Sarjana NU Harus Miliki 100 Persen Faith, 100 Persen Wisdom, 100 Persen Knowledge
Sabtu, 5 September 2020 | 04:30 WIB
Rektor Unusia/Waketum PBNu, Prof H Maksum Mahfoedz (tengah) pada sebuah acara di Gedung PBNU Jakarta. (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)
Jakarta, NU Online
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta H Maksum Mahfoed mengungkapkan bahwa di mana pun NU berada, harus mampu selalu eksis dan memiliki daya saing yang tinggi.
"Tentu tidak mudah untuk masuk dalam komunitas akademik (perguruan tinggi NU) di Ibukota, mengingat mayoritas NU ada di daerah. Tapi kita harus tetap bersaing," katanya dalam talkshow bertajuk Satu Abad NU, Tantangan Baru NU yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube TV9 Official, pada Sabtu (5/9) pagi.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengungkapkan bahwa di perguruan tinggi NU, proporsi yang lebih banyak diberikan adalah pendidikan agama. Hal ini bukan tanpa alasan, tetapi karena sebuah mandat besar dari para kiai.
"Bahwa dengan merangkai apa pun harus dengan basis faith (keimanan) dan wisdom (kearifan). Artinya, sejauh apa pun sarjana NU melangkah dalam bidang profesi apa saja, jangan sampai tercerabut dari karakter yang telah dimandatkan NU," katanya.
Ia menegaskan, di dalam diri unit pendidikan NU harus ada sebuah perangkat yang berwawasan global. Namun pada saat yang sama, para sarjana NU tidak boleh tercerabut dari karakter NU, yakni yang menjalankan Islam Ahlussunnah wal Jamaah dan sekaligus juga cinta tanah air, bahkan terhadap perdamaian dunia.
"Jadi pembangunan karakter yang berbasis faith dan wisdom itu adalah mandat PBNU untuk seluruh Perguruan Tinggi NU di Indonesia. Bahwa dalam pendidikan NU harus ada upaya untuk pengayaan otak sebagai penunjang pengetahuan dan profesi. Kemudian, juga ada faith atau keimanan yang tidak pernah tercerabut sebagai Nahdliyin," jelas kader NU asli Demak, Jawa Tengah ini.
"Karena itu, di mana pun kita melangkah, kita tidak boleh melupakan faith dan wisdom, knowledge. Sarjana NU harus memiliki 100 persen faith dan 100 persen wisdom, seratus persen knowledge berdasarkan profesi akademiknya. Seprofesional apa pun tidak boleh lupa faith dan wisdom: akidah dan karakter, akhlak," sambungnya.
Pentingnya karakter religius
Sementara itu, Ketua PBNU Bidang Pendidikan Hanif Saha Ghofur mengungkapkan bahwa pendidikan karakter religius merupakan ciri khas yang dimiliki oleh PTNU. Pendidikan karakter tersebut justru menjadi kekuatan bagi para sarjana NU.
"Maka pembinaan harus terus kita lakukan agar PTNU dari segi mutu punya daya saing kuat di tingkat nasional maupun global. Tetapi, perlu diingat bahwa kita harus tetap memiliki kekhasan karakter berbasis keimanan dan kearifan tradisi lokal," jelasnya.
Namun, lanjut Hanif, sarjana NU tidak cukup kalau hanya dengan Ahlussunnah wal Jamaah dan Islam saja. Sebab keislaman seseorang tidak bisa menjadi karakter kepribadian. Namun, karakter keislaman itu harus dibarengi dengan mutu pendidikan yang juga baik.
"Jadi antara karakter dan mutu itu harus seiring sejalan. Menjadi karakter yang bermutu dan mutu yang berkarakter," jelasnya.
Menurut Hanif, kecerdasan akademik hanya berkontribusi sebanyak 20 persen dari kesuksesan yang diraih seseorang. Sementara karakter sebesar 60 persen. Selebihnya, 20 persen karena faktor yang lain seperti nasab atau keturunan dari keluarga tokoh.
"Kesuksesan itu jangan dianggap hanya kecerdasan akademik saja. Tetapi juga karena memiliki karakter yang unggul. Karakter berbasis keimanan dan kearifan itulah yang menjadi kekhasan PTNU dan tidak dimiliki oleh perguruan tinggi yang lain," pungkasnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan