Jakarta, NU Online
Susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2022-2027 telah diumumkan. Terdapat sebelas nama perempuan yang masuk di dalam susunan kepengurusan selama lima tahun ke depan.
Komposisi pelibatan perempuan itu diungkapkan pula oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat mengumumkan susunan kepengurusan, di lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Rabu (12/1/2022).
“Baru kali ini, setelah 96 tahun usia NU menurut kalender masehi atau 99 tahun menurut kalender hijriah, kaum perempuan diakomodasi di dalam susunan pengurus harian PBNU,” kata Gus Yahya.
Kesebelas nama perempuan itu tersebar di beberapa bagian jajaran kepengurusan. Di jajaran mustasyar atau dewan penasihat terdapat tiga nama yakni Ny Hj Nafisah Sahal Mahfudz, Ny Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, dan Ny Hj Machfudhoh Aly Ubaid.
Di jajaran a’wan atau dewan pakar ada lima nama perempuan yakni Hj Nafisah Ali Maksum, Ny Hj Badriyah Fayumi, Ny Hj Ida Fatimah Zainal, Ny Hj Faizah Ali Sibromalisi, dan Ny Hj Masriyah Amva.
Sementara di jajaran pengurus harian tanfidziyah ada tiga nama perempuan yakni Ny Hj Khofifah Indar Parawansa dan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid sebagai ketua, serta Ai Rahmayanti di jajaran wakil sekretaris jenderal.
Ketua PBNU Alissa Wahid mengatakan bahwa sudah sejak lama, perempuan di lingkungan NU dan pesantren telah berperan aktif sebagai peran utama, tidak hanya sebatas sebagai peran pendamping.
“Peran perempuan di lingkungan pesantren dan NU itu tidak pernah perannya sebatas koncowingking (pendamping). Bu nyai itu mengelola pondok, punya pondok putri sendiri, punya pengajian sendiri, keluar-keluar. Bahkan sudah punya BKIA (balai kesejahteraan ibu dan anak), BMT (baitul maal wa tanwil). Semuanya sudah dijalankan,” kata Ketua PBNU Alissa Wahid.
Artinya, lanjut Alissa, peran perempuan di NU bukan hanya peran domestik tetapi juga memiliki peran di ruang-ruang publik. Dulu, perempuan dibatasi hanya pada zona di masing-masing badan otonom perempuan seperti Muslimat, Fatayat, dan IPPNU.
“Nah sekarang kita melihat bahwa ini sudah masyarakat kita sudah demikian integralnya antara laki-laki dan perempuan, sehingga ruang para Nahdliyyat ini tidak dibatasi hanya pada banom perempuan,” katanya.
Afirmasi peran perempuan itu, menurut Alissa, telah terlihat dan dirasakan pada gelaran Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Ia menjadi satu-satunya perempuan yang menjadi ketua komisi.
“Kemarin itu terafirmasi dengan posisi ketua komisi rekomendasi yang perempuan, yaitu saya. Saya menganggap itu sebagai afirmasi, tidak sekadar lewat tetapi memang sudah ada perspektif (soal peran perempuan) itu. Karena kita ingin agar pandangan-pandangan perempuan juga didengar dalam konteks NU secara umum,” pungkasnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin