Sekretaris LP Ma'arif NU Harianto Oghie menyampaikan sambutan dalam kegiatan Penguatan Pendidikan Literasi dan Numerasi bagi kepala sekolah dan guru untuk Region Sulaawesi Selatan, Ahad (5/3/2023). (Foto: LP Ma'rif NU)
Jakarta, NU Online
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) menggelar diklat literasi dan numerasi Program Organisasi Penggerak (POP) 2023, di Sulawesi Selatan, Ahad (5/2/2023).
Kegiatan yang diikuti oleh 200 kepala sekolah dan guru itu bertujuan untuk memberikan pemahaman bahwa makna literasi tidak hanya sekadar membaca teks, akan tetapi juga bagaimana cara mendorong kemampuan seorang anak didik untuk mampu memahami lingkungan.
"Peran guru semestinya tidak memaksa anak untuk menghafal, tapi bagaimana memahami makna dari teks pelajaran yang diberikan," kata Sekeretaris LP Ma'arif NU Harianto Oghie dalam sambutannya.
Melalui kegiatan ini, ia berharap tenaga pendidik mampu menciptakan ruang kelas yang lebih futuristik dengan mempertimbangkan esensi dan fungsi pokok pendidikan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia yang diperlukan untuk kehidupan masa depan.
"Ruang kelas harus menjadi model untuk menciptakan konteks lingkungan masa depan. Fasilitator daerah dan guru harus satu frekuensi untuk mencerdaskan anak bangsa," ucap Oghie.
Konteks lingkungan masa depan, jelas dia, harus menjadi prioritas bagi para pendidik, sebab di era teknologi digital semua serba cepat, mudah, dan instan. Internet sudah menjadi kebutuhan primer. Manusia lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer daripada beraktivitas di luar ruangan.
"Anak saat ini sudah mengenal digital maka seharusnya anak diarahkan berperilaku bijak dalam menggunakan media sosial," tandasnya.
Sementara, Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Selatan Hamzah Harun mengatakan pelatihan literasi dan numerasi ini mengarahkan kepada anak didik agar berpikir substantif dan tidak berpikir formalitas.
"Idealnya seorang anak harus berpikir bijak, mengambil hal-hal yang positif dari luar tanpa meninggalkan apa yang ada di dalam diri, mengambil posisi tengah dalam berpikir," terangnya.
Anak didik Sekolah Dasar (SD), lanjut Hamzah adalah ujung tombak masa depan. Oleh karena itu, seorang guru perlu memberikan perhatian kepada anak didik dan menghindari pola pikiran seperti mudah mengkafirkan, mudah terlalu terpesona terhadap capaian orang luar, tertutup pada dunia luar, dan terlalu terpesona pada milik diri sendiri.
"Hal ini dikarenakan tingkat SD sebagai peletak dasar pemikiran anak-anak dalam melihat dunia," imbuh Harun.
Selanjutnya, Direktur POP LP Ma’arif SD Suardi melaporkan jumlah peserta yang hadir berjumlah lebih dari 200 orang yang berasal dari Kepala Sekolah dan Guru pada lima Kabupaten berbeda di Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah kegiatan ini, kata Suardi, akan dilakukan pendampingan yang akan dilakukan oleh Fasilitator Daerah (Fasda) dan monitoring yang dilakukan oleh panitia pusat dengan bekerja sama dengan dinas pendidikan kabupaten di tiap-tiap sekolah sasaran.
"Fasda yang nantinya akan menjadi pendamping bagi kepala sekolah dan guru adalah mereka yang sudah dianggap lulus dan berhasil setelah mengikuti berbagai pelatihan baik literasi dan numerasi," jelas Suardi.
"Sehingga, guru nantinya akan mendapatkan sesuatu yang baru terkait literasi dan numerasi yang akan diimplementasikan ketika melakukan proses pembelajaran di dalam kelas," imbuhnya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan