Nasional

Setahun Prabowo-Gibran: Deretan Aksi Massa dan Tuntutan Rakyat yang Belum Terjawab

Selasa, 28 Oktober 2025 | 14:00 WIB

Setahun Prabowo-Gibran: Deretan Aksi Massa dan Tuntutan Rakyat yang Belum Terjawab

Gelombang massa aksi memadati Mapolda Metro Jaya, menuntut agar para polisi pelindas Affan Kurniawan diadili. (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sudah berjalan setahun, sejak mereka membacakan sumpah jabatan pada 20 Oktober 2025.


Selama setahun terakhir, telah terjadi banyak aksi massa yang menuntut berbagai perbaikan dari pengelola negara. Sejumlah demonstrasi besar telah terjadi di berbagai daerah dengan beragam isu, mulai dari kenaikan pajak hingga aksi massa yang mengakibatkan seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meregang nyawa akibat dilindas polisi menggunakan kendaraan taktis (rantis) Brimob. Meski sebagian tuntutan telah direspons pemerintah, banyak di antaranya yang masih belum menemukan titik terang.


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) menyatakan dukungannya terhadap setiap gerakan masyarakat yang lahir dari kegelisahan bersama dan aspirasi yang belum didengar pemerintah. Menurutnya, aksi massa kerap menjadi jalan terakhir ketika ruang dialog mengalami kebuntuan.


"Kalau teman-teman memutuskan aksi, berarti kan sudah menemukan kebuntuan, ada aspirasi, ada kepentingan yang tidak pernah diakomodasi, tidak didengar. Saya kira PBNU itu kan posisinya seperti dulu dicontohkan Gus Dur, bahwa PBNU sebetulnya adalah suara mereka yang tidak didengar, voice of the voiceless," katanya di Lantai 5 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada 30 Juni 2025.


Tolak PPN 12 Persen

Demonstrasi besar pertama yang terjadi beberapa bulan setelah pelantikan Prabowo-Gibran adalah aksi penolakan terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Aksi tersebut digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada 27 Desember 2024.


Koordinator Aksi BEM SI Achmad Arby Salaka mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen akan mengobarkan rakyat, terutama rakyat kelas menengah dan miskin yang sedang berada dalam masa-masa rentan.


"Justru pemerintah berpihak pada kebijakan PPN atau kenaikan PPN 12 persen ini," katanya kepada NU Online.


Ketua Umum PB PMII Shofiyulloh Cokro meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan kenaikan PPN 12 persen. Sebab dampak domino ekonominya sangat besar, terutama berdampak langsung terhadap kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.


Setelah mendapat respons berupa gelombang aksi massa, pemerintah kemudian menetapkan kebijakan baru dengan membatasi penerapan PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah, bukan untuk seluruh barang dan jasa umum seperti yang semula direncanakan.


Indonesia Gelap

Aksi demonstrasi besar berikutnya bertajuk Indonesia Gelap yang digelar ribuan mahasiswa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, pada 17 Februari 2025. Aksi berlangsung sejak siang hingga malam hari dan menyuarakan 13 tuntutan utama yang mencerminkan keresahan publik terhadap arah kebijakan pemerintah.


Menjelang aksi lanjutan, akun X @barengwarga menggaungkan tagar #IndonesiaGelap pada 20 Februari 2025 yang kemudian viral dengan jangkauan 564 ribu tayangan dan lebih dari 422 ribu unggahan di platform itu.


Massa Aksi Indonesia Gelap ini menyoroti isu pendidikan gratis dan demokratis, reforma agraria sejati, serta penolakan terhadap revisi undang-undang yang dianggap melemahkan demokrasi dan memperkuat kekuasaan aparat.


Mereka juga menuntut perlindungan masyarakat adat, evaluasi program makan bergizi gratis, peningkatan kesejahteraan dosen, pemberantasan korupsi melalui UU Perampasan Aset, serta reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian dan birokrasi pemerintahan.


Sebagian besar tuntutan itu yakni pendidikan gratis, reformasi kepolisian, dan pengesahan UU Perampasan Aset, hingga kini belum terealisasi.


Hari Buruh

Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 juga menjadi salah satu aksi demonstrasi besar selama setahun terakhir. Aksi ini digelar di dua titik utama yakni kawasan Monas dan depan Gedung DPR RI.


Di Monas, ribuan buruh mengikuti acara yang dihadiri Presiden Prabowo Subianto. Mereka menyampaikan enam tuntutan utama, di antaranya perlindungan buruh dalam UU Ketenagakerjaan, pencegahan PHK massal, penolakan outsourcing, upah layak, serta percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).


Sementara di depan Gedung DPR RI, aksi berujung ricuh setelah sebagian massa membakar ban. Para buruh menuntut pencabutan UU Cipta Kerja, penghentian proyek strategis nasional yang merusak lingkungan, dan desakan agar militer tidak mencampuri urusan sipil.


"Sahkan RUU PRT sekarang juga. Berikan Jaminan hukum bagi pekerja rumah tangga. Hapuskan hubungan kemitraan. Pengakuan status pekerja bagi pengemudi ojol, taksi online dan kurir. Jamin dan lindungi pekerja medis dan kesehatan, pekerja perikanan, dan kelautan, pekerja perkebunan dan pertanian, pertambangan dan buruh migran," demikian salah satu poin tuntutan dalam aksi itu.


Presiden DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin mendesak pemerintah untuk melibatkan buruh secara aktif dalam revisi UU Ketenagakerjaan.


"Khususnya pada kluster ketenagakerjaan produk karena pada UU tersebut lebih menempatkan buruh pada posisi yang paling dirugikan atas nama kemudahan, atas nama investasi, atas nama perizinan, atas nama investment attractiveness," katanya kepada NU Online di Gedung PBNU, Jakarta, pada 31 April 2025.


Ojol dan tuntutan regulasi kemitraan

Ribuan pengemudi ojek online yang tergabung dalam Forum Diskusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI), Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB), dan Garda menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada 20 Mei 2025.


Tiga tuntutan utama disuarakan yakni pembatasan potongan aplikator maksimal 10 persen, penyesuaian tarif batas bawah dan atas agar berlaku sama untuk semua layanan, serta pendelegasian kewenangan pengelolaan transportasi online dari pusat ke daerah.


Menanggapi hal itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan regulasi baru terkait perlindungan pengemudi ojek online, yang rencananya berbentuk Peraturan Presiden (Perpres).


Kebijakan ODOL

Ratusan sopir truk yang tergabung dalam Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI), sebuah federasi buruh di bawah Konfederasi Sarbumusi, menggelar aksi protes terhadap kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat pada 2 Juli 2025.


Para sopir membawa berbagai jenis truk sebagai simbol penolakan terhadap kebijakan tersebut. Mereka menuntut payung hukum yang jelas dan adil, termasuk revisi terhadap UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).


Lima koordinator aksi sempat diamankan polisi, di antaranya Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saefudin bersama Ketua Umum RBPI Ika Rosdianti serta Farid Hidayat, dan Slamet Barokah.


Beberapa waktu kemudian, DPR RI bersama dua asosiasi pengemudi logistik, RBPI dan Asosiasi Pengemudi Logistik Indonesia (API), menyepakati pembentukan Satuan Tugas (Satgas) ODOL.


"Implementasi dari Zero ODOL ditetapkan dengan timeline tahun 2027 dengan komitmen penuh dari semua pihak dan aspirasi pengemudi terkait perlindungan hukum, kesejahteraan, dan fasilitas pendukung akan ditindaklanjuti sesuai domain masing-masing kementerian," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.


Kenaikan PBB 250 Persen di Pati

Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Pati, Jawa Tengah, pada 13 Agustus 2025. Mereka menolak rencana kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.


Sebelum aksi berlangsung, beredar video Bupati Sudewo yang menyatakan tidak gentar menghadapi puluhan ribu massa. Lalu pada 8 Agustus 2024, ia akhirnya mencabut kebijakan tersebut.


Meski aturan telah dicabut, massa tetap turun ke jalan menuntut Bupati Sudewo mundur karena dianggap arogan. Aksi berlangsung ricuh, massa melempari aparat dengan botol air mineral yang sebelumnya dikumpulkan dari warga sebagai bentuk dukungan terhadap aksi.


Hari Tani Nasional

Ribuan massa dari berbagai organisasi tani, buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil menggelar aksi untuk memperingati Hari Tani Nasional Ke-65 di depan Gedung DPR RI, Jakarta, pada 24 September 2025.


Mereka membawa 24 masalah struktural agraria dan 9 tuntutan kebijakan, di antaranya percepatan redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria, serta penghentian kekerasan aparat di wilayah konflik.


Selain itu, massa menuntut penguatan ekonomi rakyat melalui industrialisasi pertanian, perikanan, dan perkebunan berbasis gotong royong untuk mencapai kedaulatan pangan.


Demonstrasi Agustus, 17+8 Tuntutan Rakyat

Gelombang aksi besar kembali terjadi pada 25-29 Agustus 2025 di berbagai kota, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.


Awalnya, demonstrasi dipicu oleh kekecewaan rakyat terhadap DPR yang menaikkan tunjangan anggota, lalu meluas menjadi kritik terhadap kebijakan ketenagakerjaan, outsourcing, dan reformasi kepolisian.


Bentrokan antara aparat dan massa terjadi di depan Gedung DPR RI, menyebabkan korban luka di kedua belah pihak. Insiden pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis Brimob oleh polisi pada 28 Agustus 2025, turut memicu kemarahan publik dan viral di media sosial. Setelah kematian Affan, kemarahan rakyat makin meningkat. Sejumlah aksi terus digelar menuntut agar polisi pelindas Affan diadili. Salah satu aksi tersebut digelar di depan Mapolda Metro Jaya pada 29 Agustus 2025. Pada hari-hari berikutnya, sejumlah pos polisi di Jakarta hangus dibakar massa. 


Usai rangkaian aksi tersebut, muncul kampanye 17+8 Tuntutan Rakyat yang merangkum berbagai desakan masyarakat, mulai dari penegakan HAM, pemerataan kesejahteraan, hingga pengawasan proyek strategis nasional agar berpihak pada rakyat.


Ferry Irwandi, pemengaruh media sosial sekaligus pendiri Malaka Project, menjelaskan bahwa “17+8 Tuntutan Rakyat” merupakan hasil konsolidasi dari 211 organisasi masyarakat sipil yang tergabung di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).