Sarbumusi: Perjuangan terhadap Perlindungan Pekerja Informal Perlu Diperkuat
Senin, 17 November 2025 | 20:30 WIB
Jakarta, NU Online
Jaminan sosial bagi pekerja informal melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagarakerjaan perlu terus diperjuangkan. Sebab, mandat konstitusi menjamin hak seluruh warga negara untuk memperoleh perlindungan sosial tanpa membedakan jenis pekerjaan.
Hal itu telah diatur di dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2), yang kemudian dijabarkan melalui UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011.
"Pekerja informal berhak atas program JKN, JKK, JKM, dan JHT melalui skema PBPU/BPU, baik secara mandiri maupun kolektif, termasuk melalui dukungan pemerintah daerah berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2021 tentang JKK dan JKM bagi pekerja rentan," kata Masykur Isnan, Wakil Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sarikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi), saat dihubungi NU Online pada Senin (17/11/2025).
Meski regulasinya sudah disiapkan, katanya, implementasi perlindungan pekerja rentan masih menghadapi sejumlah hambatan. Hal ini dilatarbelakangi beragam faktor sehingga perlu diperjuangkan.
"Berupa rendahnya literasi, pendapatan tidak tetap, dan lemahnya pendataan, sehingga negara perlu memperkuat intervensi, memperluas subsidi iuran, serta memastikan integrasi data agar pekerja informal memperoleh perlindungan yang setara sesuai prinsip negara kesejahteraan," jelasnya.
Lebih lanjut, Masykur menegaskan bahwa Sarbumusi di bidang jaminan sosial juga digerakkan oleh gagasan besar organisasi yang bertumpu pada nilai-nilai NU dan prinsip hubungan industrial yang berkeadilan.
Masykur memandang, negara harus hadir untuk melindungi pekerja sebagai subjek pembangunan. Maka menurutnya, kesejahteraan dipandang sebagai hak publik yang wajib dipenuhi, bukan sekadar komoditas yang dibebankan kepada perusahaan.
"Jaminan sosial dipahami sebagai public right, bukan beban perusahaan, sehingga keberadaannya wajib dan bersifat memaksa," kata penanggung jawab Sarbumusi untuk isu perlindungan pekerja informal itu.
Selain itu, Masykur juga mendorong hubungan industrial yang humanis dan berlandaskan musyawarah, serta menempatkan upah layak, jaminan sosial, dan keselamatan kerja sebagai bagian dari kemaslahatan umum.
"(Kemudian), serikat buruh harus menjadi mitra kritis negara dan dunia usaha dalam memastikan perlindungan pekerja berjalan efektif," jelasnya.
Diketahui, Sarbumusi telah menyerahkan tiga draf pokok pikiran untuk revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kepada pimpinan DPR RI. Hal itu dilakukan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin mengusulkan kebijakan afirmatif berupa pembebasan iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi 20 persen penduduk usia kerja dengan penghasilan paling rendah.
Irham menekankan bahwa salah satu poin penting yang diusulkan adalah penguatan pendidikan vokasi dan sertifikasi kerja guna merespons perubahan besar dalam dunia kerja.
“Terkait dengan digitalisasi, otomasi, dan penggunaan massif artificial Intelligence sehingga UU yang sedang digodok oleh DPR dan pemerintah semoga bisa mengakomodir isu-isu yang terkait dengan skills development,” katanya kepada NU Online.