Youth Fair 2019 Pamerkan Usaha Bir Pletok, Game, hingga Aplikasi
Selasa, 24 Desember 2019 | 13:00 WIB
Wirausahawan Kuliner Khas Betawi bersama Deputi II Kemenpora H Asrorun Niam Sholeh di Smesco Convention Center, Jakarta, Senin (23/12). (NU Online/Syakir NF)
Yan Aufar al-Kautsar, misalnya, yang berusaha kuliner khas Betawi. Ia melihat rekan-rekan sebayanya jarang yang peduli terhadap keberlangsungan makanan dan minuman khas ibukota itu.
"Anak muda jarang memerhatikan kuliner Betawi, kebanyakan ke seni sama usaha milenial," katanya saat ditemui NU Online di standnya di Smesco Convention Center, Pancoran, Jakarta, Senin (23/12).
Ia memproduksi dodol betawi, kembang goyang, hingga bir pletok di Kembangan, Jakarta Barat. Nama terakhir bukanlah bir pada umumnya yang dapat memabukkan. Jenis minuman ini justru menyehatkan karena dibuat dari beragam rempah-rempah seperti jahe, secang, kapulaga, dan sereh.
Yan Aufar menjelaskan bahwa bir pletok diciptakan sebagai langkah menjaga masyarakat Betawi agar terhindar dari bir yang memabukkan yang biasa diminum oleh koloni saat berpesta. Sementara nama pletoknya sendiri tercipta dari suara botol kayu yang mewadahinya.
"Dari dulu Betawi Islamnya kuat jadi mereka gak mau ikut dosanya (berpesta mabuk-mabukan). Mereka dengan caranya minum juga tidak memabukkan," jelasnya.
Ketika diminum, bir pletok akan terasa menghangatkan badan. "Jadi, emang orang nyangkanya bir pletok itu kayak minuman beralkohol lain. Sebenarnya kalau mereka ngerasain hangat," katanya.
Dengan adanya Youth Fair 2019 ini, ia mengaku terbantu untuk lebih bersemangat lagi menjalankan usahanya dan mengembangkan kuliner khas Betawi ini.
"Alhamdulillah Kemenpora sama IPNU ini bikin acara ini bisa semangat lagi karena ada support yang dibangun dari teman-teman," ujarnya.
Sementara itu, Dian Rahmatullah memamerkan karyanya berupa permainan kartu (card game) dan permainan papan (board game).
'Kata Emak', misalnya, merupakan permainan kartu yang mengajak anak-anak seperti diminta oleh ibunya untuk berbelanja di warung. "Siapa yang cepat dan tepat mengumpulkan barang belanjaan dia yang menang," katanya.
Permainan tersebut, jelasnya, merupakan hasil penelitiannya sendiri sebagai tugas akhirnya di bidang desain di Universitas Paramadina.
Di samping itu, permainan lainnya yang dinamai 'Cibaku' juga hasil penelitian. Berbeda dengan 'Kata Emak', 'Cibaku' merupakan tugas akhir istrinya saat menempuh studi di bidang psikologi di kampus yang sama.
'Cibaku', jelas Dian, adalah permainan yang mencegah anak-anak dari kekerasan seksual sejak dini. Sebab, permainan ini melatih respons yang tepat oleh anak-anak ketika dihadapkan dengan permasalahan pelecehan seksual.
"Cibaku mengajarkan anak Mencegah kekerasan seksual sejak dini. Anak-anak akan dihadapkan dengan kasus pelecehan seksual. Mereka memilih respons yang tepat untuk masalah tersebut," jelas Dian.
Di samping itu, ada pula yang memamerkan wirausahanya di bidang technopreneur seperti Ngumpul.id yang dirintis oleh Muhammad Andes dari Sumatera Barat.
Dengan aplikasinya tersebut, Andes berupaya untuk memudahkan kaum milenial agar tidak lagi perlu antre dalam beberapa kegiatannya sehingga memberikan efisiensi waktu bagi mereka.
Pengguna aplikasi tersebut akan dengan mudah memesan tempat dan waktu di tempat nongkrong, karaoke, hingga barbershop.
Aplikasi ini, lanjutnya, akan dikembangkan lagi. Ia menargetkan pada 2020 mendatang bisa diakses di seluruh wilayah di Sumatera dan 2021 dapat mencapai seluruh Indonesia.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi