Ramai Kasus Bullying, JPPI: Perkuat Sistem Sekolah Ramah Anak dan Komunikasi Keluarga
Selasa, 20 Februari 2024 | 17:00 WIB
Jakarta, NU Online
Media sosial X alias Twitter tengah ramai dengan cerita kasus bullying atau perundungan siswa SMA di kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang belakangan menjadi viral.
Kabar tersebut diungkap oleh akun menfes @tanyarlfes yang mengunggah sejumlah foto dan cerita tentang bullying melibatkan anak-anak sebuah SMA di kawasan Serpong.
Melihat kenyataan ini, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menegaskan bahwa mata rantai bully dan kekerasan harus diputus. Caranya dengan memperkuat sistem dan ekosistem yang ramah anak di sekolah dan komunikasi di dalam keluarga.
“Pertama, sekolah harus menciptakan sistem dan ekosistem yang ramah anak, melibatkan semua aktor. Kemudian, orang tua harus bisa memperkuat komunikasi dengan anaknya,” Ubaid kepada NU Online, Selasa (20/2/2024).
Sistem dan ekosistem yang dimaksud Ubaid, contohnya sistem deteksi dini, perlindungan saksi dan korban, serta penegakan hukum yang diciptakan oleh pihak sekolah.
“Hal-hal demikian itu sebetulnya cukup disesuaikan dengan kebutuhan dan urgensi di lapangan. Artinya, tidak melulu mengandalkan dinas pendidikan saja,” tegasnya.
Hal lain yang menurut dia tidak kalah penting adalah memperkuat komunikasi di dalam keluarga. Orang tua harus mampu berkomunikasi dengan anaknya agar anak punya trust (kepercayaan) kepada orang tua sehingga komunikasinya bisa saling terbuka.
Intervensi orang tua sejak dini, lanjut dia, diharapkan dapat mencegah perilaku bullying dan mencegah agar anak tidak menjadi pelaku kekerasan.
“Intinya komunikasi keluarga jadi kunci dalam mencegah terjadinya bullying,” jelasnya.
Terkait sistem yang perlu sekolah bangun, ia menegaskan bahwa hal tersebut menjadi kepentingan semua pihak, mencakup orang tua dan masyarakat di dalamnya.
Dalam hal bullying, tambah dia, orang tua harus aktif dan mau mendesak sekolah untuk membuat sistem tadi, dan juga membuat ekosistem pembelajaran yang produktif partisipatif dengan melibatkan semua aktor di sekolah.
“Orang tua, peserta didik, dan masyarakat itu harus dilibatkan untuk memutuskan rantai bullying di sekolah ini. Bukan cuma tenaga pendidik saja,” tandasnya.