Nasional

Rais ‘Aam PBNU Jelaskan Makna Santri

Selasa, 1 November 2022 | 04:30 WIB

Rais ‘Aam PBNU Jelaskan Makna Santri

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar pada puncak peringatan Hari Santri di PCNU Sumenep, Senin (31/10/2022) mengatakan di mana pun berada, santri adalah seorang Mukmin yang melaksanakan syariat, takwa dan tahan banting pada kondisi apa pun. (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online

Di mana pun berada, santri adalah seorang Mukmin yang melaksanakan syariat, takwa, dan tahan banting pada kondisi apa pun. Ketika disebut asma dan ayat-ayat Allah, puncaknya adalah totalitas kepasrahan santri kepada-Nya. Mereka itulah yang disebut santri 24 karat. Karena 100 persen tahan banting dan tidak mengenal cuaca.

 

Penjelasan tersebut disampaikan oleh KH Miftachul Akhyar, Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada acara Ngaji Kesantrian di Aula Asy-Syarqawi Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur. Acara ini dalam rangka puncak Hari Santri yang dihelat oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Senin (31/10/2022).


"Santri yang seperti itu, Allah akan meninggikan derajatnya, mendapat pengampunan, dilimpahkan rezeki. Di mana pun mereka eksis, ia tidak pernah goyah keimanannya, malahan semakin bertambah. Yang dihadapinya adalah tantangan, amanah dan tugas Allah yang harus diselesaikan," ujarnya mengawali pengajian.

 

Sebagaimana dikenal oleh khalayak, lanjutnya, santri terdiri dari gabungan antara penggalan kata insan dan bahasa Sanskerta tri. 'San' artinya insan manusia, 'Tri' artinya orang yang memiliki iman, Islam dan ihsan. Tiga sifat ini melekat dalam jiwanya, sehingga ia mewarnai dirinya dan kehidupan masyarakat serta bernegara.


"Ini yang layak disebut santri," ungkapnya.


"Kendati demikian sulit dijumpai. Begitu mulia dan tinggi maqam kesantrian. Santri bukan sekedar belajar di pesantren, tetapi mereka yang mengajar seperti halnya nabi mengajar pada sahabatnya. Tanpa Nabi dan sahabat, kita tidak akan sampai pada maqam itu," paparnya.


Tak hanya itu, pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya itu menjelaskan definisi santri lainnya. Santri adalah orang yang berpegang teguh pada tali Allah dan agama menajdi pilihan pertama. Selain itu, ia bepegang pada sunnah Rasul, yang kelak menjadi pelita dalam setiap kehidupannya.


"Santri seperti ini tidak terpengaruh pada kelompok kanan dan kiri, tetapi berjalan di atas rel atau tracknya yang jelas. Kami katakan ia seimbang dalam kehidupannya. Masih banyak santri seperti ini, termasuk yang ada di Madura, khususnya di pesantren Annuqayah. Ini yang diharapkan oleh muassis NU," tutur Kiai Miftach sapaannya.


Kiai yang pernah mengemban amanah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengutarakan, sejak dulu hingga sekarang, santri tetap sederhana, elastis dan mau masuk ke ruang manapun dalam rangka dakwah. Santri tidak mengelompokkan diri, tapi berbaur dengan semua golongan dalam rangka memberikan pencerahan.


Dijelaskan, yang dimaksud dengan membangun peradaban dalam tema besar 1 Abad NU adalah jamiyah tidak memikirkan masalah lokal saja (Indonesia), tetapi NU akan memberikan solusi perdamaian di tengah-tengah kancah global.


Menurut pandangannya, ini pengalaman santri NU untuk mendunia. Oleh karenanya, pada bulan November nanti, pihaknya akan mengundang tokoh agama di dunia dalam rangka memberikan pemahaman bahwa agama menjadi poros penting tentang perdamaian dunia.


"Sebagaimana visi misi Islam yang dilakukan Rasulullah dalam sebuah perjanjian Madinah. Tidak kurang dari 49 pasal untuk kepentingan penduduk Madinah yang mayoritass muslim. Kira-kira 10 persen untuk kepentingan umat Islam. Sembilan puluh persennya untuk kelompok non-Muslim," terangnya.


Tujuannya, agar mereka bisa hidup di Madinah dengan damai dan tidak ada pertentangan, penuh dengan kekeluargaan. Tentunya, ini dakhwa Islam yang mengajak tidak mengejek, merangkul tidak memukul, membina tidak menghina, menyanyangi tidak menyaingi. Itu semua adalah dakwah NU.


Kiai Miftach menyatakan, santri NU ditunggu kiprahnya oleh dunia internasional. Negara-negara Timur Tengah yang notabene muslim, sampai sekarang belum menyelesaikan konflik. Namun, tiba-tiba tugas ini rupanya mau dialihkan ke Indonesia, khususnya NU.


Sebuah keistimewaan bagi pengurus NU yang menanti 1 Abad ini. Seratus tahun menurutnya, bukan waktu yang sebentar. Dari sinilah pengurus diminta untuk menuangkan pemikirannya untuk mengisi peringatan 1 Abad NU.


"Allah akan mengirim setiap awal dan akhir 100 tahun seorang pemimpin yang akan menyegarkan kembali kekeroposan. Sama halnya dalam tubuh jam'iyah, Allah akan mengirimkan kader terbaik untuk menyegarkan kembali organisasi yang dirintis oleh muassis NU," tandasnya.


Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan