Soroti Wajib PCR, Epidemiolog: Vaskinasi Dosis Lengkap, Cukup
Kamis, 4 November 2021 | 14:00 WIB
Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Syahrizal Syarif. (Foto: NU Online/ Ontiwus)
Jakarta, NU Online
Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Syahrizal Syarif mengungkapkan bahwa vaksinasi dosis lengkap menurutnya bisa digunakan sebagai syarat administrasi bagi pelaku perjalanan, alih-alih harus melakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen.
“Saat ini yang paling cocok untuk syarat administratif adalah vaksin. Kenapa kita nggak percaya dengan laporan vaksin? Aneh,” terangnya saat ditemui di kantor Redaksi NU Online lantai 5 Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kamis (4/11/2021).
Menurut Ketua PBNU Bidang Kesehatan itu, dosis vaksinasi lengkap serta penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat lebih masuk akal digunakan sebagai syarat administrasi dalam melakukan perjalanan.
Pasalnya, lanjut Syahrizal, syarat administrasi sendiri prinsipnya masal. Dimana, itu mudah, tidak boleh memberatkan, dan cukup efektif. Berkaca pada fakta di lapangan, ia tidak menemukan adanya prinsip tersebut yang diterapkan. Kebijakan pemerintah masih mewajibkan pelaku perjalanan memberikan hasil tes baik PCR maupun antigen. Hal tersebut menurut Syahrizal justru menjadi kontroversial.
Kebijakan menerapkan tes PCR dan antigen di seluruh moda transportasi menurut Syahrizal justru membenturkannya dengan tujuan vaksinasi. Seolah-olah meragukan efektifitas vaksin, kewajiban tes baik PCR maupun antigen sebagai syarat administrasi ini sudah semestinya dipertimbangkan lagi.
“Ngapain kita vaksin-vaksin kalau tidak percaya dengan efek perlindungannya? Sepanjang dua kali vaksin dan tetap pakai masker, aman. Nah, gunakan dong dua kali vaksinasi sebagai syarat administratif dan prokes,” terang Syahrizal.
Adapun diperlukan penggunaan rangkain tes kepada pelaku perjalanan, Syahrizal menyebut jika antigen merupakan pilihan yang tepat dibanding PCR. Pasalnya, tes PCR sendiri sebenarnya tidak bisa digunakan sembarangan.
Syahrizal menjelaskan, PCR merupakan alat diagnostik yang digunakan sebagai 'early detection' atau diteksi dini yang memiliki syarat penggunaan. Seseorang yang tepat untuk melakukan tes PCR adalah orang yang memiliki syarat klinis dan epidemiologis.
“Apa itu syarat klinis? Yakni orang menunjukan gejala. Misalnya, dia menunjukan gejala Covid-19, tetapi dia tes antigennya negatif. Sementara gejala klinisnya menunjukan gejala Covid-19. Nah, orang seperti ini memenuhi syarat pemeriksaan PCR,” terangnya.
Kedua, syarat epidemiologis disebutkan adalah kontak erat. Seseorang yang memiliki kontak erat dengan si terkonfirmasi positif Covid-19 diharuskan melakukan tes PCR.
“Sekarang, orang di jalan apakah memenuhi syarat PCR? Klinis tidak, epidemiologis juga,” tutur Syahrizal.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin