Rais ‘Aam PBNU Harap Halaqah Fiqih Peradaban Hasilkan Kader Terbaik
Kamis, 28 Desember 2023 | 14:30 WIB
Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, saat sambutan pembuka dalam Halaqah Fiqih Peradaban yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, pada Kamis (28/12/2023). (Foto: tangkapan layar Youtube Pondok Lirboyo_Rai
Kediri, NU Online
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar berharap Halaqah Fiqih Peradaban bisa menghasilkan kader terbaik bagi Perkumpulan NU. Hal ini disampaikan saat ia membuka acara Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur pada Kamis (28/12/2023).
“Mudah-mudahan acara ini sukses dan sampai selesai sehingga bisa menghasilkan kader-kader yang terbaik, kader yang benar-benar kader, bukan kader yang kadir (mahakuasa), apalagi kader yang keder (bingung). Jadi, benar-benar kader,” kata Kiai Miftah dalam acara yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Pondok Lirboyo ini.
Kiai Miftah juga menegaskan bahwa kader-kader NU perlu untuk memenuhi parlemen, khususnya kader yang telah mengikuti Halaqah Fiqih Perdaban karena dianggap telah memiliki kemampuan yang mumpuni.
“Saya berharap kader-kader kita bisa memenuhi kursi-kursi parlemen, yakni kader yang punya komitmen yang kuat, kader yang setelah mengikuti Halaqah Fiqih Peradaban karena mereka yang mengikuti halaqah ini insyaallah termasuk kader yang mumpuni dan bisa apa yang kita harapkan,” harap Pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya itu.
Amar ma’ruf tidak boleh sembarangan
Lebih lanjut, Kiai Miftah menyampaikan bahwa melakukan amar ma’ruf tidak boleh sembarang, apalagi sampai mendatangkan kemungkaran. Sebab hal itu bisa merusak tujuan awal, bahkan bisa berubah menjadi suatu kemungkaran.
“Kita maunya amar ma’ruf nahi munkar, tapi justru mendatangkan mungkar yang lebih besar, maka ini menjadi mungkar juga. Ma’rufnya berubah menjadi munkar,” ucapnya.
Ia kemudian memberikan contoh sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang oleh Imam Syafi’i disebut sebagai khalifah kelima dari Khulafaur Rasyidin. Pada saat itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah dituntut oleh putranya agar mengembalikan suasana seperti zaman Khulafaur Rasyidin, tetapi Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan tegas menolaknya.
“Khalifah al-Khamis, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah dituntut oleh putranya yang keras dan tegas untuk segera mengembalikan suasana seperti zaman Khulafaur Rasyidin. Yang bid’ah harus diberantas, yang mungkar harus diberantas, kembali seperti zaman Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyin,” kata Kiai Miftah.
“Apa jawab dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz? ‘Jarak saya menjadi khalifah dengan khulafaur rasyidin tidak kurang dari 60 tahun.’ Jadi setelah Sayyidina Hasan menyerahkan kedaulatan kepada Muawiyah rentang waktu 60 tahun, baru Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu menjadi khalifah,” lanjutnya.
Kemudian, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyatakan bahwa jarak 60 tahun itu penuh dengan bid’ah. Jika dipaksa untuk menerapkan seperti zaman Khulafaur Rasyidin, maka bisa memunculkan kemungkaran yang dilakukan olehnya.
“Kalau saya dipaksa segera mengembalikan seperti zaman Khulafaur Rasyidin, justru upaya perjuangan saya menjadi mungkar karena perjuangan saya akan dihadang oleh kekuasaan yang besar yang selama 60 tahun itu menguasai dunia,” beber Kiai Miftah.
Sebagai informasi, Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Lirboyo Kediri itu dihadiri sejumlah tokoh. Di antaranya Pengasuh Tertinggi Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH Anwar Manshur, Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar, Rais Syuriyah PBNU KH Abdullah Kafabihi Mahrus, Katib ‘Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Sekretaris Jenderal PBNU H Saifullah Yusuf.