Mengenal Taliban: Ideologi Politik dan Watak Keberislamannya
Selasa, 7 September 2021 | 04:00 WIB
Bisakah Anda membayangkan organisasi dengan mazhab Islam seperti NU menjadi radikal dan jihadis? Nyatanya bisa, seperti terjadi dengan Taliban. Kaum salafi, termasuk salafi jihadi, umumnya mengikuti mazhab Hanbali yang cenderung tekstualis. Konsep tauhidnya mengikuti Ibn Taimiyah yang menolak takwil. Tashih haditsnya mengidolakan Nashiruddin al-Albani.
Namun, Taliban ini unik. Fiqihnya ikut Hanafi. Tauhidnya ikut al-Maturidi. Kita tahu, Hanafi mazhab rasionalis dalam Islam. Ia representasi ‘madrasah ahli ra’y’ atau rationalist school dalam fiqih. Al-Maturidi juga rasionalis. Pandangannya mirip al-Asy’ari yang menengahi wahyu dan rasio.
Akar mazhab Taliban berasal dari madrasah Darul Uloom Haqqania, Peshawar. Ini madrasah filial dari Darul Uloom Deobandi, sekolah Islam tertua dan paling berpengaruh di India. Darul Uloom Deobandi didirikan oleh Muhammad Qasim Nanautavi dan Rashid Ahmad Gangohi serta beberapa ulama lain pada 1866. Sekolah ini gratis. Siswa miskinnya diberi uang saku. Kurikulumnya mengajarkan fiqih mazhab Hanafi dan tauhid Maturidi. Para pemukanya moderat dan nasionalis. Mereka tergabung dalam Jamiat Ulema-i Hindi yang mendukung Kongres Nasional India. Mereka menolak ide dua negara (India-Pakistan) yang disuarakan oleh Liga Muslim. Alumni Deobandi ribuan, sebagian menjadi tokoh politik. Mahmud Hasan Deobandi, pejuang kemerdekaan India adalah alumni sini. Begitu juga Nik Aziz Nik Mat, tokoh legendaris pendiri PAS Malaysia. Pada 1966, Darul Uloom mengklaim mempunyai 9.000 cabang.
Ketika Pakistan merdeka dari India pada 1947, salah satu alumninya, Abdul Haq Akorwi, mendirikan filial Deobandi di Pakistan. Namanya Darul Uloom Haqqania. Lokasinya di Provinsi Perbatasan Barat Laut (NWFP), sekarang namanya Provinsi Khyber Pakhtunkhwat (KPK). Ibu kotanya Peshawar. Abdul Haq aktif di Jamiat Ulama-e-Islam, salah satu partai politik Islam di Pakistan. Santri-santri Abdul Haq melek politik. Mereka, antara lain, Mullah Omar, Jalaluddin Haqqani, Akhtar Mansoor, Sirajuddin Haqqani, dan Mohammad Yunus Khalis.
Dari mana radikalisme Taliban muncul? Dari situasi politik. Uni Soviet menduduki Afghanistan pada 1980. Serentak muncul perlawanan, dari dalam dan luar. Amerika berkepentingan membendung komunisme. Arab Saudi berkepentingan membendung pengaruh Syiah yang sukses dengan revolusinya pada 1979. Pakistan jadi benteng Amerika dan Saudi untuk memukul Uni Soviet. Arab Saudi mengucurkan banyak uang. Amerika mengirim CIA dan militer untuk melatih mujahidin. Pakistan memasok logistik. Di sana kumpul banyak faksi. Ada sembilan yang tergabung dalam aliansi mujahidin Aghanistan (Ittehad-e Islami Mujahideeni Afghanistan). Mereka berasal dari pelarian IM (Ikhwanul Muslimin) Mesir, aktivis IM yang ditampung Saudi, pegiat IM cabang Afghanistan, dan pejuang lokal dari berbagai suku. Organisasinya ada Jamiat-e Islami, Hezb-e-Islami, Ittehad-e Islami, Maktab al-Khidmât, Bait al-Anshâr, Harkat ul-Mujahideen. Tokoh-tokohnya seperti Burhanuddin Rabbani, Gulbuddin Hekmatyar, Abdullâh Azzâm, Osâma bin Lâden, Fazlur Rahmân Khalîl, Jalaluddîn Haqqanî, dan Mullah Omar.
Arab Saudi jor-joran menggelontorkan uang. Dia mendanai pendirian sekolah-sekolah Islam di tribal area di perbatasan Afghanistan (Federallay Administered Tribal Area/FATA). Tujuannya bukan hanya memperkuat mujahidin, tetapi juga menanamkan pengaruh Wahabisme. Arab Saudi mendatangkan Ibn Hanbal, Ibn Taimiyah, dan Muhammad bin Abdul Wahhab untuk membendung pengaruh Khomeini. Arab Saudi juga membantu Darul Uloom Haqqania. Pikiran politik Ibn Taimiyah masuk di tengah komunitas penganut Hanafi-Maturidi. Mereka jadi militan dan fundamentalis.
Ketika Uni Soviet kalah dan minggat, aliansi mujahidin pecah. Rabbani bentrok dengan Hekmatyar. Azzâm tidak klop dengan Osâma. Pejuang-pejuang lokal sunni bentrok dengan pejuang lokal Syiah dari suku Hazara. Situasi kacau balau. Kekuasaan dipegang para centeng lokal (warlord). Pemalakan marak, begitu juga pemerkosaan.
Pada 1994, Mullah Omar, alumnus Darul Uloom Haqqani, menggerakkan para santri madrasah untuk melawan mereka. Jadilah Taliban. Secara bahasa “Taliban” berarti murid atau santri. Kebanyakan dari etnis Pasthun. Mereka dididik dalam naungan pengaruh Ibn Taimiyah. Gerakan Taliban langsung populer. Hanya dalam hitungan bulan, anggotanya mencapai 30 ribu paramiliter. Pengaruhnya meluas. Pada September 1996, mereka merebut Kabul, menggulingkan Rabbani, dan mendirikan pemerintahan bernama Islamic Emirate of Afghanistan. Mereka menjalankan disiplin Islam ultrkonservatif ala Wahabisme. Rakyat takut. Wanita tidak berkutik. Mereka wajib mengenakan burqa. Laki-laki harus memanjangkan jenggot. Musik haram. Buku-buku bergambar dilarang. Hukum hudud diterapkan secara keras.
Ketika terjadi peristiwa 9/11, Amerika memburu Osama. Washington yakin al-Qaeda di balik serangan itu. Mereka juga yakin Osama dilindungi rezim Taliban. Banyak faksi domestik yang tidak suka dengan Taliban. Ahmed Shah Massoud, mantan panglima militer Rabbani, bersumpah untuk merongrong Taliban. Hekmatyar oposisi abadi. Wehdah Islamiyah, aliansi faksi Syiah, juga memusuhi Taliban. Rabbani dan Ahmed Shah Massoud memimpin Aliansi Utara untuk menggempur Taliban. Pada 2001, dibantu Amerika, Inggris, dan sekutunya, mereka berhasil menggulingkan Taliban.
Rabbani memimpin kembali Afghanistan sebagai presiden transisi. Melalui pemilu, presiden lalu silih berganti, dari Hamid Karzai ke Ashraf Ghani. Kehidupan berjalan normal. Ekonomi tumbuh. Rakyat bermain musik dan menikmati kebebasan.
Lalu di mana Taliban? Mereka masih eksis, tetapi minggir. Mereka menggalang kekuatan dan menguasai sekitar 40 persen wilayah Afghanistan. Mereka masih punya personel militer aktif sekitar 40 ribu.
Pada 2010, Obama menambah pasukan hingga 100 ribu personel untuk memerangi Taliban dan Al-Qaeda. Pada 2014, Pentagon mengumumkan mengakhiri operasi militer AS di Afghanistan. Secara perlahan, pasukan mereka ditarik mundur. Trump berjanji akan menarik setengahnya. Pada 2017, personel AS tinggal sekitar 8.400 pasukan.
Taliban enggan bertemu dengan pemerintah Afghanistan, yang mereka anggap boneka, tetapi mau bernegosiasi dengan Amerika. Mereka bertemu dengan pejabat Amerika di Abu Dhabi, UEA, pada Desember 2018. Taliban buka kantor politik di Doha, Qatar, dipimpin Abdul Ghani Baradar. Melalui serangkaian pertemuan, kesepakatan damai tercapai. Pakta perdamaian ditandatangani di Doha, Qatar, pada 29 Februari 2020. Isinya, antara lain, penarikan pasukan AS dan NATO, maksimal 1 Mei 2021, lalu dialog intra-Afghanistan, dan gencatan senjata. Taliban juga berjanji tidak akan mendukung Al-Qaeda dan menyerang Amerika. Ketika Biden menjabat Presiden AS pada 20 Januari 2021, pasukan AS di Afghanistan tinggal 2.500.
Taliban di atas angin. Mereka merebut Pul-e-Alam, ibu kota Logar. Ketika mereka menduduki Kabul, Presiden Ashraf Ghani memilih kabur ke Tajikistan. Taliban juga mengklaim berhasil merebut Lembah Panjshir, utara Kabul, sarang perlawan Aliansi Utara (NRFA) yang anti-Taliban. NRFA dipimpin Ahmad Massoud, putra Ahmed Shah Massoud, musuh bebuyutan Taliban.
Berkuasanya kembali Taliban adalah konsekuensi dari perjanjian Taliban dengan Amerika. Ironis, memang. Selama kurang lebih 20 tahun, Amerika menghabiskan duit US$2,26 triliun atau setara dengan Rp31.600 triliun, 10 kali lipat APBN Indonesia, dalam perang yang menewaskan ribuan orang, hanya untuk menyerahkan kembali panggung kekuasaan kepada Taliban. Jangan buru-buru menyimpulkan. Jika Taliban menggorok pemimpin ISIS atau Al-Qaeda, itu tidak berarti mereka berubah moderat. Mereka sedang menjalankan pakta yang ditandatangani dengan Amerika.
Taliban tetap Taliban. Ideologi politiknya jihadis. Ideolog politik mereka Ibn Taimiyah dan Sayed Quthb. Praktik keagamaan mereka ultrakonservatif Wahabi. Meskipun sebagian dari mereka berasal dari santri Darul Uloom Haqqani, Darul Uloom Deobandi menolak dihubungkan dengan mereka. Pada 2008, Darul Uloom Deobandi bersama 6.000 ulama dan mufti mengecam terorisme. Mereka menolak dikaitkan dengan kelompok-kelompok militan di Afghanistan, Pakistan, dan Kashmir. Mereka setuju sikap komunitas Muslim Mumbai yang menolak menguburkan mayat 9 orang pelaku teror Mumbai, November 2008. Mereka menegaskan Islam adalah agama toleran dan menghargai kemajemukan. Karena itu, mereka menganjurkan umat Islam tidak menyembelih sapi di hari Idul Adha, untuk menghormati keyakinan umat Hindu. Pada 2009, Darul Uloom menyebut India sebagai Darul Aman. Jihad fisik tidak dibenarkan di negara damai. Sikap-sikap mereka mirip sekali dengan ormas Islam moderat seperti NU.
Al-hasil, Taliban adalah produk kawin silang Sunni jumhur (mayoritas) yang bermazhab dan Sunni-Salafi puritan. Dari kawin silang itu, tampaknya gen salafi-militan yang unggul dan dominan.
M. Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU); penulis buku "Wasathiyah Islam: Anatomi, Narasi, dan Kontestasi Gerakan Islam"