Pidato Lengkap Ketum PBNU Gus Yahya tentang 3 Matra NU di Konferwil PWNU Jawa Timur 2024
Ahad, 4 Agustus 2024 | 20:40 WIB
Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf berpidato di Konferwil PWNU Jatim, Jumat (2/8/2024) (Foto: NU Online)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) didaulat memberi pidato pengarahan dalam Pembukaan Konferensi Wilayah (Konferwil) Ke-18 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulawa (PWNU) Jawa Timur, yang digelar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, 2-4 Agustus 2024.
Dalam kesempatan ini, Ketua Umum PBNU menyampaikan banyak hal, dari fakta adanya perubahan yang sangat cepat, tiga matra untuk merespons perubahan itu, strategi transformasi dan potensi kontroversi, NU yang telah menjadi peradaban, hingga soal ikhlas tawasul, yang keseluruhannya itu berkelindan.
Berikut adalah transkrip pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut:
Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.
Yang mulia Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Miftachul Akhyar. Yang mulia Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Jawa Timur, KH Anwar Manshur. 'Ulama annal ajilla', para kiai, para nyai yang hadir. Kalau saya absen bisa sampai subuh enggak selesai karena terlalu banyak kiai. Kiai Fuad Nurhasan, Kiai Anwar Iskandar, Kiai Ali Masyhuri, Kiai Hasib Wahab. Belum yang sedang ngantre jadi kiai, seperti Saifullah Yusuf, misalnya. [Hadirin tertawa] Ini bisa panjang lagi daftarnya. Semua nyai yang hadir. Nyai Mundjidah, Bu Khofifah Indar Parawansa. Bu Khofifah ini perempuan pertama yang masuk dalam jajaran pengurus harian PBNU[Hadirin tepuk tangan]. Kalau ada yang tanya, "Itu kan ada Alissa Wahid?" Itu yang kedua, Bu Khofifah yang pertama. Para pejabat dari pemerintah provinsi dan kabupaten yang hadir. Para tamu undangan, termasuk para diplomat negara-negara sahabat. Juga yang saya hormati, yang saya cintai, seluruh jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Jawa Timur, dan seluruh peserta Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur dari para pengurus cabang seluruh Jawa Timur.
Alhamdulillah. Pada malam hari ini kita bukan hanya melaksanakan kewajiban organisasi untuk menyelenggarakan permusyawaratan di lingkungan PWNU Jawa Timur ini, tapi bahwa konferensi ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Tebuireng, tempat kita bisa bertabaruk kepada muassis jam'iyah (NU) dan zuriah beliau.
Perubahan yang Sangat Cepat
Hadirin yang saya hormati.
Dunia sedang berubah, dan berubah dengan cepat sekali. Bagi entitas apa pun, apakah itu negara atau organisasi, atau bahkan perorangan, di tengah perubahan yang begini cepat, semua akan menghadapi tantangan yang paling mendasar, yaitu tantangan untuk menjadi tetap relevan.
Teknologi-teknologi yang kita gunakan selama ini begitu cepat tergusur relevansinya.
Tahun-tahun 90-an itu, saya ingat betul di antara teman-teman, yang paling duluan pertama kali pegang HP di Jakarta itu namanya Saifullah Yusuf. Itu saja belinya di loakan. Itu HP yang, saya lupa mereknya itu. Bukan Nokia, apa itu namanya, kalau Nokia agak mahal. Dengan cepat HP model begitu tidak relevan lagi karena kemudian sekarang ada android, ada smartphone. Smartphone itu cuma hitungan mungkin bahkan bulan, bisa menjadi tidak relevan.
Semua entitas yang ada ini juga akan menghadapi tantangan yang sama, apakah itu negara atau perorangan. Kita tahu sudah berapa banyak orang-orang yang tadinya begitu penting di tengah-tengah masyarakat, tiba-tiba menjadi tidak relevan hanya karena habis masa jabatannya. Ketua Umum PBNU begini ini, ini kalau di-MLB, lalu dipecat, ya tidak relevan. Apalagi dalam konteks perubahan masyarakat yang sekarang ini kita alami.
Maka, Bapak Ibu sekalian yang saya hormati, Nahdlatul Ulama pun menghadapi tantangan yang sama: Sejauh mana Nahdlatul Ulama mampu mempertahankan relevansinya di tengah-tengah perubahan yang berlangsung begitu cepat? Sampai kapan orang butuh Nahdlatul Ulama ini?
Kita tahu dan kita yakin jam'iyah ini adalah jam'iyah yang mubārakah, sebagaimana di-nash oleh muassis-nya sendiri: hādzihil jam'iyah al-mubārakah al-mausūmah bi Nadlatil Ulama’, ini adalah jam'iyah yang mubārakah. Itu keyakinan kita, dan keyakinan ini membuat kita senantiasa optimis tentang masa depan Nahdlatul Ulama.
Tetapi tentu saja siapa pun yang sudah berani memegang tanggung jawab atas organisasi ini harus berbuat sesuatu untuk mengupayakan agar relevansi jam'iyah ini lestari, bahkan meningkatkannya menjadi jauh lebih relevan lagi, artinya jauh lebih dibutuhkan lagi.
Berdasarkan cara berpikir inilah, Bapak Ibu sekalian yang saya hormati, maka Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sampai pada kesimpulan bahwa jam'iyah ini harus bertransformasi, Nahdlatul Ulama harus bertransformasi, dan transformasi ini adalah sesuatu yang dibutuhkan secara dlaruri. Ini bukan hanya soal musābaqah untuk menjadi lebih baik dari yang lain. Ini bukan hanya soal mukhārabah untuk memenangkan pertarungan melawan yang lain. Ini soal survival, soal bagaimana bertahan di tengah gelombang perubahan yang terjadi.
Tiga Matra Menghadapi Perubahan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan transformasi organisasi itu kemudian kita kembangkan sejumlah strategi yang pada dasarnya meliputi tiga matra besar. Yang pertama adalah konsolidasi tata kelola organisasi, yang kedua adalah konsolidasi genda-agenda organisasi, dan yang ketiga adalah konsolidasi sumber daya-sumber daya organisasi.
Dalam konsolidasi tata kelola organisasi, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bersama-sama dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama seluruh Indonesia melalui sejumlah Konferensi Besar yang telah kita gelar. Dalam AD/ART dinyatakan bahwa Konferensi Besar dan Munas Alim Ulama dilaksanakan sekurang-kurangnya dua kali dalam masa bakti kepengurusan. Tetapi sejak dikukuhkan sampai sekarang, kira-kira mungkin hampir tiga tahun, kita sudah menggelar empat kali Konferensi Besar, dan masih akan ada beberapa kali lagi Konferensi Besar perlu kita selenggarakan. Untuk apa? Untuk menyusun komponen-komponen regulasi, peraturan-peraturan perkumpulan yang kita butuhkan dalam memperbaiki tata kelola organisasi.
Yang kedua, dalam konteks konsolidasi tata kelola ini, kita mengembangkan penggunaan platform digital di dalam manajemen dan administrasi.
Baru kemarin, tanggal 1 Agustus 2024, saya meresmikan peluncuran platform digital khusus untuk persuratan. Jadi, PBNU telah membentuk satu tim untuk membangun platform digital bagi semesta NU. Visi kita adalah membangun semesta digital NU, maka dirancang suatu desain yang kemudian diberi nama Digdaya NU: digital data dan layanan Nahdlatul Ulama. Yang ini semua nanti segala hajat organisasi dan hajat jamaah diharapkan bisa tertampung di dalam platform digital itu. Yang sekarang sudah jadi adalah platform untuk persuratan. Kita mulai dari persuratan.
Jadi mulai kemarin di lingkungan PBNU tidak ada lagi orang membuat dokumen resmi pakai kertas, karena semuanya sudah dibuat dengan platform digital. Alhamdulillah. Ini sudah bisa di-download di HP. Sehingga sekarang pengurus bisa beroperasi hanya dengan menggunakan gadget atau HP-nya masing-masing. Kadang-kadang saja untuk keperluan tertentu harus dilakukan dengan PC, dengan private computer itu. Tapi secara umum sudah bisa dikerjakan melalui gadget-gadget yang biasa kita bawa ke sana ke mari.
Ini yang paling untung saya kira pengurus yang merangkap menjadi, misalnya, wali kota karena bisa tetap in touch (berhubungan). Walaupun sibuk mengurusi 3-4 kecamatan, tapi masih bisa mengurus urusan PBNU, misalnya. [ Hadirin tertawa]. Ini akan sangat membantu sekali, dan saya sudah tetapkan target kepada tim bahwa platform ini harus sudah merata, termasuk dengan strategi sosialisasinya, harus sudah merata penggunaannya sampai ke cabang-cabang di seluruh Indonesia paling lambat Desember 2024. Jadi panjenengan semua nanti Januari sudah tidak butuh kertas, karena semua dilakukan dengan platform digital, dan nanti masih ada banyak lagi platform-platform digital yang dibangun untuk berbagai hajat, baik hajat jam'iyah maupun hajat jamaah. Ini agenda konsolidasi tata kelola.
Matra yang kedua adalah konsolidasi agenda-agenda. Agenda-agenda itu memuat kebijakan-kebijakan, dan strategi-strategi eksekusinya.
Alhamdulillah, setelah kurang lebih enam bulan yang lalu PBNU memberikan beban baru kepada salah satu lembaga yaitu Lakpesdam untuk bertindak–bukan hanya sebagaimana yang ditetapkan di dalam AD/ART, tapi kita berikan tambahan–untuk memfungsikan diri sebagai think-thank, sebagai pusat penggodokan pemikiran yang bisa menghasilkan perencanaan strategi, menghasilkan rencana-rencana strategis untuk organisasi.
Singkatnya, saya minta kepada Lakpesdam untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan seperti Bappenas di dalam pemerintahan, yaitu mengolah pemikiran-pemikiran dengan data yang akurat menyangkut realitas yang dihadapi untuk melahirkan kebijakan-kebijakan organisasi. Jadi kalau pemerintah punya Bappenas, kita sekarang punya Bapennu: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional NU. Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu mereka telah menyelesaikan pekerjaannya, kemudian kita bawa ke Rapat Pleno tanggal 27-28 Juli yang lalu, dan kita tetapkan sebagai rencana strategis NU sampai dengan tiga tahun ke depan.
Persis, kebetulan, PWNU Jawa Timur menjelang menghadapi Konferwil. Maka kemudian kami undang panitia SC untuk datang ke Jakarta, dan telah datang ke Jakarta waktu itu Kiai Ali Maschan Musa dan Ahmad Muzakki, untuk berdiskusi dengan Lakpesdam tentang bagaimana menurunkan rencana strategis dari tingkat nasional ke tingkat Jawa Timur, sehingga draf program yang akan dibahas di Konferwil ini kemarin disesuaikan seperlunya supaya–seperti yang disampaikan oleh wakil tadi–sejalan dengan kebijakan nasional yang dibangun oleh PBNU, dan nanti tugas dari PWNU – Kiai Abdul Hakim, Insyaallah–adalah menuntun, mensupervisi diturunkannya kebijakan tingkat provinsi, PWNU ini, menjadi kebijakan-kebijakan tingkat cabang. Begitu seterusnya.
Ini semua adalah model yang kita bangun sebagai semacam template, semacam cetak biru dari mekanisme pembuatan kebijakan di lingkungan Nahdlatul Ulama, mulai sekarang sampai ke masa-masa yang akan datang.
Matra ketiga adalah konsolidasi sumber daya-sumber daya. Sumber daya yang pertama adalah sumber daya manusia, dan yang kedua adalah sumber daya pembiayaan.
(Untuk konsolidasi) sumber daya manusia, kita telah mengembangkan suatu sistem pendidikan kader berjenjang. Sudah banyak yang melaksanakan, PDPKPNU dan PMKNU, dan alhamdulillah kita telah menyelesaikan desain AKNNU: Akademi Kepemimpinan Nasional NU. Sudah selesai dan disahkan di dalam Rapat Pleno yang baru lalu. AKNNU ini akan memuat komponen-komponen, bukan saja menyangkut hal-hal yang relevan untuk kepemimpinan domestik dalam negeri, tetapi juga komponen-komponen internasional.
Bahkan, kami telah berkomunikasi dengan jaringan internasional yang kita miliki sekarang, dan sudah mendapatkan komitmen dari sejumlah tokoh internasional untuk nantinya menjadi narasumber dan instruktur AKNNU. Ada profesor dari Harvard, ada dari Boston University, ada diplomat dari Slovakia, ada tokoh jurnalis dari Mesir, dan lain sebagainya. Jadi kita punya jaringan tokoh-tokoh yang siap membantu, dari Amerika, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Insyaallah.
Kemarin, sesudah Rapat Pleno ini sudah kita umumkan: Untuk siapa saja di antara kader yang sudah lulus PMKNU dan ingin mengembangkan kapasitas yang lebih jauh bisa mengikuti AKNNU ini dengan syarat TOEFL 650, untuk satu orang. Jadi ini TOEFL tidak bisa buat kembulan (makan bersama). Jangan dianggap 650 (untuk) tiga orang, misalnya, enggak bisa begitu. Itu TOEFL 650 untuk satu orang, dan diutamakan juga punya kapasitas berbahasa Arab. Kenapa? Karena materi-materi pendidikan ini nanti akan disampaikan, sebagian besar, dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab.
Maka program ini baru akan kita laksanakan Insyaallah tahun depan, Agustus 2025, untuk memberi kesempatan kepada kader-kader itu untuk mempersiapkan diri. Maka silakan mulai sekarang nyari kursus, supaya tahun depan bisa mengikuti seleksi. Karena seleksinya itu kecakapan berbahasa, wawasan, termasuk dengan psikotes, dan untuk angkatan pertama akan diambil hanya maksimal 30 orang. Kalau belum masuk seleksi angkatan pertama bisa ikut seleksi lagi angkatan berikutnya, tidak masalah. Tapi ini yang akan kita lakukan, dan masa pendidikannya satu tahun, walaupun tidak setiap hari masuk. Ini nanti akan menjadi sistem yang sophisticated, yang sangat canggih untuk kita semua.
Mengenai konsolidasi pembiayaan, saya kira Bapak Ibu sudah mendengar, bahkan mungkin ikut bertengkar, bahwa Nahdlatul Ulama mendapat izin atau konsesi tambang dari pemerintah, dan kita menerimanya melalui keputusan rapat. Ini rapat PBNU yang membuat keputusan menerima.
Jadi kalau ngotot mau menolak, silakan tunggu Muktamar yang akan datang, lalu cari PBNU yang lain, dan suruh mengembalikan konsesinya kepada pemerintah, begitu saja. Tapi sekarang PBNU sudah memutuskan menerima konsesi tambang itu, dan sudah mengurus izinnya. Insyaallah minggu depan ini bisa kita selesaikan prosesnya. Yang enggak mau nanti kita jelaskan sambil jalan. Kita sudah ngomong terlalu banyak, kalau pakai ngotot mencegah, ya bagaimana lagi, kita cuma bisa bilang: "wong arep sugeh kok ora oleh," begitu saja.
Di samping itu, tentu saja, kita juga mengembangkan berbagai macam inisiatif untuk membangun sumber-sumber pembiayaan bagi operasi organisasi.
Saya mohon doa restu kepada para kiai dan Bapak Ibu sekalian, semoga ikhtiar-ikhtiar ini segera membuahkan hasil yang bisa kita andalkan.
Stategi Transformasi dan Potensi Kontroversi
Bapak Ibu sekalian yang saya hormati.
Ini berkaitan dengan suatu rangkaian pemikiran yang rumit, yang kompleks. Walaupun saya sebutkan dengan sederhana tiga matra tadi, sebetulnya beriringan dengan itu, ada kebutuhan eksekusi yang rumit luar biasa. Ada strategi bagaimana kita harus menavigasi di tengah-tengah dinamika masyarakat yang kita hadapi sekarang. Itu butuh repositioning, butuh segala macam, butuh taktik, butuh manuver-manuver yang memang tidak sederhana, karena masalah yang kita hadapi juga tidak sederhana. Sedangkan transformasi yang kita butuhkan, ini adalah desain baru yang menyangkut seluruh kompleksitas keberadaan jami'ah dan jamaah ini.
Strategi untuk melangsungkan transformasi itu akan menyangkut mulai dari mindset, mulai dari cara berpikir, kebiasaan-kebiasaan, sampai dengan praktik-praktik yang baru, serta pemikiran-pemikiran yang baru, dan dalam proses ini tidak bisa kita hindari adanya potensi-potensi kontroversi, bahkan konflik.
Kontroversi itu, kita tahu, ramainya orang. Mungkin dalam sekian bulan terakhir ini orang itu paling banyak ngomong soal NU, bertengkar soal NU, mulai dari urusan nasab sampai urusan tambang, semuanya dikaitkan dengan NU, kontroversi, bahkan konflik.
Apalagi kita punya Sekjen yang paling hebat ini. Karena saya memang minta. Saya sejak awal datang ke sana ke mari, saya ada dua orang, yang satu Wakil Ketua Umum Pak Amin Said Husni, yang satu Sekjen, dan saya bilang: Saya ini mau menanam. Kalau ke daerah saya bilang: Saya mau menanam. Saya bawa orang yang memikul bibit, namanya Amin Said Husni. Tapi saya bawa satu lagi yang tukang memacul, saya bilang, namanya Saifullah Yusuf. Jadi nanti kalau ada batu yang mrengkel (keras), pacul, begitu saja. Memang bagian memacul.
Alhamdulillah. Karena memang ini tidak bisa kita hindari, apa boleh buat, di tengah keadaannya yang begini.
Peradaban Nahdlatul Ulama
Tetapi, Bapak Ibu sekalian, saya sama sekali tidak berkecil hati. Walaupun di tengah gelombang kontroversi yang begitu banyak, di tengah konflik caci-maki orang yang tidak karu-karuan. Apalagi kalau kita ikut-ikutan aktif di media-media sosial, ini sudah tidak karu-karuan.
Saya sering ditanya: Bagaimana solusinya, NU dicaci maki di medsos ini? Saya jawab: Solusinya sederhana, jangan baca! Selesai. Orang mencaci maki kalau kita tidak baca, mau apa? Apa boleh buat, dan saya tidak berkecil hati sama sekali terkait dengan ini semua, Bapak Ibu sekalian. Kenapa? Karena saya telah menyaksikan, dan menjadi keyakinan saya bahwa Nahdlatul Ulama ini telah menjelma menjadi peradaban.
Nahdlatul Ulama ini bukan sekadar jam'iyah, bukan sekadar struktur organisasi, bukan sekadar komunitas jamaah saja, tapi telah menjadi peradaban dengan segala budaya, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, yang apabila orang masuk ke dalam lingkungan peradaban itu, nyaris tidak mungkin dia bisa keluar lagi.
Nahdlatul Ulama ini sudah menjadi semacam "urwatil-wutsqâ lanfishâma lahâ" (QS. Al-Baqarah: 256). Orang kalau sudah NU, walaupun pergi ke mana-mana, itu baliknya NU lagi. Sudah jadi pengurus Muhammadiyah, mati, minta ditahlili itu orang, kalau sudah terlanjur NU, karena sudah jadi peradaban, dan ini saya saksikan bukan hanya di lingkungan terdekat kita saja.
