Opini

Membaca Ulang Samuel P. Huntington dan Memahami Blueprint Politik Luar Negeri Kaum Neo-Konservatif Pemerintahan George Bush

Jumat, 13 Januari 2006 | 15:42 WIB

Oleh Hendrajit*

Masih ingat pakar politik tersohor Amerika Serikat (AS) Samuel P. Huntington? Dialah orangnya yang pada tahun 1996 sempat menerbitkan sebuah buku berjudul The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order. Di Indonesia, buku ini sempat membuat heboh kalangan Islam radikal gara-gara prediksi Huntington yang menyatakan bahwa Islam—baik sebagai kekuatan politik di negara-negara kawasan Timur Tengah (Timteng) dan Asia maupun sebagai persekutuan sesama negara-negara Islam—cepat atau lambat akan berpotensi besar menjadi ancaman baru bagi AS.

<>

Tapi kalangan Islam radikal Indonesia sepertinya tidak membaca buku Huntington lebih seksama. Bahwa ternyata prediksi terhadap kemungkinan solidaritas dan persekutuan antar negara-negara Islam di kawasan Timteng dan Asia justru bukan sisi terpenting dari buku Huntington.

Pesan tak tertulis dari Huntington sebenarnya cukup jelas; ada semacam kecemasan di alam bawah sadar para penentu kebijakan politik luar negeri dan militer AS atas kemungkinan kebangkitan ekonomi dan militer dari negara-negara “ras kuning” berorientasi Confusionisme seperti Republik Rakyat Cina (RRC), Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Korea Utara. Pada perkembangannya kemudian akan menjalin persekutuan alamiah dengan negara-negara Islam di kawasan Timteng dan Asia.

Inilah yang sebenarnya hendak diperingatkan oleh Huntington kepada kalangan penentu kebijakan di Washington lewat bukunya yang termasyhur itu. Hal ini terlihat dengan jelas melalui skenario yang digambarkan oleh Huntington mengenai apa yang akan terjadi pada tahun 2010.

Dalam bayangan Huntington, pada tahun 2010 akan terjadi suatu polarisasi baru di dalam konstelasi politik internasional yang menghadapkan antara AS dengan RRC.

Pemicunya, menurut Huntington, RRC secara tiba-tiba melakukan serbuan militer kepada Vietnam, salah satu negara di kawasan Asia Tenggara berhaluan komunis yang dulunya lebih pro-Uni Soviet dari pada RRC.

Menghadapi serbuan dan invasi militer RRC, Vietnam meminta bantuan AS. Nah, menurut Huntington, inilah awal mula terjadinya persekutuan negara-negara ras kuning yang notabene berorientasi Confucianisme dan negara-negara Islam untuk bahu-membahu menghadapi AS dan Vietnam. Tentunya AS tidak sendirian, karena kemudian dapat dukungan penuh dari negara-negara Eropa Barat dan Eropa Timur, termasuk Australia dan Rusia.

Sedangkan RRC, yang mendapat dukungan dari negara-negara ras kuning seperti Taiwan dan Korea serta beberapa negara-negara Asia Timur, menurut prediksi Huntington, anehnya justru mendapat dukungan juga dari negara-negara Islam yang dimotori Saudi Arabia, Pakistan dan Iran.

Lebih menarik lagi dari prediksi Huntinton, Jepang yang sejak Perang Dunia (PD) II praktis menjadi sekutu AS—baik dalam ekonomi maupun militer—ternyata dalam polarisasi antara AS versus RRC, lebih memilih bersikap netral karena dipicu ketakutan terhadap RRC. Alhasil, sikap netral Jepang justru lebih menguntungkan persekutuan Cina dan negara-negara Islam ketimbang AS.

Posisi Indonesia lalu di mana? Inilah sisi lain yang menarik dari buku Huntington. Ternyata Indonesia diprediksi bakal memiliki posisi yang cukup strategis dan memiliki “kartu As” yang cukup menguntungkan untuk bermain di antara kubu AS dan kubu RRC. Alasan Huntington, karena Indonesia adalah negara Islam terbesar di Asia Tenggara, tapi mayoritas Islam berhaluan moderat serta memiliki hubungan yang erat, baik dengan RRC atau Jepang.

Soal posisi strategis Indonesia mungkin bisa diuraikan dan dibedah pada tulisan dengan tema berbeda pada kesempatan lain.

Yang hendak dikembangkan lebih lanjut dari tulisan ini adalah seberapa berpengaruh prediksi Huntington sebagaimana tertuang dalam bukunya.

Ternyata prediksi Huntington tentang potensi RRC untuk menjadi ancaman baru bagi AS sangat berpengaruh dalam mewarnai para penentu kebijakan luar negeri pemerintahan George W. Bush sejak tahun 2000. Mari kita simak penilaian yang disampaikan oleh Tim Kepresidenan Bush sebagaimana terumuskan dalam The National Security Strategy of the United States of America, September 2002:

“We are attentive to the possible renewal of old patterns of great power competition. Several potential great powers are now in the midst of internal transition—most importantly Russia, India and China."

Meski dalam bukunya, Huntington memprediksi Rusia akan bersekutu dengan AS, namun hal ini tidak mengurangi fakta bahwa AS nampaknya mencemaskan RRC sebagai rival paling serius dalam perebutan pengaruh di dunia intern


Terkait