Nasional

Pidato Lengkap Ketum PBNU: Perjuangan Menuntut Keadilan dengan Rahmah

Senin, 6 Oktober 2025 | 14:30 WIB

Pidato Lengkap Ketum PBNU: Perjuangan Menuntut Keadilan dengan Rahmah

Ketum PBNU Gus Yahya saat berpidato dalam acara Harlah Ke-70 Sarbumusi, di Taman Ismail Marzuki, pada 28 September 2025. (Foto: dok. PBNU)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya didaulat memberi sambutan dalam Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-70 Konfederasi Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) bertajuk Sarbumusi Berdaya, Sarbumusi Berbudaya yang digelar di Taman Ismail Marzuqi (TIM), Jakarta Pusat, Ahad, 28 September 2025.


Berikut adalah salinan pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut.

***

Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.


Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillāh, wa 'alā ālihi wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.


Yang saya hormati Pak Menteri Ketenagakekerjaan, Profesor Yassierli. Yang saya hormati Presiden Konfederasi Sarbumusi, Saudara Irham Ali.


Irham ini presiden, tapi ya Sarbumusi aja [Hadirin tertawa], bukan presiden Republik Indonesia, presiden khusus Sarbumusi. Jadi kalau tadi dibilang kiai, itu ya kiai Sarbumusi aja, gitu. [Hadirin tertawa].


Yang saya hormati para tamu undangan, ada Pak Jumhur, ada wakil dari Mabes Polri, dan dari berbagai organisasi buruh, berbagai lembaga atau satuan industri yang ada di Indonesia ini, termasuk ada perwakilan dari organisasi buruh internasional. Yang saya hormati para pejuang-pejuang gerakan buruh di lingkungan Sarbumusi dan di Indonesia pada umumnya yang hadir bersama kita malam hari ini. Alhamdulillah saya juga ditemani oleh beberapa orang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), ada salah seorang Ketua Tanfidziyah (PBNU) Saudara Savic Ali; salah seorang Wakil Sekjen (PBNU) Saudara Najib Azca.


Kalau Sarbumusi ingin berbudaya, Sarbumusi hendak mengembangkan diri untuk menjadi lebih berbudaya, maka apa sebetulnya nilai-nilai dasar yang menjadi pondasi dari budaya yang hendak dikembangkan oleh Sarbumusi itu? Karena Sarbumusi ini adalah Serikat Buruh Muslimin Indonesia yang lahir dari kandungan jam’iyah Nahdlatul Ulama maka tentu nilai-nilai yang menjadi landasan budaya yang semestinya dikembangkan adalah nilai-nilai yang berakar di dalam wawasan Nahdlatul Ulama yang berakar dalam wawasan Islam Ahlussunnah wal Jamaah.


Untuk menyebut salah satu nilai yang paling utama, dalam konteks ini, adalah bahwa nilai paling dasar di dalam kehidupan bermasyarakat yang diperintahkan oleh Allah subhānahu wa ta’ālā yang pertama kali disebut adalah keadilan, al-‘adalah, sebagaimana disebut dalam Surat An-Nahl ayat 90, kalau tidak salah, yang sering kita dengar setiap khotbah Jum’at: Innallāha ya'muru bil-‘adli wal-iḫsāni wa ītā'i dzil-qurbā wa yan-anil-faḫsyā'i wal-mungkari wal-baghyi ya‘idhukum la‘allakum tadzakkarūn (QS. An-Nahl: 90).


Biasanya kalau sudah dengar begitu itu yang ngantuk-ngantuk bangun karena habis itu iqamat [Hadirin tertawa]. Biasanya begitu kalau khotbah Jumat itu.


Ini menarik sekali karena ayat (QS. An-Nahl: 90) ini menyebut Innallāha ya'muru tanpa objek. Jadi ada fi'il yang di dalamnya fa'il-nya jelas kembali kepada Allah, tapi tidak disebut maf'ul-nya. Maf'ul bih-nya tidak sebut.


Beda dengan di ayat lain, misalnya, dinyatakan Innallâha ya'murukum an tu'addul-amānāti ilā ahlihā… (QS. An-Nisa’: 58), ada objeknya, ada pelengkap penderitanya, maf'ul-nya disebut: ya’murukum, Allah memerintahkan kalian semua.


Tapi di dalam ayat (QS. An-Nahl: 90) ini maf'ul bih-nya atau objeknya tidak disebut: Innallāha ya'muru bil-‘adli wal-iḫsān dan seterusnya.


Kenapa? Karena inilah perintah yang universal: perintah yang diberikan bukan hanya kepada yang hadir, bukan hanya kepada yang mendengar, tetapi kepada segala yang ada; bahwa itu adalah perintah Allah yang mutlak.


Dan yang pertama-tama disebut adalah al-‘adl, untuk bertindak adil. Maka keadilan ini adalah nilai yang sangat mendasar sekali dalam Islam.


Gerakan buruh sepanjang sejarah, atau kalau kita pikirkan tentang kenapa ada gerakan buruh, maka kita bisa katakan bahwa gerakan buruh itu sesungguhnya adalah satu upaya kolektif untuk mendapatkan satu konstruksi hubungan yang lebih adil antara buruh dengan mereka yang mempekerjakan buruh, antara kaum buruh dengan pemilik modal.


Kenapa? Karena memang kaum buruh ini secara individual, sendiri-sendiri, secara struktural memang dalam posisi yang relatif lemah di hadapan pihak yang mempekerjakannya, di hadapan para pemilik modal. Sehingga apabila harus menghadapi employers, menghadapi mereka pihak yang mempekerjakan sendiri-sendiri, pasti buruh dalam posisi yang sangat lemah. Maka muncullah gerakan buruh ini agar bisa berhadapan secara kolektif dan melakukan pembicaraan, tawar-menawar secara kolektif dengan pihak yang mempekerjakan. Dan yang dituju apa? Lagi-lagi adalah keadilan.


Dan Allah memberikan izin kepada mereka yang berjuang untuk mendapatkan keadilan dan menghindarkan diri dari kezaliman. Ada ayat yang sangat tegas menyatakan bahwa mereka yang dizalimi boleh melawan. Ayatnya, Udzina lilladzīna yuqātalūna bi'annahum dhulimū,… (QS. Al-Hajj: 39). Barang siapa yang dizalimi boleh melawan. Kenapa? Karena keadilan adalah nilai pokok yang harus diperjuangkan.


Dan perintah ini bukan hanya perintah untuk menuntut, sebetulnya. Innallāha ya'muru bil-‘adl (QS. An-Nahl: 90) itu bukan hanya perintah untuk menuntut keadilan, tapi juga perintah untuk memberikan keadilan.


Itulah sebabnya, hadirin yang saya hormati, sebelum keadilan itu sendiri, kita harus memahami nilai yang menjadi titik tolak dari upaya untuk mewujudkan keadilan itu sendiri, yaitu apa yang kita pahami sebagai rahmah. Karena Islam ini sendiri, Rasulullah Muhammad shallallāhu alaihi wasallam diutus sebagai rahmatan lilālamīn. Mars Sarbumusi itu juga menyebut rahmatan lilālamīn. Saya tidak tahu bagaimana Sarbumusi menafsirinya karena katanya sudah ada kiainya di Sarbumusi ini [Hadirin tertawa]. Tapi jelas bahwa rahmah itu adalah nilai dasar sebelum yang lain-lain, karena rahmah itulah tujuan Allah mengutus rasul-Nya yaitu Sayyidina Muhammad shallallāhualaihi wasallam.


Rahmah itu apa? Rahmah itu adalah sikap kehendak untuk peduli dan bersedia membantu kepada siapa pun, pihak mana pun yang membutuhkan bantuan, untuk memberikan kemaslahatan kepada pihak lain. Ini adalah rahmah. Ketika kita melihat ada pihak yang membutuhkan bantuan, kemudian kita bertindak bukan hanya merasa kasihan saja, tapi bertindak untuk membantu, itulah rahmah. Ketika kita merasa memiliki sesuatu yang bisa kita berikan untuk memberikan maslahat kepada pihak lain, itulah rahmah. Maka rahmah itu sebetulnya bukan hanya soal perasaan, bukan cuma soal emosi, rahmah itu adalah pilihan.


Dalam berbagai keadaan orang boleh memilih untuk memperturutkan impuls atau dorongan-dorongan yang muncul dari keadaannya masing-masing. Tapi orang bisa memilih rahmah. Orang yang memegang wewenang, memegang kekuasaan, dia bisa memperturutkan impuls untuk menggunakan kekuasaan itu bagi kepentingannya sendiri, semau-maunya sendiri. Tapi dia bisa memilih rahmah untuk memberikan kemaslahatan kepada pihak lain, untuk memberikan kemaslahatan kepada rakyat. Itu adalah pilihan.


Mereka yang diperlakukan tidak adil dan kemudian menuntut keadilan, bisa saja memperturutkan impuls untuk merebut begitu saja apa yang tadinya direbut darinya dengan cara apa pun yang dia bisa. Tanpa rahmah, menuntut keadilan bisa dengan mudah jatuh kepada balas dendam, ketika diperlakukan tidak adil dan kemudian ingin merebut dengan cara apa pun apa yang telah diambil darinya. Tetapi dengan rahmah, maka perjuangan menuntut keadilan itu adalah perjuangan untuk mewujudkan kemaslahatan bersama. Dan, sekali lagi, rahmah adalah pilihan. Maka, mari memilih rahmah.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.

Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh. [Hadirin tepuk tangan].