Pidato Lengkap Ketum PBNU pada Pembukaan Kongres Pendidikan NU 2025
Kamis, 23 Januari 2025 | 20:00 WIB
Ketum PBNU Gus Yahya Staquf saat menyampaikan pidato arah dalam pembukaan Kongres Pendidikan NU di Hotel Bidakara, pada Rabu (22/1/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyampaikan pidato sambutan dalam pembukaan Kongres Pendidikan NU yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Rabu, 22 Januari 2025.
Berikut adalah pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut.
***
Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillāh, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.
Yang kami hormati Bapak Menteri Koordinator Manusia dan Kebudayaan Prof Dr Pratikno. Yang kami hormati Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Akhmad Said Asrori beserta jajaran syuriyah yang hadir. Teman-teman jajaran pengurus tanfidziyah PBNU yang hadir: ada wakil ketua umum, jajaran para ketua, para wakil sekjen; salam salam dari Sekjen yang kali ini berhalangan hadir karena sedang mengurus banjir. Yang saya hormati Rektor Universitas Gadjah Mada Ibu Prof Dr Ova Emilia – dan seterusnya – tadi panjang sekali gelarnya. Yang saya hormati para peserta Kongres Pendidikan Nahdlatul Ulama dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia – selamat datang.
Bapak Ibu sekalian yang saya hormati.
Hari lahir Nahdlatul Ulama yang ke-102 menurut kalender Hijriah atau ke-99 menurut kalender nasional atau kalender Gregorian oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dicanangkan sebagai penanda dari implementasi yang lebih intensif, lebih deliberate bagi berbagai macam desain governing system yang telah diselesaikan oleh Pengurus Pengurus Nahdlatul Ulama selama hampir tiga tahun ini, dan telah mulai dijalankan berbagai macam exercise untuk pelaksanaan desain-desain itu, sampai dengan diumumkannya suatu model yang dianggap cukup bisa diandalkan untuk diterapkan secara menyeluruh, secara nasional.
Karena setelah hampir tiga tahun ini, alhamdulillah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan strategi bertahap yang telah dijalankan secara sungguh-sungguh, secara disiplin, dan dengan kerja keras yang luar biasa dari semua teman-teman jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kami telah menyelesaikan tahap-tahap awal dari dari upaya kita untuk membangun governing system bagi keseluruhan khidmah nahdliyah yang menjadi tanggung jawab dari jam’iyah Nadhlatul Ulama ini, dari seluruh jajaran kepengurusan Nahdlatul Ulama ini.
Kini saatnya kita akan mulai dan dengan implementasi yang menyeluruh secara nasional atas berbagai macam desain governing system yang selama ini berhasil kita bangun, dan kita temukan model strategi untuk implementasinya. Alhamdulillah.
Itulah sebabnya, maka dalam rangkaian kegiatan peringatan Harlah tahun ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menggelar dua kongres, yaitu Kongres Pendidikan yang kita mulai hari ini sampai insyaallah besok, dan yang kedua adalah Kongres Keluarga Maslahat yang akan kita selenggarakan tanggal 31 Januari dan 1 Februari yang akan datang.
Kenapa dua tema besar ini yang dipilih? Karena Nahdlatul Ulama ini didirikan sebagai perluasan dan upaya meningkatkan kapasitas dari khidmah pesantren beserta jaringannya.
Selama ini kita kenal satu ungkapan yang menyatakan bahwa NU adalah pesantren besar, sedangkan pesantren adalah NU kecil. Maka, seharusnya memang kehadiran Nahdlatul Ulama adalah juga merupakan wujud dari kehadiran pesantren dalam skala yang lebih luas, dengan kapasitas yang lebih besar.
Pesantren itu sendiri, Bapak Ibu yang saya hormati, adalah khidmah, layanan, yang terutama menyangkut dua arena, yaitu arena pendidikan dan arena pengasuhan masyarakat. Arena khidmatul 'ilm dan arena ri'āyatul ummah. Maka, dua agenda besar ini adalah menjadi juga arena utama dari pergulatan Nahdlatul Ulama dalam mengembangkan khidmahnya. Kegiatan-kegiatan yang lain, ikhtiar-ikhtiar yang lain yang di luar dua arena utama itu adalah kegiatan-kegiatan penyangga, kegiatan-kegiatan pendukung yang manfaatnya diharapkan dapat mendukung atau memberikan tambahan kapasitas bagi pelaksanaan khidmah di dua arena besar ini.
Kemarin, ketika Pak Pratikno ini menjabat sebagai menteri sekretaris negara dalam pemerintahan yang lalu, dan kemudian kerja untuk merealisasikan keinginan pemerintah memberikan konsesi tambang kepada NU, menjadi semacam inspirasi bagi jajaran pengurus NU di berbagai tingkatan untuk juga mencari cari kerjaan seperti itu. Pokoknya mencari apa yang kira-kira bisa menjadi uang. Ini adalah satu dinamika yang sebetulnya sangat positif, karena ada keinginan untuk secara mandiri membiayai berbagai macam kegiatan-kegiatan jam'iyah.
Tapi saya ingatkan berulang kali kepada seluruh jajaran pengurus NU: bahwa Nahdlatul Ulama ini adalah organisasi ulama, Nahdlatul Ulama bukan organisasi bisnis, ini adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang merupakan tempat bergabung dan wujud dari khidmah ulama kepada masyarakat. Maka, apabila kita mengupayakan atau menyelenggarakan juga berbagai macam kegiatan di luar arena pendidikan dan kemasyarakatan itu, itu semua adalah sekadar sebagai pendukung dari ikhtiar-ikhtiar utama yang menjadi tanggung jawab kita.
Bapak-bapak sekalian yang saya hormati.
Setelah 100 tahun Nahdlatul Ulama bergulat sejak didirikannya, 100 tahun lebih bergulat, baik sebagai jam'iyah maupun sebagai jamaah, baik sebagai organisasi atau sebagai komunitas—saat ini, kita menerima warisan kekayaan yang luar biasa besar dari berbagai macam inisiatif yang muncul di lingkungan Nahdlatul Ulama ini untuk memberikan khidmah kepada masyarakat, baik di bidang pendidikan maupun di bidang kemasyarakatan.
Tadi secara sekilas dalam tayangan video telah digambarkan: kita punya sekitar 13 ribu lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD), kita punya sekitar 26 ribu pesantren, kita punya 15 ribu sekolah dan madrasah, kita punya ratusan perguruan tinggi di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Tapi harus kita sadari, kita akui, dan kita pahami realitas bahwa semua inisiatif yang luar biasa besar—baik dari segi jumlah maupun skalanya—ini adalah inisiatif-inisiatif yang masing-masing muncul secara independen, merupakan inisiatif-inisiatif yang lahir dari semangat berkhidmah yang begitu saja dilaksanakan, tanpa menunggu apa pun. Sehingga nature dari setiap khidmah yang ada itu sebetulnya adalah khidmah-khidmah perorangan atau khidmah-khidmah kelompok-kelompok yang terpisah satu sama lain, dan sekarang sudah menjadi begitu banyak jumlahnya.
Ketika ibu-ibu Muslimat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, raudhatul athfal dan lain sebagainya, mereka itu tidak menunggu komando dari pengurus Muslimat, tidak menunggu—apalagi—komando dari pengurus NU. Mereka melihat ada banyak anak berkeliaran dan mereka bikin PAUD, begitu saja.
Ketika orang-orang di lingkungan Nahdlatul Ulama, jamaah, mendirikan sekolah-sekolah, mereka juga tidak menunggu siapa-siapa. Ketika mereka melihat kebutuhan adanya lembaga pendidikan, mereka mendirikan, begitu saja, dengan inisiatif individual di kalangan mereka sendiri. Bahkan kadang-kadang betul-betul perorangan, atau seseorang yang mengajak sekelompok kecil teman-temannya untuk membuat inisiatif-inisiatif. Dan masyaallah, semuanya—semua inisiatif yang mereka buat sendiri secara individual dan independen: beli tanah sendiri, jungkir balik untuk mencari biaya, membangun infrastruktur sendiri, mencari-cari tenaga pendidik ataupun tenaga lain yang dibutuhkan mereka cari sendiri, kadang-kadang banyak di antaranya yang melibatkan diri secara probono, tanpa bayaran.
Hari ini kita masih temukan di antara 13 ribu raudlatul athfal atau PAUD di lingkungan NU ini yang guru-gurunya tidak dibayar, atau dibayar dengan sangat, ya, sekadar pantes-pantesan, begitu saja. Ada PAUD-PAUD, misalnya, yang gurunya itu hanya digaji, diberi honor sebulan hanya 150 ribu. Mungkin tidak cukup, bahkan untuk mengganti transport. Kenapa harus diberi? Supaya pantas. Kenapa? Karena ini semua lahir dari semangat khidmah, semangat untuk ber-tabarruk kepada jam'iyah yang didirikan oleh para guru-guru besar kita, kiai-kiai besar kita. Ini masyaallah. Tidak minta kepada organisasi, tidak bertanya dan tidak pernah mengeluh kepada organisasi, tetapi semuanya—dengan sepenuh hati—menisbatkan khidmahnya itu kepada Nahdlatul Ulama. Ini masyaallah.
Maka, Bapak Ibu sekalian yang kami hormati, jam’iyah ini harus kemudian berpikir: apa yang harus dilakukan untuk membantu supaya inisiatif-inisiatif individual ini bisa berkembang lebih baik, bisa berkembang dengan proyeksi masa depan yang lebih bisa diperhitungkan?
Maka, Bapak Ibu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sampai pada pemikiran bahwa untuk sekian banyak inisiatif atau satuan-satuan khidmah yang sudah terlanjur ada itu, agar mereka semua dapat dikelola dengan lebih baik, tidak ada pilihan selain bahwa kita harus membangun sebuah governing system bagi sekian banyak unit-unit pelayanan tersebut. Ini berlaku baik untuk khidmah layanan-layanan di bidang pendidikan maupun kemasyarakatan yang lain, seperti kesehatan dan lain sebagainya.
Inilah, Bapak Ibu sekalian, yang kemudian diupayakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak awal masa khidmah ini: berusaha membangun desain-desain governing system untuk berbagi jaringan unit-unit layanan yang sudah ada di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Governing system itu berarti, pertama, harus ada pengendalian yang terstruktur dengan hierarki sampai ke pusat, supaya semuanya bisa dimonitor, dievaluasi, diadvokasi, dan seterusnya, sehingga setiap unit yang ada ini mendapat peluang, mendapat kesempatan untuk berkembang lebih baik dengan dukungan keseluruhan sistem, supaya masing-masing tidak harus jungkir balik, pontang-panting, dan kembang kempis sendiri-sendiri untuk memperjuangkan keberadaannya, tapi ada dukungan sistem untuk mengembangkan diri.
Itu berarti juga kita butuh desain sistem yang di dalamnya termuat ketentuan-ketentuan mengenai standar-standar; standar infrastruktur, standar kualitas, standar-standar yang relevan dengan berbagai macam layanan tersebut. Kita juga membutuhkan regulasi, aturan-aturan tentang bagaimana lembaga-lembaga atau unit-unit layanan itu seharusnya dikelola, dengan cara apa, prosedur-prosedur apa yang harus ditetapkan supaya semuanya berjalan dengan standar manajemen yang baik, dan kemudian harus berupaya untuk menegakkan disiplin di dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan sistem tersebut.
Hingga tahun ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama telah bekerja sangat keras untuk membangun desain-desain governing system tersebut, dan alhamdulillah kita kita sudah selesaikan sekaligus dengan model strategi implementasinya.
Mudahan-mudahan, dengan doa restu para kiai, para ulama, doa restu Bapak Ibu sekalian, para pecinta Nahdlatul Ulama, sesudah ini kita bisa secara lebih deliberate, menyeluruh, lebih komprehensif dan lebih merata menerapkan governing system ini bagi sekian banyak layanan-layanan yang ada di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Pada saat yang sama, kami juga menyadari bahwa Nahdlatul Ulama melakukannya sendirian. Jam'iyah Nahdlatul Ulama ini, kepengurusan organisasinya NU ini sendiri, kenyataannya, realitasnya, belum punya kapasitas yang mencukupi untuk melaksanakan berbagai macam upaya supaya itu sendirian. Itulah sebabnya, kami juga secara aktif berupaya untuk mendapatkan partner-partner kerja sama, dan di antara partner-partner kerja sama itu, tentu saja yang paling utama yang kami harapkan adalah dari pemerintah. Maka terima kasih kepada Bapak Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang telah hadir hari ini. Saya yakin sesudah ini yang hadir di NU bukan cuma orangnya, tapi dan lain-lainnya juga, insyaallah, karena kami memang butuh itu.
Kami ini, NU ini, berurusan dengan, menurut statistik, yang paling akhir di Alvara 2024 kemarin, kami berurusan dengan 57,6 persen dari populasi Indonesia. Itu berarti 57,6 persen dari sekitar 285 juta orang. Maka tidak mungkin satu organisasi nonpemerintah seperti NU mampu melakukan tugas untuk berurusan dengan sekian banyak orang ini sendirian tanpa dukungan dari pemerintah.
Dengan demikian, maka, Bapak Ibu sekalian, memang, kebutuhan untuk melakukan penempatan diri yang lebih tepat bagi NU ini di hadapan pemerintah dan berbagai macam stakeholder bangsa dan negara yang lain, ini harus kita lakukan. Itu sebabnya sejak awal, berulang-ulang saya sampaikan bahwa kedudukan NU di dalam realitas yang kita hadapi hari ini tidak ada pilihan lain selain untuk membantu pemerintah dalam menghantarkan agenda-agenda kemaslahatan kepada rakyat; menggunakan segala macam kapasitas yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama sebagai organisasi ini untuk membantu memastikan agar tujuan-tujuan kemaslahatan yang diagendakan oleh pemerintah sungguh-sungguh sampai dan nyata-nyata dirasakan oleh rakyat.
Itu punya konsekuensi, pertama bahwa—sebagaimana sudah saya sampaikan—NU tidak boleh menjadi pihak di dalam kompetisi politik. Bahwa NU, ketika melakukan artikulasi publik, tidak boleh menjadi artikulasi yang bisa dimaknai sebagai positioning politik di dalam isu apa pun. Apabila NU melakukan artikulasi publik, itu harus dimaksudkan sebagai edukasi, sebagai pembelajaran publik, untuk memberikan penerangan mengenai seluk-beluk, nature, realitas masalah yang terkait dengan isu-isu tersebut, karena NU tidak boleh menjadi pihak dalam kompetisi. Ini berarti juga, Bapak Ibu sekalian yang kami hormati, bahwa NU harus membuka diri dengan kerja sama yang seluas-luasnya dengan berbagai pihak yang relevan dengan khidmah Nahdlatul Ulama ini.
Alhamdulillah, kami telah berhasil membuat kesepakatan-kesepakatan kerja sama dengan hampir semua Kementerian dalam kabinet yang ada, Kabinet Indonesia Maju dan Kabinet Merah Putih ini, dan terus masih kita agendakan pembicaraan-pembicaraan dengan Kementerian-kementerian yang lain maupun badan-badan negara yang lain, karena tidak cara.
Saya sempat sampaikan kepada para pejabat pemerintah bahwa kalau NU ini tidak bekerja dalam skema kerja sama dengan pemerintah, itu nanti ujungnya NU jadi kurang kerjaan. Pengurus yang sebanyak ini—pengurus NU itu dari pusat ke ranting, kita hitung personelnya tidak kurang dari 2 juta orang—tidak mungkin NU sendiri membuat kegiatan yang dibiayai sendiri untuk 2 juta orang. Itu tidak mungkin. Yang mungkin hanya apabila ada kerjasama dengan pemerintah. Maka, ini adalah pilihan yang tidak terelakkan bahwa NU memang harus bekerja sama dengan pemerintah. Kalau tidak, ini pengurus NU akan menjadi kurang kerjaan, dan orang-orang kurang kerjaan itu biasanya ngawur. Kalau sekarang kita lihat ada orang-orang ngawur-ngawur itu pasti kurang kerjaan, karena nganggur.
Demikian juga, kita kembangkan kerja sama dengan berbagai lembaga lain. Insyaallah hari ini, nanti, saya akan menandatangani memorandum of understanding, kesepakatan atau kesepahaman dengan Universitas Gadjah Mada yang diwakili Bu Rektor—hari ini sudah hadir bersama kita—yang mudah-mudahan nanti bisa kembangkan menjadi dukungan akademik untuk berbagai macam khidmah yang dilakukan oleh NU, dan tentu saja, juga dukungan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas berbagai macam khidmah Nahdlatul Ulama di arena pendidikan ini.
Sebelum MoU ini sebetulnya sudah jalan kerja sama kita dengan UGM. Misalnya, kami meluncurkan inisiatif R20 itu dalam kerja sama dengan UGM. Kemudian kami juga meluncurkan buku Prosiding R20 itu dengan UGM, dan juga ada sejumlah inisiatif yang lain seperti—yang belum lama ini—kita menggelar workshop tentang pesantren, juga dekat dengan UGM. Alhamdulillah.
Ini bukan karena saya sendiri orang UGM, karena kewargaan saya di UGM juga sebetulnya masih tidak cukup jelas, karena saya DO dari UGM, dulu. Itu sebetulnya ancaman besar buat UGM, saya DO itu, karena Gus Dur pernah hilang bahwa dua orang di NU ini baru bisa lulus kalau kampusnya dibakar, yang satu Saifullah Yusuf, satunya lagi Yahya Staquf. Jadi saya sebetulnya agak khawatir, saya DO ini gimana caranya membakar UGM? Untungnya saya diberi gelar oleh UIN, sehingga UGM selamat dari kebakaran. (hadirin tertawa dan tepuk tangan).
Ini juga bukan karena rektornya yang sekarang Ova Emilia ini adalah putri seorang tokoh Nahdlatul Ulama di Jogja pada waktu itu, yakni Prof Zaini Dahlan, Rektor IAIN. Saya kira beliau juga syuriyah PWNU Jogja, waktu itu, alhamdulillah.
Tapi bukan karena itu kita menggalang kerja sama dengan UGM, tapi karena kita memang butuh mengembangkan jaringan kerja seperti ini untuk meningkatkan kapasitas dari khidmah Nahdlatul Ulama itu sendiri.
Mudah-mudahan semuanya inisiatif ini akan sungguh-sungguh membawa membawa manfaat ke depan dan membawa silsilah barakah, sanad barakah-barakah dari para muassis Nahdlatul Ulama. Saya sampaikan berkali-kali bahwa kita harus berniat segala pergulatan yang kita lakukan hari ini sebagai lanjutan dari barakah para muassis, karena kalau potongan orang-orang yang ada ini, saya kira, sangat meragukan kalau ini sudah mbarakahi. Kiai Cholil Nafis ini kelihatannya ndak mbarakahi. Tapi kalau melanjutkan sanad barakah dari muassis, maka yang dilakukan itu mudah-mudahan juga menjadi barakah dengan membawa barakah dari para muassis Nahdlatul Ulama.
Terima kasih, dan saya mohon kepada Pak Menko untuk nanti memberikan arahan dan memberitahu kepada kami apa saja yang bisa didatangkan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Dan insyaallah sesudah ini kita juga akan melakukan penandatangan nota kesepahaman antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan Universitas Gadjah Mada.
Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.
Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.