistem hukum yang dirancang untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat Muslim. 


Namun, dengan munculnya konstruksi peradaban baru setelah tahun 1945, yang diwujudkan dalam konsensus internasional yang terkandung dalam Piagam PBB dan UDHR, ada dorongan untuk menyesuaikan dan mengembangkan pandangan islam sesuai dengan konsensus internasional yang berlaku. 


"Dari sudut pandang fiqh, atau yurisprudensi Islam, hal ini tidak hanya mengizinkan namun juga mengharuskan Islam mengembangkan ortodoksi baru, yang dibangun di atas landasan konsensus internasional pascaperang," pungkasnya.