Sambut Gerhana Bulan Total, LF PBNU Ajak Umat Islam Laksanakan Shalat Gerhana
Ahad, 7 September 2025 | 15:00 WIB
Jakarta, NU Online
Masyarakat Indonesia dapat menyaksikan peristiwa langit gerhana bulan total pada Ahad (7/9/2025) malam hingga Senin (8/9/2025) dinihari.
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengajak umat Islam untuk menyambut gerhana bulan total tersebut dengan melaksanakan shalat gerhana.
Hal demikian disampaikan LF PBNU melalui Pengumuman Nomor 94/PB.08/A.II.11.13/13/09/2025 tentang Gerhana Bulan Total 15 Rabiul Awal 1447 H yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris LF PBNU, KH Sirril Wafa dan H Asmui Mansur pada Jumat (5/9/2025).
Baca Juga
Tata Cara Shalat Gerhana Bulan
"Peristiwa langit yang sangat langka ini perlu disambut dengan penyelenggaraan shalat gerhana, dzikir, kegiatan sosial, kegiatan pengamatan Gerhana Bulan dan kegiatan kefalakiyahan lainnya," demikian bunyi pengumuman tersebut.
Secara khusus, LF PBNU juga meminta LF di tingkat wilayah dan cabang untuk dapat melakukan pengamatan gerhana tersebut dan melaksanakan shalat bersama umat Islam di sekitarnya.
"Lembaga Falakiyah PWNU / PCNU se–Indonesia diharapkan untuk bertindak aktif mengajak Umat Islam di daerahnya masing–masing untuk melaksanakan kegiatan tersebut," lanjut pengumuman tersebut.
LF PBNU menegaskan bahwa gerhana Bulan Total akan dapat terlihat di seluruh Indonesia tanpa terkecuali sebagai Gerhana Total pada malam Senin Pon 15 Rabiul Awal 1447 H yang bertepatan dengan 7 – 8 September 2025 M.
"Gerhana Bulan Total akan dimulai pada pukul 23:27:01 WIB (00:27:01 WITA, 01:27:01 WIT dan berakhir pada pukul 02:56:25 WIB (03:56:25 WITA, 04:56:25 WIT)," demikian bunyi pengumuman tersebut.
Sebelumnya, Kiai Sirril, sapaan akrab Ketua LF PBNU, menjelaskan bahwa gerhana Bulan (kusuf al–qamar) terjadi saat Bumi, Bulan, dan Matahari benar–benar sejajar dalam satu garis lurus ditinjau dari perspektif tiga–dimensi dengan Bumi berada di antara Bulan dan Matahari.
"Dalam khazanah ilmu falak, Gerhana Bulan terjadi bersamaan dengan oposisi Bulan–Matahari (istikbal) dengan Bulan menempati salah satu di antara dua titik nodalnya," ujarnya.
Titik nodal, jelasnya, merupakan titik potong khayali di langit tempat orbit Bulan tepat memotong ekliptika (masir asy–syams), yakni bidang edar orbit Bumi dalam mengelilingi Matahari.
Kesejajaran tersebut berdampak pada terblokirnya pancaran sinar Matahari yang menuju ke Bulan oleh Bumi. Karenanya, Bulan purnama yang seharusnya terlihat di belahan Bumi yang mengalami malam akan menghilang dan muncul kembali.
"Maka peristiwa Gerhana Bulan hanya bisa terlihat di malam hari," kata dosen Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Mengingat ukuran Bumi lebih besar dibanding Bulan, maka pemblokiran cahaya Matahari tersebut terjadi secara merata di sekujur paras Bulan yang sedang terpapar sinar Matahari pada saat itu.