Katib PBNU, KH Reza Ahmad Zahid (Gus Reza) mengatakan, santri dididik dengan berbagai pengalaman agar siap menghadapi kehidupan. (Foto: Tangkapan layar Youtube Annuqayah TV)
Sumenep, NU Online
Katib Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Reza Ahmad Zahid (Gus Reza) mengatakan, santri dididik dengan berbagai pengalaman agar siap menghadapi kehidupan.
"Agar dapat dikatakan santri yang memiliki segudang pengalaman yang luas, kiai memberikan sebuah pekerjaan yang harus dijalankan dengan sepenuh hati," katanya saat mengisi ceramah di acara Haflatul Imtihan Madrasah Annuqayah (HIMA) Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur yang ditayangkan Annuqayah TV diakses NU Online, Ahad (16/7/2023).
"Santri diminta menjadi tukang sapu, siapa tahu nanti memiliki perusahaan cleaning service. Santri diberi tugas menjaga ternak, siapa tahu kelak punya peternakan sapi yang besar. Santri diberi tugas menjadi bagian keamanan, siapa tahu di masa depan jadi Menteri Pertahanan RI. Tidak hanya barakah yang didapatkan, tapi pengalaman ini yang akan mengantarkan kesuksesan di masa depan," ungkap Gus Reza.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo, Kediri ini menyatakan, bila ingin melihat miniatur Bhinneka Tunggal Ika, tidak usah jauh-jauh terbang dari Sabang sampai Merauke. "Lihatlah ribuan santri yang hidup guyub- guyub (rukun dan akrab), kendati berbeda suku," ujarnya.
Saat santri berada di tengah-tengah masyarakat, santri tidak kaget dengan latar belakang warga yang berbeda antara satu sama lain. Berbekal hidup rukun dengan teman di pesantren, santri siap pakai, bisa berinteraksi dengan siapapun dan tangguh menyikapi sebuah persoalan.
"Di pesantren, santri sengaja dicetak menjadi kader bangsa yang tidak memiliki sifat kagetan. Ketika ada arus luar masuk ke Indonesia, santri berpegang teguh pada prinsip leluhur. Orang yang merugi adalah mereka yang keluar dari manhaj dan prinsip yang digariskan oleh leluhur," ujarnya mengutip Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki.
Alumnus Al-Ahqaff University Hadramaut Yaman itu menegaskan, ketika ada satu komunitas yang tidak tahu sejarah leluhurnya, asal usulnya, budayanya, maka dia seperti pohon yang tidak memiliki akar.
"Secara kasat mata, pohon itu besar. Namun ketika dihantam angin, pohon itu akan tumbang. Oleh karenanya, santri wajib mengetahuinya agar saat ditabrak ideologi transnasional yang datang dari luar Indonesia, santri tetap kokoh dan berpegang teguh pada dawuh (pesan) leluhur dan kiai," pintanya.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa santri perlu memiliki pengalaman. "Agar nanti menjadi generasi yang kuat, tiada banding dan tiada tanding," tegasnya.