Nasional

Populisme Mengancam, Demokrasi Perlu Ditopang Riset dan Nalar

Sabtu, 27 September 2025 | 22:00 WIB

Populisme Mengancam, Demokrasi Perlu Ditopang Riset dan Nalar

Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (Foto: Dok. DPR)

Jakarta, NU Online
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyatakan bahwa demokrasi Indonesia hanya akan kuat bila dibangun di atas partisipasi warga yang luas serta kebijakan publik yang berbasis riset dan data ilmiah.

 

Hal itu ia sampaikan dalam Festival HAM 2025 yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Sabtu (27/9/2025).

 

Willy mengingatkan bahwa demokrasi tidak boleh dipahami sebatas pencapaian hasil politik.

 

“Demokrasi itu bukan masalah hasil. Demokrasi adalah soal aturan main, soal ruang yang memungkinkan semua orang bisa terlibat, berdialog, dan berkompetisi secara setara,” ujarnya.


Ia menilai kualitas demokrasi akan runtuh bila ruang partisipasi rakyat dipersempit atau hanya dikuasai elite politik. Karena itu, representasi warga tidak boleh hanya bergantung pada partai politik, melainkan juga membuka jalur alternatif yang memberi ruang bagi generasi muda untuk bersuara.


Willy juga menyinggung bahaya populisme yang kerap mengklaim suara rakyat sebagai kebenaran absolut. Menurutnya, aspirasi rakyat adalah kebutuhan yang sah, tetapi tidak selalu otomatis menjadi kebenaran politik.


“Aspirasi itu kebutuhan, iya. Tapi apakah selalu kebenaran? Belum tentu. Politik harus berbasis data, riset, dan nalar rasional, bukan hanya emosional,” jelasnya.

 

Kebijakan harus berbasis riset
Willy menekankan bahwa setiap kebijakan negara semestinya lahir dari riset yang serius, bukan hanya dari kepentingan politik jangka pendek.

 

“Saya selalu mendorong agar di DPR setiap kebijakan yang dibuat minimal 10 persen berbasis riset. Belum tentu benar hari ini, tapi bisa menjadi kebenaran 20 tahun ke depan,” tegasnya.


Menurutnya, kesalahan dalam pendataan dan absennya riset yang kuat hanya akan melahirkan kebijakan yang jauh dari kebutuhan rakyat.


Willy pun mengajak generasi muda untuk aktif mengambil peran dalam memperkuat demokrasi. Ia menilai Festival HAM menjadi ruang penting bagi anak muda untuk menyampaikan gagasan dan kritik secara terbuka.


“Kalau kalian mau bikin partai baru, mau membentuk gerakan politik alternatif, silakan. Demokrasi memberi ruang untuk itu. Masa depan republik ini ada di tangan kalian,” pungkasnya.