Nasional

Terinspirasi Hukum Najis, Dua Pelajar Ini Teliti Beda Urin Bayi Laki-laki dan Perempuan

Sabtu, 15 Oktober 2022 | 14:30 WIB

Terinspirasi Hukum Najis, Dua Pelajar Ini Teliti Beda Urin Bayi Laki-laki dan Perempuan

Fikri Aditya Rahman dan Siti Rohimah, siswa kelas XII IPA Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Tanah Laut Kalimantan Selatan. (Foto: Syakir/NU Online)

Jakarta, NU Online

Air kencing (urin) bayi laki-laki dan perempuan yang hanya mengonsumsi air susu ibu (ASI) memiliki perbedaan hukum najis. Dalam berbagai kitab fiqih, disebutkan bahwa urin bayi laki-laki tersebut dihukumi najis mukhaffafah (ringan), sedangkan urin bayi perempuan dihukumi termasuk najis mutawassithah (sedang).


Perbedaan hukum juga membuat berbeda cara menyucikannya. Mukhaffafah cukup dicipratkan air saja setelah dikeringkan najisnya atau dihilangkan bau, warna, dan rasanya. Sementara najis mutawassithah harus disiramkan sesudah bau, warna, dan rasanya dihilangkan.


Terinspirasi dari hukum tersebut, dua siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Tanah Laut Kalimantan Selatan meneliti perbedaan itu. Adalah Fikri Aditya Rahman dan Siti Rohimah, siswa kelas XII IPA yang melakukan penelitian itu.


Fikri menjelaskan, bahwa alasan dibedakan hukum dan cara menyucikannya itu memang karena kandungan urin keduanya berbeda, baik senyawa, warna, bau, hingga ureanya.


"Urea bayi laki-laki lebih rendah, sedangkan urea bayi perempuan lebih tinggi," katanya kepada NU Online pada Selasa (11/10/2022).


Penelitian ini mengambil 30 Sampel, 15 laki-laki 15 perempuan. Tentu, penelitian harus dikoordinasikan dengan rumah sakit, desa, dan pihak-pihak terkait karena sampel yang diambil menyangkut manusia. Penelitian ini juga dikerjakan bersama Politeknik Kesehatan Banjarmasin.


Sementara itu,  Rohimah menjelaskan bahwa kandungan lainnya tidak ada hubungannya dengan najis tersebut. Sebab, kandungan lainnnya tidak berasal dari protein yang dihasilkan dari asi, melainkan hasil pecahan otot.


"Semakin bayi bergerak semakin banyak asam uratnya. Urea hubungan protein jadi langsung asi," ujarnya.


Rohimah juga menyampaikan bahwa cara menetralkan zat harus disesuaikan dengan kandungannya. Karenanya, najis mukhaffafah dari urin bayi laki-laki cukup dipercikkan saja. Sementara najis mutawassithah yang memiliki kandungan urea lebih tinggi, harus dinetralkan dengan siraman air, tidak cukup dipercikkan.


Penelitian ini tidak sampai menjangkau alasan di balik perbedaan kandungan urea bayi laki-laki dan perempuan yang hanya mengonsumsi asi. Hal ini perlu penelitian lanjut karena batasan penelitian yang dilakukan hanya sampai melihat perbedaan kandungannya, tidak sampai melihat di balik perbedaannya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin