Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya di NTB: Pengurus NU Tidak Berhak Mengeluh

Rabu, 17 September 2025 | 15:24 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya di NTB: Pengurus NU Tidak Berhak Mengeluh

Ketua Umum PBNU Gus Yahya Staquf saat pidato dalam Pelantikan PWNU NTB, di Auditorium UIN Mataram, pada 13 September 2025. (Foto: dok. PBNU)

Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.

Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillāh Sayyidinā wa Maulānā Muhammad ibni Abdillāh, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.

Yang mulia Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Haji Lalu Muhammad Turmudzi Badaruddin beserta Umi. Beliau meninggalkan tempat lebih dahulu, tapi meninggalkan bersama kita barokah beliau untuk kita semua. Insyaallah. Yang mulia Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Mu’adz Thohir—tidak ada hubungannya dengan Masnun Tahir. Yang saya hormati Gubernur Nusa Tenggara Barat Bapak Dr Haji Lalu Muhammad Iqbal. Yang saya hormati Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Amin Said Husni beserta jajaran PBNU yang hadir pada kesempatan ini—ada katib syuriah, Kiai Abu Yazid Al-Bustomi, salah seorang ketua Pak Muhammad Faisal. Yang saya hormati para pimpinan pemerintahan, pimpinan DPR dan jajaran Forkopinda Provinsi Nusa Tenggara Barat yang hadir bersama kita dalam kesempatan ini. Terima kasih. Yang saya hormati Ketua Tanfidziah PWNU Nusa Tenggara Barat, Prof Dr Masnun Tahir—ini bangga sekali dia, ngomong “saya ini profesor” karena dia profesor beneran, sehingga bisa jadi rektor UIN, bukan sekadar profesor dalam pengertian protolan Pemuda Ansor—beserta jajaran seluruh jajaran PWNU yang baru saja dilantik tadi. Alhamdulillah. Yang saya cintai, saya hormati para rais dan ketua pengurus cabang Nahdlatul Ulama se-Nusa Tenggara Barat yang hadir bersama kita. Alhamdulillah. Rupanya semuanya setia kepada Masnun Tahir ini, sehingga pelantikan ini datang semua.  Yang saya hormati para pimpinan badan-badan otonom Nahdlatul Ulama Provinsi Nusa Tenggara Barat: Muslimat, Fatayat, IPNU, IPPNU, Ansor, Banser, Pagar Nusa, JQH, semuanya masyaallah, alhamdulillah hadir bersama kita hari ini untuk mensyukuri pelantikan pengurus wilayah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat ini. Yang saya hormati para tamu undangan dari organisasi-organisasi masyarakat, baik dari organisasi Islam maupun lintas agama yang hadir bersama kita. Tempo hari para pimpinan pusatnya bersama-sama bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana. Terima kasih atas kehadirannya pada kesempatan ini.


Pertama-tama, tentu saya, ya walaupun sebetulnya belum tentu tepat, tapi saya rasa sepatutnya saya mengucapkan selamat kepada PWNU Nusa Tenggara Barat yang baru saja dilantik. Kenapa saya katakan belum tentu tepat? Karena kalau sekarang, ya sebetulnya kalau Pak Masnun ini sudah tahu rasanya selama ini. Tapi ke depan bagaimana ini kita lihat.

 

 

Menjadi pengurus NU itu mungkin tadinya merasa senang seperti mendapatkan anugerah, tapi kalau sudah ketemu pekerjaan-pekerjaannya itu rasanya betul-betul seperti mendapat musibah. Karena pekerjaan, tugas, beban begitu banyak, begitu besar yang harus dijalani dengan konsekuensi yang berat. Kenapa? Karena sudah dibaiat. Karena pelantikan tadi dibaiat. Dan baiatnya itu berarti bahwa—dengan baiat itu—tanggung jawabnya bukan hanya tanggung jawab di dunia ini. LPJ-nya Pak Masnun Tahir itu bukannya ditunggu 5 tahun lagi di Konferwil, tapi LPJ-nya nanti akan diuji di Yaumil Hisab. Dan ini juga berlaku untuk segenap jajaran pengurus lainnya. Maka harus diingat sejak awal: apa yang nanti akan dilaporkan di Yaumil Hisab sebagai pemegang jabatan di jajaran pengurus Nahdlatul Ulama, khususnya PWNU Nusa Tenggara Barat ini. Dan baiatnya itu juga bukan baiat yang ringan. Ini baiat yang sebetulnya berat sekali.


Rais Syuriah PBNU yang hadir kali ini itu Kiai Mu’adz Thohir—yang tadi membaiat. Beliau ini adalah sepupu dari Allahyarham KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh, Rais ‘Aam kita pada dua periode yang lalu, dari Kajen. Jadi Kiai Muadz ini kalau memanggil Kiai Sahal, “Kak,” kakaknya karena beliau sepupu. Jadi secara nasab itu setara dengan Kiai Sahal.


Nah, dulu Kiai Sahal Mahfudh itu seorang ‘alim allamah, tapi juga seorang yang sangat welas asih, sehingga setiap kali Kiai Sahal Mahfudh diminta untuk membaiat, beliau hanya minta baca sampai radhitu billāhi rabba. Sudah ditirukan radhītu billāhi rabba. “Ya sudah, cukup, cukup.” Itu Kiai Sahal. Beliau tidak mau meneruskan sampai baya’tukum, itu tidak mau karena saking welas asih beliau kasihan kepada yang dibaiat—karena beban baiatnya ini masyaallah.

 

 

Ini bapak-bapak yang tadi berbaiat sudah berikrar: baya’tu bissam’i wattha’ah bil jihādi—jihādi loh ini, jihad ini 'ala tharīqati Nahdlatil Ulamalii’lāi kalimatillāh allati hiyalulya biqiyādati ulamai ahli sunnati wal jamāah. Ini bukan main-main, berat sekali. Makanya Kiai Sahal Mahfudh, karena welas beliau, beliau tidak tega membaiat pengurus dengan baiat yang berat itu. Biasanya beliau cuma sampai radhītu billāhi rabba, semua radhītu billāhi rabba. ”Ya sudah, cukup,” saking welas asih-nya. Tapi rupanya sepupunya ini memang agak kejam sehingga Kiai Mu’adz Thohir ini tidak ragu-ragu dan tega sekali membaiat jajaran pengurus PWNU Nusa Tenggara Barat ini secara lengkap. Maka, tadi sudah berani-berani baiat, ya sudah, risiko tanggung sendiri.


Saya ingat di awal-awal periode PBNU kali ini, ada pertemuan seluruh jajaran PBNU bersama-sama dengan Mustasyar dan kemudian ada taujihat dari Mustasyar yaitu KH Mustofa Bisri. Pada waktu beliau mengatakan bahwa Anda semua menjadi pengurus NU ini, itu mau-mau sampean sendiri. Sampean mau sendiri.


Masnun jadi ketua ini kan nyalon, dia. Jadi maunya sendiri dia, jadi pengurus itu. Maka apa pun yang terjadi, apa pun tantangan yang harus dihadapi, apa pun kesulitan yang harus dialami, apa pun beban yang harus dipikul, Anda semua tidak berhak mengeluh karena Anda menjadi pengurus atas kemauan sendiri. Bukan karena disuruh orang, bukan karena ditekan-tekan orang, tapi karena kemauan sendiri. Bahkan kepengin jadi pengurus. Maka apa pun yang terjadi tidak boleh mengeluh.


Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih saya yang sebesar-besarnya kepada jajaran pengurus dan kader-kader NU se-Nusa Tenggara Barat ini, baik dari PWNU, PCNU sampai ke MWC dan ranting-ranting di NTB ini karena dalam hampir 4 tahun pergulatan kita dengan sekian banyak pekerjaan-pekerjaan dan agenda-agenda yang harus kita jalankan, alhamdulillah seluruh jajaran pengurus dan kader di Nusa Tenggara Barat ini bersedia mengikuti dengan tekun, mengikuti dengan setia dan mencapai hasil-hasil yang nyata.


Maka ini membesarkan hati sekali bahwa PWNU NTB membuat tagline untuk pelantikan ini: Melanjutkan Pengabdian, Menggapai Bukti-Bakti. Ini luar biasa. Kata Pak Masnun, ini inspirasi dari beliau Tuan Guru Haji Lalu Muhammad Turmudzi Badaruddin. Ini jadi tagline keramat, tapi juga jadi beban untuk seluruh jajaran PWNU yang ada ini. Karena ini berarti bapak-bapak semua dan seluruh kader-kader NU yang hadir ini termasuk IPNU, IPPNU, Muslimat, Fatayat, Banser, Ansor, Pagar Nusa dan lain-lain, menyatakan mengikrarkan bahwa kita ada di sini untuk mengabdi. Kita ada di sini untuk berbakti. Dan kita dituntut untuk mencurahkan segenap kemampuan yang ada dalam diri kita untuk memberikan bukti bahwa kita sudah melakukan sesuatu untuk mengabdi. Dan bukti itu bukan hanya kita buat untuk disaksikan oleh makhluk tapi juga untuk disaksikan oleh Allah. Wa quli‘malû fa sayarallâhu ‘amalakum wa rasûluhû wal-mu'minûn…(QS. At-Taubah: 105). Bukti itu nanti yang akan kita jadikan laporan di Yaumil Hisab. Bukan hanya LPJ lima tahunan, tapi juga laporan di Yaumil Hisab. Ini masyaallah.


NTB ini memang selama ini telah menjadi salah satu ceruk jamaah Nahdlatul Ulama yang paling dinamis. [Hadirin tepuk tangan]. Perkembangannya juga dari waktu ke waktu dengan bukti statistik—walaupun saya tidak hafal angka-angkanya—memperlihatkan akselerasi perkembangan yang luar biasa.


Dulu, kalau bicara tentang basis NU di luar Jawa, orang biasanya menyebut-nyebut wilayah seperti Lampung, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan.

 

 

Saya menyaksikan sekarang bahwa basis NU salah satunya adalah Nusa Tenggara Barat. [Hadirin tepuk tangan]. Mungkin sekarang sudah menyalip yang lain. Jangan-jangan lama-lama menyalip Jawa juga ini. Masyaallah.


Dan ini saya lihat jelas sekali dari perkembangan selama ini, karena saya menjadi PBNU sudah sejak 2010 sehingga saya perhatikan juga apa yang menjadi dinamika di daerah-daerah, termasuk NTB ini. Dan perkembangan di NTB ini saya kira terjadi berkat kegigihan dari kader-kader Nahdlatul Ulama di Nusa Tenggara Barat [Hadirin tepuk tangan].


Di samping gigih, kader-kader NU di Nusa Tenggara Barat ini, saya bisa lihat: walaupun tidak disuruh sudah koheren dengan sendirinya. Tadi Pak Masnun mengatakan kita harus koheren, koheren, koheren. Tapi saya lihat NTB ini sudah koheren tanpa disuruh. Buktinya apa? Buktinya Pak Masnun jadi ketua PW, dia ajak Lalu Winengan—itu artinya koheren. Ini sama-sama pemain kawakan ini. Ke mana-mana dua-duanya sama-sama bawa bola terus. Dan bukan cuma satu, makanya mainnya kenceng. Tapi yang penting koheren, karena kita ini sekarang sedang menghadapi tantangan-tantangan yang besar, bukan hanya untuk Nahdlatul Ulama, tapi juga untuk bangsa dan negara. Tantangan yang besar, bukan hanya untuk Nahdlatul Ulama, tapi juga untuk bangsa dan negara.


Bulan lalu, kita merayakan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80. Kita harus ingat bahwa Nahdlatul Ulama adalah di antara pendiri bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Di antara yang berinisiatif untuk berdirinya bangsa bernama bangsa Indonesia, negara bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah Nahdlatul Ulama. Maka apa pun yang terjadi dengan Indonesia, kapan pun sepanjang sejarah, Nahdlatul Ulama ikut bertanggung jawab. [Hadirin tepuk tangan]. Kita tidak boleh mengingkari tanggung jawab itu.


Maka, mari pada momentum ini kita kuatkan lagi tekad kita, kita teguhkan tekad kita untuk mengajak bersama-sama seluruh elemen bangsa. Alhamdulillah, di sini hadir juga simpul-simpul masyarakat dari ormas-ormas yang lain, termasuk lintas agama dan juga elemen-elemen masyarakat yang lain, termasuk dari pemerintahan. Mari kita galang persatuan nasional untuk menghadapi tantangan bangsa bersama-sama. Kita harus berkonsolidasi, bukan hanya antara elemen-elemen masyarakat, tapi juga konsolidasi antara masyarakat dengan negara.


Jadi kalau soal Pak Gubernur ini, bukan soal titip-titip lagi sekarang. Karena kalau orang titip itu biasanya nanti diambil lagi. Orang titip itu kan biasanya nanti belakangan diambil lagi. Ini sudah lebih dari titip. Pak Gubernur, mari bersama-sama Nahdlatul Ulama dan masyarakat NTB, berjuang bersama membangun bangsa, membangun negara, menghadapi tantangan bersama-sama.


Allāhu ma’ana, Allāhu ma’ana Allāhu ma’ana. Insyaallah Allah bersama kita dan insyaallah rida Allah bersama kita selama kita berjuang secara ikhlas untuk maslahat agama, bangsa, negara, dan kemanusiaan.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.

Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.