Seakan Tak Percaya Alasan Meringankan Vonis Juliari, Gus Mus: Ini Benar Apa Hoaks Sih?
Rabu, 25 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Salah satu pertimbangan majelis hakim pengadilan Tipikor dalam menjatuhkan vonis ringan kepada Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara adalah karena terdakwa dianggap sudah menderita akibat hinaan dari masyarakat.
Dalam sidang pembacaan putusan perkara korupsi bansos Covid-19, yang digelar Senin (23/8/2021) kemarin, Majelis Hakim yang diketuai Muhammad Damis menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada terdakwa Juliari Batubara.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan,” kata anggota majelis hakim Yusuf Pranowo.
Adapun hal meringankan terdakwa, Yusuf mengatakan Juliari belum pernah dipidana, cukup dicerca, dihina, dan divonis masyarakat padahal belum tentu salah sebelum ada hukuman tetap. Juliari juga dinilai hadir tertib dan tidak pernah bertingkah.
“Keadaan meringankan, terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis bersalah oleh masyarakat, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Yusuf Pranowo.
Pertimbangan Majelis Hakim sontak menjadi sorotan publik, tak terkecuali Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri. Dalam postingannya di media sosial, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah ini merasa heran karena hinaan masyarakat dijadikan sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.
Di instagram dan facebook pribadinya, Gus Mus, demikian biasa disapa, mengunggah foto di balik sebuah kain berlubang. Ia kemudian membubuhi keterangan foto dengan narasi pertanyaan, seperti ingin memastikan pertimbangan yang dilontarkan hakim itu benar atau hoaks.
“Hinaan masyarakat terhadap koruptor menjadi pertimbangan meringankan hukumannya (Jualiari Batubara-red). Ini benar atau hoax sih?” tanya Gus Mus, dalam postingannya di media sosial, Rabu (25/8/2021).
Hanya berselang dua jam, status ini langsung mendapat ribuan respons dari masyarakat. Ratusan komentar juga muncul. Status ini juga dibagikan lebih dari 170 kali.
Salah satu pengguna facebook, Mettiko Dahyono, menulis di kolom komentar. "Sebenarnya koruptor jangan hanya dihina, dimiskinkan, keluarganya yang ikut menikmati hasil korupsinya juga dihukum, Kerena termasuk penadah..kalau bisa koruptor juga dihukum mati... karena korupsi adalah extra ordinary crime... korupsi menghancurkan bangsa dan negara...jangan ada lagi koruptor memperoleh keringanan hukum".
Sebelumnya, Akademisi Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta Muhtar Said juga menyoroti pertimbangan hakim meringankan vonis terdakwa karena hinaan masyarakat. Menurutnya, vonis hukuman tersebut menjadi lelucon bagi dunia hukum. Bahkan, ia menuturkan, putusan hakim itu membuat malu para sarjana di seluruh Indonesia.
“Ini menjadi lelucon dalam dunia hukum. Hakim mengajarkan kita untuk memuji koruptor supaya (hukumannya) itu diperberat. Karena logikanya ketika kita mencaci koruptor, berarti kan hukuman diringankan. Nah, hukuman 12 tahun ini belum cukup, semestinya vonis untuk korupsi dalam keadaan darurat bencana itu hukuman mati. Ini bikin malu sarjana hukum. Kalau begini, universitas atau fakultas hukum bisa tutup itu,” tuturnya kepada NU Online, Selasa (24/8/2021).
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Zunus Muhammad