Nasional

TNI Menguat di Semua Lini, Made Supriatma: Banyak Urusan Sipil Kini Jadi Urusan Keamanan

Sabtu, 15 November 2025 | 17:00 WIB

TNI Menguat di Semua Lini, Made Supriatma: Banyak Urusan Sipil Kini Jadi Urusan Keamanan

Pemerhati militer dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Made Supriatma (pegang mic). (Foto: dok istimewa/Made Supriatma)

Jakarta, NU Online

Pemerhati militer dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Made Supriatma menilai bahwa peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah mengalami perubahan besar yang belum pernah terjadi sejak reformasi bergulir.


Jika dahulu militer dikenal dengan dwifungsi, kini menurutnya, TNI telah bergerak menjadi kekuatan multifungsi yang masuk ke hampir seluruh sektor kehidupan sipil.


“Banyak isu yang seharusnya dikelola oleh institusi sipil kini diubah menjadi isu keamanan. Mulai dari produksi pangan, pengadaan pupuk, hingga urusan kesehatan, semua diperlakukan sebagai masalah keamanan nasional,” kata Made dalam diskusi publik bertajuk Hubungan Sipil–Militer dalam Negara Demokrasi: Dinamika Reformasi TNI yang diadakan secara daring Jumat (14/11/2025).


Ekspansi Peran Hingga ke Akar Rumput

Made menjelaskan bahwa kecenderungan “sekuritisasi” ini membuat aparat teritorial, terutama Babinsa, memegang peran yang jauh lebih besar dari sebelumnya.


Mereka bukan hanya melakukan pembinaan masyarakat, tetapi juga ikut mengatur produksi padi, pembagian bibit, mekanisasi pertanian, hingga membeli gabah dari petani.


Menurutnya, langkah ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi bagian dari kebijakan besar sejak era Presiden Joko Widodo dan mencapai puncaknya di tangan Prabowo Subianto saat menjabat menjadi Presiden.


“Kita melihat perluasan organisasi militer yang sangat besar, termasuk rencana pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan di seluruh kabupaten dan kota,” ujarnya.


Salah satu perubahan yang menonjol adalah desain batalion masa depan yang tidak lagi semata berorientasi tempur. Made menyebut bahwa dalam struktur batalion baru, TNI memasukkan kompi pertanian, kompi peternakan, kompi perikanan, hingga kompi kesehatan.


Bagi Made, perubahan ini memperjelas bahwa militer kini diposisikan bukan hanya sebagai kekuatan pertahanan, tetapi sekaligus pelaksana kebijakan publik di lapangan.


“Batalion tidak lagi hanya punya kompi senapan. Mereka juga diberi tugas-tugas yang seharusnya dijalankan oleh kementerian sipil,” ujarnya.


Menurut Made ekspansi ini memiliki konsekuensi jangka panjang. Di satu sisi, militer akan semakin kuat di lapangan di sisi lain, otoritas sipil seperti bupati, dinas pertanian, atau lembaga daerah lainnya berpotensi kehilangan ruang kendali.


“Bayangkan jika sebuah kodim mengendalikan satu batalion teritorial pembangunan ditambah dua batalion komponen cadangan. Kekuatan itu secara praktis akan menempatkan otoritas sipil dalam posisi sulit,” tuturnya.


Meski pemerintah beralasan bahwa keterlibatan TNI bertujuan meningkatkan efisiensi, Made mempertanyakan hasilnya. Ia mencontohkan urusan pangan yang diklaim membaik, tetapi harga beras di pasar justru naik.


“Kalau produksi benar-benar meningkat dan distribusi dikendalikan ketat, mestinya harga turun. Tapi kenyataannya harga beras premium justru makin mahal,” katanya.


Made menegaskan bahwa transformasi besar ini tidak boleh dilihat semata sebagai penguatan TNI, tetapi juga sebagai sinyal penting bagi demokrasi Indonesia.


“Ketika banyak urusan sipil diambil alih atas nama keamanan, maka ruang demokrasi ikut menyempit. Ini yang harus diperhatikan publik,” pungkasnya.