Resolusi 2024: KPAI Dorong Transformasi Lingkungan Aman tanpa Kekerasan di Satuan Pendidikan
Jumat, 29 Desember 2023 | 17:00 WIB
Jakarta, NU Online
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) klaster pendidikan, Aris Adi Leksono menyoroti sejumlah permasalahan di satuan pendidikan sepanjang tahun 2023 yang belum mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Pendidikan yang idealnya memberi rasa aman dan nyaman kepada peserta didik justru diwarnai dengan aksi kekerasan dari oknum tertentu yang mengarah kepada kekerasan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga pendidik.
“Ini sesuatu hal yang ironis, kita sesalkan karena pendidikan dengan keramahan harusnya bisa dihadrikan namun tercederai oleh oknum tertentu yang kemudian melakukan kekerasan terhadap peserta didik dalam interaksi di lingkungan satuan pendidikan,” kata Aris kepada NU Online, Jumat (29/12/2023).
Tahun 2023, KPAI menerima laporan lebih dari 3.800 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan di satuan pendidikan menduduki peringkat kedua setelah kekerasan seksual dan fisik. Fenomena ini amat disayangkan karena pendidikan harusnya mempromosikan keramahan.
“Ini sesuatu hal yang patut kita cermati bersama, sikapi bersama sehingga bisa kita carikan solusi untuk perbaikan satuan pendidikan agar satuan pendidikan kita mengemban amanat perlindungan untuk peserta didik di dalamnya,” jelas dia.
Aris mengatakan semestinya pendidikan memberikan perlindungan dalam rangka mendukung tercapainya lulusan yang berkompeten dan punya daya saing yang unggul tercermin dalam generasi emas Indonesia tahun 2045.
“Anak di Indonesia jumlahnya sepertiga dari seluruh penduduk di Indonesia, maka menjaga anak sesungguhnya menjaga masa depan Indonesia. Ini bonus demografi yang patut dibanggakan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Jika anak dalam tumbuh kembangnya diwarnai kekerasan berupa perundungan akan jadi bumerang. Sebab, anak tidak tumbuh kembang secara kognitif, secara maksimal berdasarkan minat bakat.
Tahun 2024, menjadi momentum untuk bersama menghapus kekerasan di satuan pendidikan. KPAI mengajak kolaborasi dan sinergi dari semua pihak termasuk orang tua, kelompok masyarakat, RT/RW, dan pemerintah untuk mencari solusi dan melakukan perubahan. Tiga poin penting yang diusulkan yakni;
Pertama, mengoptimalkan tri pusat pendidikan. Aris mengatakan diperlukan kolaborasi intensif antara satuan pendidikan, orang tua, dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang terawasi dengan baik tidak hanya di dalam tetapi juga di luar sekolah.
“Peran satuan pendidikan harus kita dorong intens bagaimana melakukan sosialisasi, edukasi, melakukan langkah pencegahan dengan pembentukan satgas bersama-sama mengawasi aktivitas peserta didik. Tidak hanya dalam satuan pendidikan tetapi juga di luar satuan pendidikan,” terang dia.
Kedua, penguatan pendidikan karakter. Perlu ditekankan pentingnya membentuk karakter dan adab akhlak sejak dini sehingga peserta didik tumbuh dengan sikap yang baik dan saling menjaga. Menurutnya dengan begitu akan tertutup celah peserta didik melakukan kekerasan pada sesama temannya ataupun kekerasan orang dewasa kepada peserta didik di lingkungan satuan pendidikan.
“Harus menemukan instrumen agar peserta didik dan juga warga satuan pendidikan mampu menumbuhkan rasa untuk saling melindungi, menjaga temannya, gurunya dalam hal ini penguatan pendidikan karakter. Peguatan pendidikan karakter adab dan akhlak harus kita gerakkan di satuan pendidikan,” ajaknya.
Ketiga, pendekatan berbeda dalam penanganan masalah. Aris menjelaskan guru perlu mendekati siswa dengan cara yang berbeda lebih fokus pada pembinaan dan perhatian intensif bukan sekadar hukuman. Dalam konteks pencegahan kekerasan di satuan pendidikan perlu kiranya mengubah pola pikir dan paradigma kebijakan.
“Hari ini menghukum siswa bukan suatu hal yang bisa menyelesaikan persoalan. Kita perlu melakukan pendekatan yang berbeda agar siswa tumbuh kepercayaan kepada gurunya. Perhatian yang intensif dari guru terhadap perilaku peserta didik akan membantu siswa ketika menghadapi masalah mencari guru sebagai rumah. Guru juga bisa memberikan solusi agar anak kembali semangat mengikuti pelajaran dan sembuh dari trauma fisik maupun psikis yang diterima,” jelas Aris.
Keempat, pemerintah diharapkan turun tangan dengan mengoptimalkan pusat pendidikan dan mendorong langkah-langkah deteksi dini serta preventif. Dengan demikian, diharapkan satuan pendidikan dapat menjadi tempat aman dan nyaman memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
“Kita harus benar-benar optimal mendorong pemerintah daerah, satuan pendidikan mengaktifkan satgas dan tim pencegahan kekerasan untuk bisa bekerja optimal melakukan langkah-langkah deteksi dini, preventif agar anak-anak tidak menjadi pelaku atau korban kekerasan di satuan pendidikan,” tandasnya.
Dalam upaya menciptakan Indonesia emas dengan perlindungan optimal bagi anak-anak, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Sholihah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memberikan dukungan optimal pada pengasuhan positif dimulai dari keluarga.
Upaya ini bertujuan tidak hanya untuk mencegah kekerasan terhadap anak-anak tetapi juga untuk membantu optimalisasi peran mereka dalam masyarakat. Ai Maryati Sholihah menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan anak-anak secara sehat dan aman.
"Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan positif anak-anak. Ini adalah langkah kritis menuju Indonesia yang maju dan anak-anak yang terlindungi," ujar Ai Maryati.
KPAI juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk aktif terlibat dalam mencegah kekerasan terhadap anak-anak dan memberikan dukungan nyata pada keluarga dalam pengasuhan positif. Dengan demikian, diharapkan akan terbentuk generasi yang lebih unggul dan berkontribusi positif pada kemajuan bangsa.
"Mari kita bersama-sama menjalankan peran masing-masing, mendukung setiap langkah menuju Indonesia emas yang memiliki anak-anak terlindungi dan maju. Partisipasi aktif kita akan menjadi kunci keberhasilan untuk menyongsong masa depan gemilang Indonesia," pungkasnya.
Data KPAI menunjukkan bahwa pengaduan kasus perlindungan anak sepanjang Januari hingga November 2023 mencapai 2.265 kasus dan pengaduan online mencapai 2.144 kasus terkait Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA). Dengan kategori tertinggi berkaitan dengan kejahatan seksual termasuk kekerasan fisik, juga psikologis, kasus pornografi, dan kejahatan siber.
Jika melihat data KPAI kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan merupakan yang tertinggi kedua setelah kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga. Angkanya mencapai 209 pengaduan. Jauh lebih rendah dari 1.305 pengaduan di lingkungan keluarga.