Ribuan peci khas Gresik, Jawa Timur, siap dikirim ke seluruh penjuru Nusantara. (Foto: NU Online/Syakir)
Gresik, NU Online
Peci hitam menjadi bagian dari busana dan budaya nasional. Para pejabat pria yang hendak dilantik hampir semuanya mengenakan peci hitam. Penutup kepala yang terbuat dari beludru itu juga dikenakan umat Islam Nusantara dalam beribadah, seperti shalat, mengaji, belajar, hingga dalam aktivitas sehari-hari bagi kalangan santri.
Bahkan, peci memberikan sentuhan khusus bagi penampilan seseorang. Karenanya, keberadaan peci menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat Nusantara secara umum dan kalangan Islam, terutama sivitas pesantren secara lebih khusus.
Melihat potensinya yang demikian besar, peci menjadi ajang bisnis menarik bagi kaula muda di Gresik. Kota yang dikenal dengan produsen peci terbaik di Indonesia ini membuat orang-orang muda di dalamnya untuk terlibat dalam produksi ‘mahkota’ bagi laki-laki di Nusantara ini. Tak tanggung-tanggung, bisnis peci ini bisa memberikan omzet penjualan hingga ratusan juta perbulan.
Hal itu yang didapatkan Muhammad Baihaqi, pemuda yang kesehariannya ‘bergelimang’ peci. Taksirannya, dalam satu bulan, ia bisa mendapatkan omzet mencapai 115 juta rupiah. Hal ini dihitung dari jumlah peci yang berhasil dijual dalam jangka waktu 30 hari itu sekitar 400 kodi atau setara dengan 8 ribu buah peci.
Tentu pekerjaannya ini tidak dilakukan sendiri. Ia dibantu dengan belasan orang dari Gresik, Lamongan, dan Bojonegoro untuk memproduksi ribuan peci perbulan itu.
Menurut dia, pekerjaan itu dilakukan di rumah masing-masing, tidak di tempat pecinya. Mereka menaruh sejumlah hasil pekerjaannya setiap kali telah merampungkan targetnya. Kemudian, saat itu juga, mereka sekaligus mengambil kembali bahan baku untuk pembuatan peci berikutnya.
“Pekerjaannya dibawa ke rumah masing-masing. Lalu disetorkan perdus. Nanti mereka mengambil lagi bahan yang sudah tersedia. Jadi nyambung terus,” katanya kepada NU Online pada Sabtu (2/9/2023).
Baihaqi menyediakan sejumlah pesanan peci, mulai dari polos dan bordir. Perihal terakhir ini, ia juga mengerjakan dengan desain sesuai pesanan pembeli. Sebagai produsen, ia hanya melayani untuk grosir dengan partai besar.
Bendahara Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PAC GP Ansor) Gresik ini tidak hanya mengirim di wilayah Pulau Jawa saja. Akan tetapi, juga melayani pengiriman sampai ke Sumatra Barat. Tampak peci bordir dengan desain jam bukit tinggi dan rumah gadang sudah siap dikirim.
Baihaqi menjelaskan bahwa peci ini dibuat dari beludru yang dipotong sesuai ukuran. Jika peci bordir, maka beludru itu dibordir terlebih dahulu sebelum kemudian direkatkan dengan karton dan dijahit dengan bahan lainnya untuk mendapatkan bentuk peci yang lancip di setiap ujungnya.
Beda peci polos dan bordir adalah jahitannya. Peci bordir dijahit tegak lurus di bagian belakangnya, sedangkan peci polos dijahit miring di bagian samping.
Pria lulusan manajemen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini mengaku telah meneruskan usaha orang tuanya ini sejak duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas. Usaha tidak menghalanginya untuk terus menempuh studi di Surabaya.
Saban Jumat hingga akhir pekan dan liburan, ia mengecek dan mengontrol produksi dan distribusinya. Hal itu sudah dilakoninya sejak 12 tahun silam. Sementara usaha ini pertama kali dilakukan oleh ayahnya pada tahun 1988.
Ia menyebut bahwa pesanan banyak saat menjelang bulan Ramadhan. Namun, ia tak memenuhi pesanan tersebut pada bulan puasanya, melainkan sudah sejak dua bulan sebelumnya ia sudah produksi lebih banyak.
Baihaqi mengeluarkan peci dengan beragam merk, seperti Ulama, Ta'lim, Kirana, Gumarang, Abang Adik, dan Al-Kubra sesuai pesanan dari konsumen.
Peci lukis
Berbeda dengan Baihaqi, Ahmad Rahman Budiman memproduksi peci lukis dengan sesuai pesanan pembeli dan pembelian grosiran. Ia menjelaskan bahwa peci tersebut dilukis dua sampai tiga pelukis dengan cat pasta. Saban bulan, omzet penjualannya bisa mencapai Rp20 juta dengan produksi mencapai 10-20 kodi perbulan atau 400 buah peci.
Biasanya, ia menjual peci Nusantara dengan logo Nahdlatul Ulama. Ia juga membuat logo tertentu, beberapa kampus, institusi, hingga Asian Games juga pernah digarapnya.
Mulanya ia berwirausaha ini karena memenuhi pesanan rekanannya untuk mencarikan peci Gresik. Namun, pesanan datang lagi dan lagi sehingga ada yang mendorong untuk memproduksi sendiri. Karenanya, ia pun memproduksi sendiri peci Gresik. Namun, ia memberikan sentuhan berbeda melalui kolaborasi dengan seorang pelukis sehingga pecinya khas.
Ia juga melibatkan warga Nahdliyin dalam produksinya, mulai dari penjahit, pelukis, hingga kurirnya. Dalam mengantarkan pesanannya, ia kerap mengundang anggota PAC GP Ansor Gresik.
Hal ini juga menjadi komitmennya dalam berwirausaha, tidak hanya untuk pribadi, tetapi mengajak serta rekanannya. Ia juga memberikan kesempatan untuk orang belajar melukis sehingga pekerjaannya terbantu dan orang tersebut juga memperoleh pekerjaan.
Wakil Ketua PAC GP Ansor Gresik itu sebetulnya ingin mengembangkan usahanya lebih jauh lagi. Namun, ia sendiri memiliki sejumlah kesibukan di luar usahanya, baik di organisasi yang digelutinya maupun sebagai seorang tenaga kependidikan di Sekolah Menengah Atas Nahdlatul Ulama (SMA NU) 1 Gresik.
Sebagai pengusaha, ia tidak meninggalkan dunia perkhidmatannya di dalam jam’iyah dan pendidikan. Ia merasa di situlah ladang untuk menanam pengetahuan yang sudah dipelajarinya.
Ya, ia sendiri sudah menamatkan studi sarjananya di Universitas Negeri Malang (UNM) pada bidang manajemen pendidikan. Ia juga telah menyelesaikan studi magisternya di bidang yang sama pada Universitas Gresik. Ia berencana melanjutkan studi doktoralnya pada bidang yang sama.
Tak hanya dirinya, Rahman juga mendorong istrinya untuk terus melanjutkan pendidikannya. Dalam waktu dekat, istrinya juga bakal mengikuti wisuda magister di kampus yang sama.
Usaha yang dirintisnya sejak tahun 2017 ini telah memberikannya sejumlah penghargaan, seperti Nominasi Santripreneur Award 2017 dan mendapatkan tambahan modal dari program Wirausaha Muda Mandiri pada tahun 2018 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sebesar Rp15 juta.