Nasional

YLBHI Soroti Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Makin Otoriter dan Militeristik

Rabu, 29 Oktober 2025 | 10:00 WIB

YLBHI Soroti Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Makin Otoriter dan Militeristik

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur di Jakarta. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyatakan bahwa setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menunjukkan temuan yang mencerminkan penguatan lanskap otoritarianisme dan militeristik. 


"Semua lahan, semua kebijakan, semua tempat, semua struktur pemerintahan diisi oleh militer dan polisi. Ngurus Makan Bergizi saja pakai tentara, kira-kira begitu. Ngurus Koperasi (Merah-Putih) pakai tentara," katanya  saat sambutan Ulang Tahun YLBHI ke-55 di Jakarta, pada Selasa (28/10/2025).


"Tapi saya yakin, sejarah yang kita lalui, jejak yang kita dapatkan, pengetahuan yang kita bangun selama ini menjadi bekal kita bersama menghadapi itu semua," tambahnya.


Isnur menilai bahwa peringatan 55 tahun YLBHI menjadi momentum untuk memetakan kondisi Indonesia hingga membaca kondisi Indonesia, jalannya demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia (HAM).


"Membaca rekan-rekan perempuan, setiap Maret, mengadakan aksi di bulan Maret, membaca teman-teman kelompok yang rentan, yang termarjinalkan berjuang, memajukan haknya, mendorong hadirnya undang-undang disabilitas, mendorong undang-undang tentang buruh migran, mendorong hadirnya undang-undang tentang bantuan hukum, undang-undang banyak sekali yang kita majukan dan rapat di sini," jelasnya.


Dalam lima tahun memimpin YLBHI, Isnur menekankan pentingnya membaca sejarah 55 tahun YLBHI untuk memahami Indonesia dan bertanya bagaimana nasib demokrasi, negara hukum, dan perjuangan konstitusional jika para pejuang tersebut tidak hadir. 


Ia menyebut bahwa rekan-rekan YLBHI adalah oposisi sejati yang tak lekang oleh zaman, dari masa Presiden Soeharto, Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Joko Widodo, hingga pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.


"Maka merawat YLBHI, merawat gerakan masyarakat sipil, merawat gedung ini, adalah bagi saya merawat harapan, merawat kesetaraan, merawat tentang Indonesia ke depan. Karena sekarang semakin sempit ruang-ruang untuk kita bertemu," jelasnya.


Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kini ruang-ruang publik untuk bertemu organisasi kerakyatan semakin sempit. Ia mengenang bahwa sebelum 2010, tempat-tempat seperti Tugu Proklamasi dan taman-taman mudah digunakan sebagai ruang berkumpul dan mengekspresikan diri, sementara kini semakin sulit.


Ia menegaskan bahwa gedung YLBHI bukan hanya tempat konsolidasi, tetapi juga pernah menjadi tempat pasien RSCM yang tidak tertampung dan pengungsian teman-teman Rohingya selama berbulan-bulan, hingga kegiatan sehari-hari seperti memasak dan menjemur pakaian berlangsung di ruang kerja.


"Bagi saya kalau ini kita anggap sebagai simbol rumah perjuangan, rumah pergerakan, mari kita rawat bersama-sama. Mari kita kembalikan ruang ini sebagai ruang yang maksimal rekan-rekan menggunakannya berkumpul," terangnya.