Opini

Menggugat Dakwah Low Taste di Era Viral

Ahad, 28 Desember 2025 | 15:29 WIB

Menggugat Dakwah Low Taste di Era Viral

ILustrasi seorang dai berceramah (Foto: NU Online)

Tergugah malah bikin resah saat ustadz pendakwah tawarkan narasi sarat lelucon, low taste dan justru berindikasi pembodohan. Misal, enteng berorasi agar jamaah berdoa pada Allah supaya diberi anak pintar. Tapi, jangan semua! Berdoalah agar diberi anak bodoh di antaranya. 


Ini bahaya! Pertimbangan berdasar logika melenceng. Anggapan anak bodoh lebih care urus orang tua jauh dari logika lurus. Tak masuk akal, anak bodoh—katanya—lebih intens urus orangtua ketimbang anak yang 'manggung' pintar, sukses digdaya. 


Sebaliknya, ditekankan lagi, anak bodoh tak akan kemana-mana, stay di rumah utama, mengurus hari tua para sepuh, bapak-ibu, kakek nenek sampai buyut jika masih hidup. 


Singkatnya, doa wajib strategis, jangan minta semua anak pintar—sisakan anak bodoh. Dakwah extraordinary, out of the box luar biasa kacau! Jikalau umat menelan dakwah model begini, hasilnya antiproduktif dan destruktif. Care atau intens tak ada hubungannya dengan bodoh-pintar. Terpenting soal nurani, akal budi, adab-etika. Anak pintar jika dihitung definisi pintar paripurna mencakup banyak hal. Tahu balas budi, berbakti pada orang tua dan bisa menjaga mereka batin ataupun finansial. 


Sebaliknya, bodoh bermakna serba tidak baik. Ini bukan materi doa yang benar. Makin miris, narasi model begini dan sejenisnya berseliweran di momen-momen pengajian, ustadz viral yang full job, makin pede dan makin kaya.


Mohon maaf, mereka oportunis. Tak punya pendalaman atas logika berpikir dan ogah mengajarkan jamaah berpikir jernih dan punya visi ke depan. Mereka juga—maaf—low taste, dominan lelucon dan dominan merasa paling benar dan anggap media dakwah jadi ajang lelucon rendah yang pastinya bikin Muslimin makin terpuruk. Suka atau tidak, cepat atau lambat.


Mereka memposisikan diri sebagai performer. Percaya diri, sering diajak selfie, dipuja. Retorikanya seakan bernas, komunikasi gesit menarik penuh pesona. Biasanya banyak berkisah lelaku dirinya sendiri, serba istimewa, dramatis, spektakuler beda dengan kisah orang kebanyakan yang stagnan tidak menarik. Adalah 'bumbu' retorika bernuansa rendah hati, berhati bersih, kisah menyentuh hati. Maka, bintangnya makin bersinar, ialah 'artis spiritual' dalam definisinya sendiri. Gawatnya, umat punya pandangan sama, terlena kharisma semu yang makin menyesatkan.


Ini miris! Tujuan utama dakwah membawa insan pada kebenaran, kebahagiaan dunia akhirat. Membantu perbaiki akhlak perilaku sesuai ajaran Islam. Allah Swt. berfirman:


ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)


Ayat yang terang benderang. Dakwah bukan perkara main-main. Bolehlah segar, renyah ada joke terseling, tapi bukan itu intinya. Wajib membawa komunikan ke arah lebih baik. Berpikir baik, berselera baik, sadar, Islam adalah pencerah, pemintar memposisikan kaumnya garda terdepan peradaban. Jauh dari jumud dan ikhtiar untuk ijtihad dalam pemikiran, dinamis pintar dan tangguh hadapi tantangan zaman. 


Karena jelas, dakwah adalah fardhu ain, wajib atas suruhan sebagian ulama berdasar Surat Ali Imran ayat 104.


وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."


Diperkuat hadis HR Bukhari no. 3461: "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat."


Jadi begitulah kejadiannya. Kesalahan tertumpu pada beberapa pihak. Mereka yang mengundang, pihak panitia wajib teliti mengundang pendakwah model begini. Di pihak lain, wajib ada otokritik dari mereka yang diberi anugerah retorika bagus dan panggung memukau. Wajib ada introspeksi dan tahu betul posisi mereka sebagai insan istimewa yang diberi panggung dengan penuh penghormatan malah diberi upah menyenangkan.


Jika demikian, Alhamdulillah!


Isfandiari MD, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU