Yenny Wahid: 12 Tahun Berpulang, Teladan Gus Dur Tak Pernah Hilang
Kamis, 30 Desember 2021 | 22:45 WIB
Jakarta, NU Online
Hari ini, tepat dua belas tahun yang lalu, KH Abdurrahman Wahid berpulang. Sosok yang akrab disapa Gus Dur ini wafat dalam usia 69 tahun di Jakarta.
Menurut salah satu putri Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh, meskipun ayahnya telah berpulang dua belas tahun yang lalu, nilai dan teladan Gus Dur tak pernah hilang. Hal ini sebagaimana ia tulis di akun Instagramnya @yennywahid pada Kamis (30/12/2021).
“Hari ini 12 tahun lalu, Gus Dur berpulang. Namun, nilai dan teladannya tak pernah pergi,” ungkap Yenny Wahid, sapaan akrabnya.
“Hingga kini, pemikiran dan pandangan beliau terus menemukan relevansinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambahnya.
Dikatakan Yenny, pada 2011 silam sejumlah sahabat dan murid Gus Dur menggelar sebuah simposium untuk mengkaji, memikirkan kembali, dan merumuskan 9 nilai utama Gus Dur.
“Kesembilan nilai itu adalah ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kesantrian, dan kearifan lokal,” tulisnya.
Menurut Yenny, Gus Dur merupakan sosok ayah, guru, dan teladan yang mengajari dan meneguhkan nilai-nilai yang hingga kini terus dia perjuangkan.
“Misalnya, soal kesetaraan gender. Tak hanya sebatas pemikiran dan pandangan, tapi laku beliau sejalan dengan kata-katanya,” beber alumnus Harvard Kennedy School Amerika Serikat ini.
Yenny mengatakan bahwa di dalam keluarganya, sosok Gus Dur tak segan menjalankan tugas mengganti popok, mencuci piring, dan mengerjakan tugas rumah tangga lainnya.
“Ia pun memberi ruang kepada Ibu untuk berkiprah dan mengaktualisasikan diri sebagai pengajar, wartawan, dan aktivis,” ungkapnya.
“Tanpa dibatasi oleh konstruksi sosial soal pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan, Ibu dan Gus Dur berbagi peran sebagai tulang punggung keluarga,” sambung Yenny.
Dalam postingan tersebut, ia juga menceritakan bahwa sosok Gus Dur pernah berkata kepadanya mengenai prioritas hidup sosok cucu salah satu pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari ini.
“Nak, hidup Bapak itu pertama untuk Islam, kedua untuk Indonesia, ketiga untuk NU, baru yang keempat untuk keluarga,” tutur Yenny.
Sebagai penutup postingan tersebut, Yenny juga mengatakan bahwa dirinya tidak lantas paham terhadap apa yang Gus Dur ucapkan tersebut.
“Saya memang tak lantas paham makna kata-kata Gus Dur ini. Namun, jejak pengabdian, konsistensi, dan persistensi Bapak menerangkan segalanya,” ujarnya.
“Ada banyak cerita yang jadi kenangan indah dan teladan darinya. Too numerous to mention. Untukmu, doa kami tak pernah putus. Al Fatihah,” pungkas Yenny.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Musthofa Asrori