Sarjana Islam Sedunia Bakal Kaji Islam Post-Truth di Jakarta
Kamis, 26 September 2019 | 12:50 WIB
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (26/9). (Foto: Humas Pendis)
Di era sosial media ini, kemampuan publik untuk membedakan antara kebenaran dan retorika menjadi minim. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada perkembangan Islamic society. Hal ini menjadi salah satu tema utama yang dibahas dalam Annual International Conference On Islamic Stuides (AICIS) tahun 2019.
Di antara special panel ada yang bertajuk "Religion and Philosophy in the Post-truth Age" dan akan dibahas oleh empat orang guru besar studi Islam dunia, yaitu Hans-Christian Günther (Univ of Freiburg) Germany, Giuseppina Strumiello (University of Bari, Italy), Mohammad Reza Hashemi (Ferdowsi University), dan Mohd Roslan Mohd Noor (University of Malaya, Malaysia).
Pada gelaran AICIS ke 19 ini, sekitar 1700 sarjana islamic studies seluruh dunia akan berkumpul di indonesia. Selama empat hari, pada 1-4 Oktober 2019, mereka akan terlibat dalam rangkaian konferensi di hotel Mercure Batavia, Jakarta.
Konferensi tahunan yang akan dibuka oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ini mengambil tema Digital Islam, Education and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam.
AICIS adalah forum kajian keislaman yang diprakarsai Indonesia sejak 19 tahun lalu. Pertemuan para pemikir Islam sejagat ini menjadi tempat bertemunya para pemangku kepentingan studi Islam yang diharapkan menjadi barometer perkembangan kajian Islam dunia.
Perkembangan teknologi yang cepat memaksa para ilmuwan Muslim berkumpul untuk saling mengisi dan berkontribusi kepada bentuk keislaman sesuai ajaran aslinya. Dalam pertemuan yang diprakarsai oleh Kementerian Agama RI ini, sebanyak 450 paper dari 1300 yang diseleksi, akan dibahas dalam diskusi tingkat tinggi yang diikuti oleh para akademisi studi islam dunia dari berbagai jurusan.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Kamaruddin Amin mengungkapkan, Indonesia merupakan negara muslim berpengaruh di dunia dan selalu menjadi kajian utama tentang keislaman dan kultural. Pihaknya memprakarsai pertemuan ini agar studi Islam di Indonesia dapat lebih berperan dalam menjawab persoalan keislaman dunia.
"Kami semua berkepentingan agar studi Islam selalu mengikuti perkembangan zaman dan tidak teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat," katanya pada konferensi pers yang di kantor Kemenag RI, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/9).
"Setiap tahun dunia Islam mendapat tantangan baru yang harus selalu dijawab. Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia harus menunjukkan kontribusi yang signifikan," katanya.
Secara umum, event semacam ini dapat dipergunakan untuk menyebarkan gagasan populisme dan kedamaian dunia melalui forum diskusi dan resolusi yang dihasilkan. Para akademisi dan pakar keislaman memiliki posisi strategis dalam merumuskan bentuk respon terkait berbagai dinamika teknologi secara positif.
Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI, Arskal Salim menambahkan, tema-tema aktual selalu dibahas dalam forum AICIS.
"Dinamika Islam di era digital juga menjadi salah satu pembahasan utama" katanya. Di era digital yang mendisrupsi segala hal, keislaman mendapat terpaan eksesif dari zaman yang berubah. "Maka dari itu memerlukan rasionalitas teologi islam, yang diskusinya nanti akan sangat menarik," tambahnya.
Keynote speaker dalam konferensi ini, selain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, adalah Peter Mandeville (George Mason University, Virginia USA), Garry R. Bunt (University of Wales), Abdul Majid Hakemollahi (ICAS London), dan lain lain.
Adapun tema-tema yang dibahas antara lain Religion and Philosophy in the Post-truth Age, Response to the Era of Disruption, Making and Consuming Islam Online: The Reconfiguration of a Discursive Tradition?, dan Islam in the Digital Age Islamic Philoshopy for Millennials.
Editor: Fathoni Ahmad