Nasional

Ruang Digital Penuh Ancaman, Kekerasan terhadap Perempuan di Medsos Terus Meningkat

Jumat, 28 November 2025 | 11:00 WIB

Ruang Digital Penuh Ancaman, Kekerasan terhadap Perempuan di Medsos Terus Meningkat

Perwakilan United Nations Population Fund (UNFPA) Verania Andria dalam Acara Kampanye 16 HAKTP Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (27/11/2025). (NU Online/Rikhul Jannah)

Jakarta, NU Online

Perwakilan United Nations Population Fund (UNFPA) Verania Andria menyebut bahwa ruang digital yang semestinya menjadi tempat berekspresi justru berubah menjadi ruang penuh ancaman, khususnya bagi perempuan.


Ia menilai tren kekerasan terhadap perempuan di media sosial terus mengalami peningkatan.


“Melihat dari tren di Facebook, Tiktok, Instagram, kekerasan pada perempuan terus meningkat setiap hari,” ujarnya dalam acara 16 HAKTP bertajuk Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (27/11/2025).


Dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) 2025, UNFPA menegaskan bahwa fokus tahun ini diarahkan pada isu kekerasan berbasis digital.


Verania menyoroti maraknya kasus love scamming yang membuat banyak anak perempuan mengalami tekanan psikologis dan guncangan mental.


“Kita sudah sering dengar bahwa anak-anak muda diajak ngomong enggak mau karena sibuk begini aja. Dan ternyata ruang digital pun bukan menjadi ruang aman bagi anak-anak perempuan khususnya,” ungkapnya.


Menurutnya, kampanye ini juga bertujuan mendorong edukasi penggunaan media sosial yang aman bagi perempuan.


“Itu diperlukan dukungan dari keluarga, pemerintah, dan komunitas dalam kepedulian dan pemahaman dari anak-anak muda itu sendiri. Kolaborasi ini menjadi penting,” ujar Verania.


Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menjelaskan bahwa 90 persen kasus kekerasan terhadap perempuan berawal dari media sosial.


“Dari beberapa kasus yang kami tangani langsung itu 90 persen, memang (berawal) dari media sosial,” ucapnya.


Ia mengingatkan bahwa tanpa literasi media yang memadai, anak-anak sangat mudah terpapar risiko kekerasan daring. Media sosial dapat membawa manfaat besar, tetapi penyalahgunaannya berdampak serius bagi anak, orang tua, maupun masyarakat.


Arifah mengatakan pola asuh keluarga kini menghadapi tantangan yang semakin besar akibat pengaruh media sosial.


“Mungkin Ibu-ibu merasakan ya anak-anak kita kalau kita kasih tahu suka tidak manut (nurut)? Lebih manut-nya kepada media sosial. Bagaimana Ibu-ibu juga punya literasi tentang media sosial, bagaimana mengawasi dan mendampingi anak-anak supaya bijak dalam menggunakan media sosial,” ujarnya.


Ia juga menyoroti semakin meningkatnya kekerasan berbasis gender online, seperti penyebaran foto tanpa izin dan penyalahgunaan teknologi AI untuk membuat konten tidak senonoh.


Arifah menambahkan bahwa kementeriannya bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam upaya perlindungan perempuan di ruang digital.


“Komdigi kan punya PP Tunas (Peraturan Pemerintah Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak) Nomor 17 Tahun 2025, hubungannya langsung dengan provider,” katanya.