Wakil Grand Syekh Al-Azhar: Umat Islam Jangan Tenggelam dalam Teks Parsial!
Senin, 6 Februari 2023 | 10:45 WIB
Wakil Grand Syekh Al-Azhar Syekh Muhammad Abdurrahman Al-Dluwaini saat memberikan sambutan pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban 1 di Surabaya, Senin (6/2/2023). Ia hadir mewakili Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad Al-Thayib. (Foto: NU Online/Amar)
Surabaya, NU Online
Wakil Grand Syekh Al-Azhar Syekh Muhammad Abdurrahman Al-Dluwaini menyampaikan bahwa umat Islam harus merealisasikan teori-teori. Selama ini, teori itu hanya menjadi wacana. Salah satu penegasan Al-Dluwaini yang hadir mewakili Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad Al-Thayib ialah umat tidak boleh tenggelam dalam teks parsial tanpa memahami konteks.
"Tidak dipungkiri masalah kita tenggelam teori tanpa menghasilkan rencana kerja yang mampu merealisasikan teori itu," katanya saat berbicara di hadapan ratusan ulama dari berbagai negara dalam forum Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur pada Senin (6/2/2023).
Tajuk ini membawanya kembali ke sebuah zaman di mana peradaban Islam dipenuhi kegiatan ilmu, bukan hanya agama, tetapi juga astronomi, filsafat, juga penerjemahan.
"Saat itu umat Islam dapat merealisasikan konsep yang digagas sebagai umat terbaik," kata guru besar fiqih perbandingan Universitas Al-Azhar itu.
Syekh Al-Dluwaini menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw memahami wacana dan realitas yang ada. Menurutnya, memahami wacana tidak akan bermanfaat jika tidak menghasilkan gagasan untuk memperbaiki realitas.
"Jangan sampai kita tenggelam dalam teks parsial tanpa memahami konteks umumnya. Ini riil dari fiqih peradaban yang kita usulkan," ujarnya.
Oleh karena itu, Syekh al-Dluwaini menegaskan bahwa agama Islam memadukan tiga dimensi, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Secara harmonis, hal tersebut menjadi pembelajaran terhadap ilmu yang diambil dari pengalaman dan kontemplasi.
"Perpaduan tiga ilmu itu menjadikan Islam sebagai umat penengah," kata ulama yang menamatkan seluruh studi pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar itu.
Karenanya, Universitas Al-Azhar tidak cukup hanya mengajarkan satu teori, melainkan mendialogkannya dengan antarmazhab, guru, murid, dan lainnya.
"Di Al-Azhar, tidak mencukupkan diri pada teori, melainkan kita upayakan dialog antar mazhab Islam, antarguru dan muridnya dan antarmanusia," ujarnya.
Syekh al-Dluwaini juga menegaskan bahwa kurikulum jangan sampai memecah belah Muslim dengan Muslim sendiri maupun dengan agama lainnya agar dapat mengokohkan perdamaian.
"Kurikulum menyampingkan ajakan untuk menceraikan kaum Muslimin dan mengukuhkan perdamaian," pungkasnya.
Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang diinisiasi NU menjadi bagian dari rangkaian puncak resepsi peringatan Satu Abad NU. Forum ini menghadirkan sedikitnya 15 pakar sebagai pembicara kunci, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Kelima belas pemaparan para mufti dan ahli hukum Islam tersebut mengulas berbagai persoalan kontemporer dari susut pandang Islam, mulai dari format negara-bangsa, relasi dengan non-muslim, hingga tata politik global. Salah satunya pembahasan tentang posisi Piagam PBB di mata syariat Islam.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad