Perawakan sedang, penampilan sederhana, tampak raut wajah Hadromi Yaman. Itu sekilas sosok fisik KH A Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri (PPS) Kraton Pasuruan, Jawa Timur. Sebuah pesantren terbesar dan tertua di Jawa Timur yang berdiri pada 1745.
Muasis PPS adalah Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman Basyaiban asal Tarim Hadramaut Yaman yang menikahi Syarifah Khadijah, putri Sultan Hasanuddin Cirebon. Putra Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati. Mereka para datuk dari Kiai Nawawi yang nasabnya nyambung kepada Nabi Muhammad SAW.
Kiai Nawawi termasuk min ahlil bait Rasulillah SAW, yang lebih familiar dengan sebutan kiai daripada habib pada umumnya. Meski dalam dirinya mengalir darah Bani Hasyim yang dipilih sebagai keluarga nabi pamungkas akhir zaman.
Kiai Nawawi lahir pada 1943 dan wafat pada 2021. Tepatnya, menghembuskan nafas terakhir pada Minggu, 13 Juni 2021, jam 16:40 WIB di Rumah Sakit Daerah (RSUD) Bangil, Jl Raya Raci, Balungbendo, Masangan, Bangil Pasuruan.
Di usia 78 tahun, Kiai Nawawi, Mustasyar PBNU, dipanggil keharibaan Allah SWT dengan meninggalkan seorang istri, 4 putera dan 4 puteri. Juga, mewariskan potret PPS sebagai pesantren mandiri secara kurikulum dan finansial.
PPS merupakan pesantren salaf yang menggunakan sistem ma'hadiyah dan madrasiyahnya mu'adalah (disamakan) dengan jenjang pendidikan formal. Ijazah Aliyah Miftahul Ulum PPS bisa dijadikan syarat administrasi untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi.
PPS adalah motor penggerak ekonomi syariah di Indonesia, terutama di bidang keuangan dan minimarket. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) beromset Rp 66 triliun, dan Basmalah Mart sudah mencapai 125 outlet di Jawa Timur dan Kalimantan.
Semua tak lepas dari spirit para pengasuh PPS. Include di dalamnya Kiai Nawawi yang membangun kemandirian agama dari relasi modal dan kuasa. Pandangan, sikap dan tindakan Majlis Keluarga sangat independen dan otonomi dari hiruk pikuk peristiwa ekonomi dan politik di Tanah Air.
Kiai Nawawi adalah konglomerat bersarung yang memegang teguh pada ajaran syariat Islam. Seorang kiai sepuh nusantara yang alim dan zahid serta getol menangkal dlalalatul fikr wal 'amal (kesesatan pemikiran dan perbuatan) umat Islam.
Kiai Nawawi melalui karyanya Al-Ma'man Minadhdhalal Fil 'Aqoididdin Wal Millah, pemberian kata pengantarnya di berbagai buku terbitan Sidogiri, serta karya para alumni PPS seperti buku-buku KH Muhyiddin Abdusshomad, Ustadz Idrus Ramli dan lain sebagainya, posisinya sangat jelas dalam pergaulan Pemikiran Islam sebagai 'benteng Islam Ahlussunah Wal Jamaah'.
Selain ahli ilmu tauhid, Kiai Nawawi juga menguasai khazanah ilmu keislaman lainnya. Sebelum didapuk sebagai pengasuh sepeninggal KH Abdul Alim bin Abdul Jalil pada 2005, ia mengampu kitab Alfiyah Ibnu Aqil, Jam'ul Jawami' fi Ushulil fiqh, Iqna' dan lain sebagainya. Setelah menjadi pengasuh, lazimnya kiai pengasuh terdahulu juga mengajar kitab Ihya Ulumiddin dan Fathul Wahhab Bissyarhi Minhajit Thullab.
Dari kitab yang diampu di atas, spektrum keilmuan Kiai Nawawi sangat luas, bidang nahwu, fiqih, ushul fiqh, dan tasawuf. Kendati demikian, sosoknya masih sangat low profile, khas ulama salaf yang tawadhu. Kebesarannya justru terlihat dari jumlah santri yang tembus 10.090 per 11 Januari 2021. Di samping itu, pengaruhnya juga besar terhadap perjalanan sejarah kehidupan agama dan negara.
Kiai Nawawi sejak pemilihan langsung rakyat pada 2005 sampai sekarang, seringkali mengeluarkan maklumat bagi santri dan alumni PPS untuk memilih pasangan presiden, gubernur, bupati/walikota, sebagai tanggungjawab seorang ulama yang tak a-politis. Ini merupakan wujud 9 pedoman berpolitik warga NU.
Banyak yang salah tafsir terhadap maklumat Kiai Nawawi di atas. Kiai sampai terseret pada aksi dukung-mendukung calon tertentu. Padahal, yang dilakukan untuk menjalankan fardu kifayah dalam memilih pemimpin. Maklumat itu sejatinya dalam perspektif Imam Mawardi di kitab Ahkamus Sulthoniah, dalam rangka iqomatul imamah (bangun pemerintahan) di semua tingkatan.
Walhasil, Kiai Nawawi sesungguhnya sang juru selamat aqidah salaf yang meruntuhkan liberalisme, sistem ekonomi ribawi, sekularisme ulama di kalangan kaum santri. Bahwa ulama pesantren punya marwah sebagai ahli waris nabi yang otoritatif. Tegak berdiri dengan nilai-nilai syariah di hadapan siapa pun.
Negara sekalipun tak bisa mendekte kurikulum pesantren. Malahan materi kurikulum PPS menjadi role model dari program mu'adalah dari pesantren-pesantren lain yang mempertahankan sistem salafisme dalam bingkai pendidikan nasional.
Selamat, jalan sang juru selamat aqidah pesantren. Teiring dengan doa, semoga kaum santri dapat melanjutkan rekam jejak Kiai Nawawi bagi Islam dan Indonesia. Amien Ya Rabbal 'Alamin!
*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute Jember