Saya ini sudah terkenal berkeliling dunia ke sana ke mari, dan tidak ada tanah di dunia ini yang bisa jejak kecuali saya bertemu orang NU di situ.
Saya ke Darwin, ketemu orang NU. Saya ke Amerika ketemu orang NU. Saya ke Inggris ketemu orang NU. Saya ke Lisbon di Portugal, belum lama ini, ketemu orang NU. Lisbon ini bukan tempat biasa didatangi orang Indonesia, sebetulnya, tidak banyak. Ketika mendengar saya datang, ada sekitar 15-20 orang kemudian minta ketemu dan saya temui, dan di antara mereka ada seorang perempuan yang jauh-jauh datang dari Inggris, bukan London, entah mana, lupa saya, Winchester atau mana rumahnya. Jauh-jauh datang dari Inggris karena diberitahu temannya bahwa saya akan datang ke Lisbon, dan ada pertemuan dengan orang-orang NU di Lisbon, dan dia jauh-jauh datang. Saya tanya asal mana dia, dia bilang asli dari Trenggalek, dan sudah 20 tahun tinggal di Inggris karena menikah dengan seorang warga negara Inggris yang kemudian masuk Islam, dan dia bilang: "Saya ini juga NU," katanya. Padahal di Winchester sana, itu nyaris tidak ada orang Indonesia selain dia. 20 tahun tidak pernah ketemu orang yang sama-sama NU, tapi toh dia tidak mau melepas jati diri, jiwa NU-nya. Ini karena NU sudah menjadi peradaban, maka saya juga tidak berkecil hati.
Sekeras apa pun orang NU ini bertengkar, tidak akan lepas NU-nya. [Hadirin tepuk tangan]. Sekeras apa pun bertarung di antara sesama, tidak akan lepas NU-nya. Buktinya ada di sini. [Hadirin tertawa]. Saifullah Yusuf itu dulu dapat lebih dari 9 juta suara. Ibu Khofifah ini nyaris 10 juta suara. Saya bedakan ini: lebih 9 juta dan nyaris 10 juta, supaya orang ingat, dulu yang menang siapa. [Hadirin tertawa]. Kan tinggal ngitung saja. Tapi saya sudah perintahkan, atau saya sudah terbitkan larangan kepada Saifullah Yusuf: Jangan sampai nyalon Pilkada. [Hadirin tertawa]. Nanti, mohon izin Kiai Miftach, kalau perlu kita buatkan SK-nya: Melarang Saifullah Yusuf nyalon Pilkada. Ini 9 juta lebih, (dan) nyaris 10 juta, dan sekarang tenang-tenang saja. Sekarang rukun banget. Jadi, tidak khawatir. Apalagi kalau sama yang dapat 4 juta, itu tidak khawatir kita. Wong cuma 4 juta dapatnya, kok. 4 juta itu saja yang lebih banyak mungkin orang lain yang menyumbang.
Jadi, tidak perlu berkecil hati, dan lebih dalam lagi, saya tidak akan berkecil hati karena saya yakin Nahdlatul Ulama ini milik Allah Swt. Allah sendiri yang akan menjaganya, dan saya juga sudah menyaksikan sendiri bagaimana itu terjadi.
Ketika kita menyelenggarakan peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama Sidoarjo yang lalu, saya menyaksikan: itu sudah bukan hajatnya manusia, itu sudah bukan saatnya PBNU lagi atau pengurus NU lagi, itu hajatnya Allah Swt. Semua perencanaan itu kocar-kacir semua, enggak ada yang sesuai dengan perhitungan, enggak ada yang terlaksana sesuai dengan perencanaan. Tetapi kita semua bisa saksikan bahwa semua berlangsung begitu aman, rapi, dan terlihat kemegahannya demikian luar biasa karena hajat-nya Allah Swt., panitianya malaikat, sudah.
Sampai-sampai, saya kira para kiai yang duduk di panggung waktu itu, termasuk Kiai Ali Masyhuri, juga menyaksikan, itu entah kenapa ketika mulai itu miknya rusak, sound sistem-nya itu rusak, jadi mbrebet, begitu. Itu tidak diapa-apakah, sembuh sendiri. Tidak disentuh, tidak diapa-apakan, sembuh sendiri. Tidak disentuh, tidak diapa-apakan. Kita sudah bingung karena kita mencium bau seperti ada kebakaran, mungkin ada yang korslet atau apa, dan belum diapa-apakan sudah sembuh dengan sendirinya. Tentu saja karena kiai-kiai baca hizib, wirid, dan lain sebagainya.
Jadi, Nahdlatul Ulama ini milik Allah Swt, maka saya tidak pernah ragu-ragu membuat keputusan. Saya tidak pernah ragu-ragu membuat keputusan. Kalau Rais 'Aam setuju, jalan. Kenapa? Karena saya yakin kalau ada salah-salahnya nanti yang ngurus Gusti Allah sendiri, begitu saja, sudah. Yang penting kita yakin, dan jalan.
Bapak Ibu sekalian yang saya hormati.
Sejauh ini, alhamdulillah, berbagai kemajuan telah kita capai. Panjenengan bisa Googling sendiri. Jadi kalau melihat internet jangan cuman baca caci makinya saja, tapi juga dilihat capaian-capaian apa yang sudah berhasil kita lakukan.
Maka saya menjadi semakin yakin bahwa ini memang hal-hal yang perlu, dan risiko apa pun harus kita tempuh untuk bisa menjadikan semua akhirnya berhasil terlaksana sebaik-baiknya.
Saya hanya mengajak kepada Bapak Ibu sekalian, para pengurus Nahdlatul Ulama se-Jawa Timur, para kader, dan warga NU se-Jawa Timur, mari kita menentukan hati untuk mengupayakan keberhasilan dari visi besar ini sebagai sumbangan kita kepada Nahdlatul Ulama.
Ikhlas Tawassul
Kalau disuruh ikhlas beneran,mungkin kita belum mampu, karena ikhlas itu mensyaratkan makrifat, mensyaratkan ma'rifatullāh. Bagaimana mungkin melakukan sesuatu karena Allah kalau tidak kenal Allah? Sedangkan ma'rifatullāh itu bukan ilmunya orang awam. Maka awam-awam kayak saya begini susah disuruh ikhlas. Untungnya kita bisa berikhlas secara tawasul, caranya dengan tabaruk dan takut kualat. Itu caranya. Kita lakukan hal-hal yang bisa kita harapkan barakahnya dari para pendahulu kita, dan kita jauhi hal-hal yang bisa membuat kita kualat kepada pendahulu-pendahulu kita.
Kalaupun kita tidak ikhlas kepada Allah karena belum sampai kepada ma'rifatullāh, paling tidak, sampeyan, kita semua, kenal dengan Kiai Anwar Manshur, sehingga kita mampu dengan tulus bertabarrk kepada Kiai Anwar Manshur karena kita kenal beliau, dan kita menjauhi kualat dari Kiai Anwar Manshur dengan sungguh-sungguh karena kita kenal beliau. Beliau yang akan menjadi wasilah kepada Allah Swt. melalui sanad yang bersambung sampai kepada Baginda Rasulillah Muhammad Saw.
Bapak Ibu yang saya hormati, para kiai, sekali lagi, kami mohon doa restu, mudah-mudahan diberi kekuatan dan pertolongan oleh Allah Swt. Lā haula walā quwwata illa billāhil aliyyil 'adzīm.
Saya ucapkan selamat berkonferensi, selamat bermusyawarah, dan mari bersama-sama kita buka Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Jawa Timur kali ini dengan bersama-sama membaca Ummul Kitāb: Al-Fātihah.
Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.
Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.