Terima Kunjungan PWNU dan PCNU se-Jabar, Gus Yahya Ungkap Tugas dan Tanggung Jawab Ulama
Kamis, 26 September 2024 | 16:30 WIB
Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan arahan ketika menerima kunjungan PWNU Jawa Barat dan PCNU se-Jabar di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (26/9/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menerima kunjungan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Jabar di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Rombongan itu dipimpin oleh Ketua PWNU Jabar KH Juhadi Muhammad dan Rais Syuriyah PWNU Jabar KH Abun Bunyamin.
Di hadapan para pengurus NU se-Jabar itu, Gus Yahya memberikan arahan dan mengungkapkan tugas dan tanggung jawab ulama yang terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebab ulama-ulama NU memiliki ruh untuk bertanggung jawab terhadap jam'iyah atau organisasi NU.
"Saya ingin kita semua ingat kembali tentang apa tujuan hakiki dari muassis (pendiri) mendirikan jam'iyah Nahdlatul Ulama. Jangan sampai karena perkembangan apapun yang terjadi, apapun yang terjadi pada perjalanan NU ini membuat kader-kader NU lupa pada tujuan hakiki itu dan lalu terseret menjadikan NU berjalan ke arah yang tidak sesuai dengan tujuan hakiki sebagai kader jam'iyah," kata Gus Yahya
Gus Yahya menegaskan bahwa NU secara khusus didirikan oleh para ulama untuk menguatkan khidmah atau pengabdian ulama sesuai dengan tugas dan kewajiban ulama. Baginya tugas dan kewajiban ulama sama dengan tugas dari para nabi-nabi, hanya saja kekuatannya yang berbeda.
"Tugasnya adalah melaksanakan tabligh dan riayah. Tabligh menyampaikan dengan cara-cara yang terhormat dan mengasuh (riayah) umat itu tugas ulama," jelasnya.
Lebih penting lagi, Gus Yahya mengatakan bahwa tugas ulama bukan hanya terkait soal teknis, tetapi soal wadzifah atau amalan yang mengandung roh jihad di jalan Allah untuk menegakkan kalimat-kalimat Allah.
"Ini yang nggak boleh kita lupa," katanya.
Sikap politik NU dinamis
Pada kesempatan itu, Gus Yahya juga mengatakan bahwa dalam perkembangan sejarah NU, sikap politik NU selalu menyesuaikan dengan kebutuhan zaman yang terjadi. Hal ini disesuaikan dengan peluang, tantangan, dan kesempatan yang ada.
"NU pernah menjadi partai politik karena tuntutan zaman, pada waktu itu bahwa pilihan yang terbaik adalah melibatkan diri dalam politik sebagai partai politik, itu dilakukan," katanya.
Pembedanya adalah roh dari amalan dari NU itu tidak berubah meski pernah menjadi partai politik, karena yang dilakukan adalah penyesuaian dengan tugas dan tanggung jawab keulamaan sehingga ketika tidak berpolitik, NU tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
"Karena roh ini tidak berubah ketika pada satu titik kemudian model partai politik tidak lagi mampu melayani tugas hakiki dari ulama itu, NU kembali ke khittah berhenti dari politik," katanya.
"Kalau lupa ya nggak akan ada gagasan untuk mencari atau mengoreksi arah perkembangan politik dari partai politik ke khittah itu tidak akan terjadi, kalau tidak ingat pada hakikat wadzifah ulama," tambahnya.