Provokasi Konten Wahabi Bagai Bakar Rumput di Padang Ilalang
Jumat, 5 Maret 2021 | 22:59 WIB
Jakarta, NU Online
Pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang meminta agar pemerintah lebih serius dalam memantau konten Wahabi diamini oleh Dr Adnan Anwar. Konten-konten yang diproduksi dengan cara menyalahkan kelompok lain menurut Instruktur Nasional Pendidikan Kader Penggerak NU (PKPNU) ini sebagai provokasi yang sangat berbahaya bagi kelompok masyarakat luas.
“Konten-konten itu menurut saya sudah mengarah kepada ‘membakar rumput di padang ilalang’. Yang mana ancaman ini menggunakan strategi propaganda dan ghazwatul fikr atau perang pemikiran,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/3).
Salah satu alasan yang dikemukakan Adnan adalah, konten beraliran Wahabi tidak menghormati, atau bahkan menyalahkan kepercayaan kelompok lain. Sehingga perbedaan furu’ di dalam Islam yang seharusnya menjadi rahmat, malah menjadi sumber perpecahan.
“Karena media dakwah kelompok-kelompok Wahabi ini bukannya memahami perbedaan yang ada di Indonesia ini sebagai rahmat, namun perbedaan sebagai jalan pengukuhan kebenaran kelompoknya untuk meng-exclude kelompok lain dari Islam,” kata dia.
Diawali membid’ahkan lalu mengafirkan
Adnan menjelaskan tahapan yang dimainkan kelompok Wahabi. Pertama, kelompok ini membid'ahkan ajaran kelompok lain. Upaya ini biasanya dilakukan dengan mengabaikan konteks turunnya Ayat Al-Qur’an dan Hadits, serta tidak mengindahkan tafsir ulama terdahulu.
Setelah proses bid’ah, lanjut Adnan, kedua, kelompok Wahabi akan melancarkan serangan takfiri atau mengafirkan. Kelompok lain yang tidak sejalan dengan dia akan dianggap kafir dan keluar dari Islam.
Proses itu, lanjutnya, sangat berbahaya untuk negara Indonesia yang memiliki ribuan suku bangsa. Maka itu, kampanye kelompok Wahabi seperti ini, lanjutnya harus diantisipasi.
“Bangsa kita bisa terpecah kalau pemerintah masih membiarkan dan masyarakat termakan isu hoaks yang disebarkan kelompok itu. Jadi pemerintah jangan ragu dan masyarakat sendiri pasti mendukung kalau media-media yang dibuat kelompok-kelompok ini diberangus,” tegas Adnan.
Pemerintah sebenarnya telah sering melakukan penindakan pada website yang diduga mendorong paham radikalisme dan terorisme. Pada tahun 2015 misalnya, pemerintah mengumumkan telah memblokir puluhan website radikal yang diduga terafiliasi dengan gerakan terorisme.
Demikian pula pada tahun-tahun berikutnya. Misalnya, pada tahun 2018, melalui surat nomor 321/HM/KOMINFO/12/2018, Kemkominfo mengumumkan telah memblokir 500 situs terorisme, radikalisme dan separatisme.
Demikian juga pada tahun berikutnya, pada 2019, Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ferdinandus Setu mengatakan Kemkominfo selama 2019 telah memblokir sebanyak 1.500 situs dan akun media sosial yang memuat konten radikalisme dan terorisme.
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin