Pola Antisipasi Kekerasan ala Pesantren Tebuireng dan Tambakberas, Pembina Kamar Jadi Garda Depan
Rabu, 28 Februari 2024 | 16:30 WIB
Ilustrasi: santri Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Grobogan, Jawa Tengah. (Foto: dok. Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo)
Jombang, NU Online
Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng Ustadz Anang Firdaus mengatakan, pada dasarnya setiap pesantren menolak kekerasan dalam bentuk apapun, tidak terkecuali Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.
"Tidak hanya pesantren Tebuireng yang menentang kekerasan di pesantren, semua pesantren menentang atas segala praktik kekerasan di pesantren," jelas dia kepada NU Online, Rabu (28/02/2024).
Ustadz Anang menjelaskan, untuk mengantisipasi kekerasan di pesantren tentu tidak cukup hanya dengan pernyataan menentang kekerasan saja. Namun, diikuti oleh sistem yang bekerja secara konsisten dan terstruktur.
Untuk di Pesantren Tebuireng, menurut Ustadz Anang, memiliki keamanan berlapis. Keamanan di tingkat pertama yaitu pada diri anak santri, penguatan dilakukan dengan pendekatan persuasif oleh pembina kamar. Juga dilakukan sosialisasi antisipasi terjadi kekerasan.
Pesantren Tebuireng lewat sistem yang berjalan, setiap kamar memiliki pembina yang ikut tidur di kamar juga. Tugas pembina kamar yaitu mendeteksi dini kasus kekerasan di kamar. Sehingga pembina bertugas menyelesaikan masalah kamarnya terlebih dahulu sebelum sampai ke keamanan pusat.
"Bahkan potensi masalah yang ada di kamar santri seharusnya bisa diatasi sejak dini. Jika pembina kamar belum bisa menyelesaikan, maka naik ke atas, bagian keamanan. Di keamanan nanti cara penanganannya ada cara bermacam-macam," ungkap dosen Ma'had Aly Hasyim Asy'ari ini.
Ustadz Anang menambahkan, jika permasalahan cukup besar, maka akan dipanggil orang tuanya, dilibatkan agar permasalahan tidak melebar ke mana-mana. Ikut serta membimbing dan menguatkan mental anak.
Selain itu, Pesantren Tebuireng sejak kepemimpinan KH Salahuddin Wahid, tahun 2014-2015 melakukan kerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang untuk pelatihan seputar konseling dan pembinaan yang diikuti oleh pembina pesantren Tebuireng.
"Saya ikut pelatihan bersama tim dari UIN Malang saat menjadi pembina kamar. Harapannya untuk kasus-kasus yang potensial untuk memberikan dampak besar, bisa ditangani sejak awal. Hingga tidak sampai terjadi kekerasan," ungkapnya.
Umumnya, ungkap Ustadz Anang, kasus kekerasan terjadi karena ada sebab. Sebab ini perlu dideteksi sejak awal seperti salah paham, komunikasi yang tidak efektif, bullying, gengsi. Peran pembina kamar yaitu menyelesaikan permasalahan sejak awal. Pola seperti ini sudah ditetapkan di Tebuireng sejak lama. Ada penanganan persuasif oleh pembina kamar.
Proses penanganan kasus di Tebuireng dilakukan secara bertingkat, tingkat pembina kamar, keamanan pondok, pimpinan pondok, pengasuh, apa bila pelaku tidak bisa dibina lagi maka dengan terpaksa dikeluarkan.
"Ketika ada kasus kekerasan di Tebuireng, maka dibentuklah tim investigasi. Kasus kekerasan jadi perhatian pihak Tebuireng dan pesantren pada umumnya. Persuasif dan konselor dari pembina kamar," katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Ketua Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Ustadz Asadul Arifin, kasus kekerasan jadi perhatian khusus di instansi yang dikelolanya.
Ia juga mengapresiasi peran aktif berbagai pihak dalam mengantisipasi kasus kekerasan di pesantren. Sebagai langkah antisipasi dan pencegahan, pihaknya terus memperhatikan santri-santri melalui pembimbing/pengurus setiap kamar.
Santri senior di kamar juga dikumpulkan untuk diberi pengarahan dan edukasi. Agar santri senior bisa menjadi contoh yang baik di kamar. Juga ada sosialisasi secara massal dan masif terkait isu ini.
"Hari-hari ini isu bulliying memang lagi deras, apalagi setelah kasus di salah satu pondok daerah Jawa Timur. Banyak pihak yang menghubungi saya untuk lebih memperhatikan masalah ini, saya tentunya sangat berterima kasih atas pengingat dan masukannya yang akan kami pegangi terus," tandas Asadul Arifin.