Sering Dicaci di Medsos, Jokowi Ungkap Jadi Presiden Tak Senyaman yang Dipersepsikan
Rabu, 16 Agustus 2023 | 12:05 WIB
Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 RI di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023). (Foto: Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden)
Jakarta, NU Online
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjelaskan tentang posisi presiden. Ia mengungkapkan bahwa menjadi seorang presiden tak senyaman yang dipersepsikan.
Hal itu diungkapkan Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 RI di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
"Posisi presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban, banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan," katanya.
Salah satu yang membuat posisi presiden tak senyaman yang dipersepsikan adalah karena adanya media sosial yang membuat siapa pun bisa bebas mengemukakan apa saja secara langsung. Bahkan melalui medsos, Presiden Jokowi mengaku sering mendapat cacian, hinaan, makian, bahkan fitnah.
"Adanya media sosial seperti sekarang ini, apa pun bisa disampaikan kepada presiden. Mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, sampai ejekan, dan bahkan makian, dan fitnahan bisa dengan mudah disampaikan dengan media sosial," ungkap Presiden Jokowi.
Baca Juga
Presiden Nggak Punya Kerjaan
Ia pun mengetahui bahwa ada pihak-pihak yang melempar cacian kepadanya dengan kata-kata kasar dan tak pantas. Meski begitu, Presiden Jokowi secara pribadi mengaku menerima semua cacian yang datang.
"Saya tahu ada yang mengatakan, saya ini bod*h, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, firaun, tol*l, ya ndak papa. Sebagai pribadi saya menerima saja. Tapi yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini kok kelihatannya mulai hilang," ucapnya.
Baca Juga
Jokowi di Mata Kiai Lokal
Presiden Jokowi menyebut istilah 'polusi budaya' atas fenomena saling caci dan hina di media sosial itu. Ia menyayangkan, kebebasan dan demokrasi saat ini digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah.
"Polusi di wilayah budaya ini, sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia yang besar. Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut," ucapnya.
Namun, Presiden Jokowi menyampaikan rasa optimis bahwa cacian dan makian yang ada justru dapat membangunkan nurani bangsa Indonesia untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik dan menjaga mentalitas masyarakat.
"Sehingga kita bisa tetap melangkah maju menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia maju, menuju Indonesia Emas 2045," tegasnya.
Kemudian Presiden Jokowi menyampaikan bahwa saat ini Indonesia punya peluang besar untuk meraih Indonesia Emas di 2045, bahkan bisa meraih posisi jadi lima besar kekuatan ekonomi dunia.
Kesempatan itu sudah ada dan strateginya pun sudah disiapkan. Presiden Jokowi kemudian memberikan dua pilihan, mau bergerak maju atau justru memilih mundur karena hal-hal yang tak produktif.
"Kita punya kesempatan. Tidak hanya peluangnya saja, tetapi strategi meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur," ucap Presiden Jokowi.