Soal Covid-19, LBM PBNU Jelaskan Kewajiban Patuh Pengurus Masjid kepada Pemerintah
Sabtu, 21 Maret 2020 | 09:45 WIB
LBM PBNU dalam hal ini melihat kewajiban kuat kepatuhan pengelola rumah ibadah, yaitu masjid dan mushala terutama, kepada pemerintah.
Pandangan ini kian kuat karena pemerintah berdasarkan pertimbangan medis-kedokteran sudah menyatakan agar seluruh warga tidak datang pada kegiatan yang melibatkan massa banyak.
Mengacu pada ayat di atas, dalam kasus darurat corona ini, orang yang tidak mengikuti imbauan pemerintah berdosa dan maksiat. Kemaksiatannya terletak pada pembangkangannya pada aturan pemerintah bukan Shalat Jumat itu sendiri. Sebab, Shalat Jumat dan pembangkangan itu bukan merupakan dua hal yang saling mempersyaratkan.
Dengan perkataan lain, setiap orang boleh memiliki keyakinan sendiri dan tidak percaya pada arahan para ahli kesehatan, tetapi sebagai warga negara terikat dengan apa yang diputuskan ulil amri.
LBM PBNU mengutip Syekh Nawawi Banten dari Kitab Nihayatuz Zain, “Ketika seorang pemimpin pemerintahan memerintah perkara wajib, maka kewajiban itu makin kuat, bila memerintahkan perkara sunnah maka menjadi wajib, dan bila memerintahkan perkara mubah, maka bila di dalamnya terdapat kemaslahatan publik, maka wajib dipatuhi seperti larangan untuk merokok. Berbeda bila ia memerintahkan perkara haram, makruh atau perkara mubah yang tidak mengandung kemaslahatan publik, -maka tidak wajib dipatuhi.”
Ketaatan pengurus masjid dan mushala kepada pemerintah terutama mereka yang berada di zona merah semakin kuat secara syar’i. LBM PBNU juga mengajurkan pengelola rumah ibadah yang ada di zona kuning untuk mengambil keringanan syariat mengingat situasi uzur.
“Kita menurut saja pada apa yang telah diputuskan ulil amri (pemerintah),” kata Wakil Sekretaris LBM PBNU KH Mahbub Maafi Ramdhan di Jakarta.
Pewarta: Alhafiz Kurniawan