Prof Quraish: Kehidupan dan Risalah Nabi Muhammad Bukti Keterlibatan Allah
Rabu, 5 Oktober 2022 | 23:00 WIB
Jakarta, NU Online
Cendekiawan Muslim Indonesia Prof HM Quraish Shihab mengungkapkan pentingnya mendudukkan Rasulullah saw dalam kedudukan yang sebenarnya. Yakni, dengan menjadikannya sebagai bukti adanya keterlibatan Allah swt.
“Ketika Nabi Muhammad lahir, sehari atau dua hari disusui ibunya. Lalu disusui oleh Nufaisah, baru kemudian Halimah. Setelah itu, sebagaimana adat masyarakat Arab bahwa setelah lahir bayi-bayi dibawa ke Ka’bah. Nanti akan ada orang-orang pedalaman datang mengambil bayi-bayi itu untuk disusui,” tuturnya dalam YouTube Quraish Shihab, Rabu (5/10/2022).
Prof Quraish menuturkan, saat Nabi masih bayi tidak ada yang mau mengambil untuk disusui karena beliau anak yatim. Orang-orang itu berpikir tidak akan mendapatkan uang banyak.
Ini menunjukkan bahwa semua kejadian dan langkah yang dilakukan Nabi Muhammad saw selalu diatur oleh Allah. Hal ini sebagaimana Allah mengatur kehidupan Nabi Musa sejak bayi.
Baca Juga
Tanggal Lahir Nabi Muhammad
“Nabi Musa dilempar ke sungai Nil, kemudian Fir’aun memeliharanya dan mencarikan seseorang yang bisa menyusuinya. Setiap kali mendapatkan orang, ternyata Nabi Musa tidak mau menyusu. Itu semua diatur oleh Allah, begitu juga dengan Nabi Muhammad saw,” ungkapnya.
Hal ini, kata Prof Quraish, karena Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai bukti keterlibatan Allah dalam kehidupannya dan dalam risalahnya. Seperti di dalam surat Al-Bayyinah ayat 1 yang menyebutkan bahwa Allah memelihara alam raya, menentukan segala sesuatu dan memberi petunjuk segala sesuatu.
Menurut penulis tafsir Al-Misbah itu, alam raya dan manusia sebelum datangnya Nabi Muhammad saw dalam keadaan yang gelap. Ahlul kitab, Yahudi, dan Nasrani akan tetap dalam keyakinan mereka sampai Allah mengutus seorang Nabi, hingga datang kepadanya bukti berupa Rasul.
“Semua kehidupan beliau akan menjadi bukti. Jika ada yang luar biasa dari konteks kenabian maka kita harus percaya selama ada dasarnya yang kuat. Jika tidak ada dasarnya yang kuat, maka tidak perlu macam-macam,” ujarnya.
Prof Quraish juga menyebutkan bahwa orang yang mempelajari dan menghayati sejarah maka ia menambah sekian banyak usia dari usianya. Misalnya seseorang yang belajar sejarah Nabi yang usianya 63 tahun maka akan bertambah 63 tahun usia orang itu, kemudian jika mempelajari sejarah lain maka akan bertambah lagi usia orang tersebut.
“Ini harus dilakukan dengan menghayati karena dengan penghayatan seakan-akan seseorang hidup pada zaman itu. Ada orang membaca sejarah nabi dan tidak jarang mereka merasa ikut takut atau ikut menangis karena ia merasa hidup di masa itu,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori