Seorang pengarang mengatakan, kata Goenawan Mohamad, masa lalu adalah sebuah negeri asing. Senantiasa asing. Kita yang hidup hari ini, tulisnya dalam Catatan Pinggir Edisi 11, tak akan pernah kenal benar dunia luar dan dalamnya, jalan raya, dan jurang-jurangnya, penghuni dan perkakasnya. Semua sudah ada dalam sejarah. Ditulis oleh para sejarawan. Tapi, yang terpenting sejauh mana sebuah rekonstruksi bisa menghadirkan kembali masa lalu?
Sejarah masa lampau Indonesia, ditorehkan oleh banyak orang muda yang memiliki semangat dan tekad untuk memperjuangkan kemerdekaan dan masa depan yang lebih baik bagi bangsa. Orang muda ini mengisi Indonesia dengan cerita apik, heroik, dan luar biasa.
Sutomo (Bung Tomo) misalnya, orang muda yang menjadi pahlawan nasional Indonesia. Namanya masyhur karena perannya dalam Pertempuran Surabaya pada November 1945. Bung Tomo adalah contoh penting dari semangat perlawanan generasi muda terhadap penjajah.
Soekarno dan Mohammad Hatta, orang muda yang tak kalah penting. Mereka berdua adalah tokoh muda pada zamannya. Arsitek utama proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Keduanya memimpin perjuangan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berhasil memperoleh pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia.
Nama Raden Ajeng Kartini, pun tidak bisa dilupakan. Meskipun tidak secara langsung terlibat dalam perjuangan fisik melawan penjajah, Kartini adalah seorang pelopor dalam gerakan emansipasi perempuan di Indonesia. Melalui tulisannya, ia memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan bagi kaum muda.
Sejarah mereka telah lewat. Di era itu, generasi emas Indonesia berhasil menorehkan tinta emas. Indonesia merdeka. Jasa mereka abadi hingga hari ini. Dikenang, dan diucapkan dalam pelbagai peristiwa penting.
Namun pertanyaannya adalah bagaimana dengan generasi hari ini? Apa kabar orang muda hari ini? Kemarin adalah masa lalu. Sejarah. Esok adalah harapan dan mimpi. Hari ini adalah kenyataan— mau tak mau harus dihadapi.
Indonesia di Tengah Bonus Demografi
Saat ini Indonesia kebanjiran orang muda. Dalam beberapa hasil riset dan penelitian, menunjukkan bahwa Indonesia segera memasuki puncak bonus demografi. Istilah bonus demografi digunakan untuk menggambarkan situasi ketika jumlah penduduk usia produktif (biasanya di antara 15 hingga 64 tahun) suatu negara lebih besar daripada jumlah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).
Situasi ini terjadi ketika tingkat kelahiran menurun sementara kelompok usia produktif semakin banyak. Bonus demografi memberikan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi karena lebih banyak orang yang dapat berkontribusi pada kegiatan produktif dan pasar tenaga kerja daripada yang harus diurus dan dibiayai.
Indonesia saat ini berada dalam periode bonus demografi yang dapat berlangsung beberapa dekade. Pada tahun-tahun ini dan beberapa tahun ke depan, populasi usia produktifnya meningkat secara signifikan, yang berpotensi menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan baik. Potensi ini dapat diwujudkan melalui investasi dalam pendidikan, pelatihan kerja, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas dan Badan Pusat Statistik tentang Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045, penduduk Indonesia akan mencapai 318,96 juta jiwa pada 2045. Berdasarkan catatan, penduduk usia produktifnya (15-64 tahun) diperkirakan mencapai 207,99 juta jiwa. Di sisi lain, penduduk usia tidak produktifnya diperkirakan mencapai 110,97 juta jiwa— dengan persentase 44,99 juta dengan usia 65 tahun ke atas [tidak produktif] dan 65,98 juta usia 0-14 tahun [belum produktif].
Dari data tersebut menggambarkan bahwa dekade 2030 dan puncaknya 2045 mendatang Indonesia akan mengalami puncak demografi. Artinya, Indonesia akan menjadi salah satu negara yang besar, dari segi penduduk. Diprediksi Indonesia berada di posisi tujuh besar dunia pada 2030 dan empat besar dunia pada 2045. Pasalnya, orang mudanya diangka 207 juta lebih, dari 300 juta keseluruhan penduduk Indonesia. Bila tidak diantisipasi ini akan menjadi ancaman bagi kelangsungan bangsa dan negara kita.
Lebih lanjut pada tahun 2045, Indonesia akan memasuki usia ke-100 sebagai sebuah negara. Pada tahun tersebut, generasi Z (mereka yang lahir sekitar pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an) diharapkan akan menyumbang tenaga usia produktif yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan negara. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memproyeksikan bahwa selama puncak demografi antara tahun 2030 hingga 2040, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia akan mencapai sekitar 64 persen dari total jumlah penduduk.
Selama puncak demografi, jika dipersiapkan dengan baik, negara memiliki potensi untuk mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat karena lebih banyak angkatan kerja yang tersedia dibandingkan dengan populasi bergantung seperti anak-anak dan lansia. Namun di sisi lain, jika tidak disiapkan dengan baik, maka bonus demografi hanya akan menjadi bumerang bencana nasional.
Salah satu tantangan utama dalam menghadapi bonus demografi adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk jumlah tenaga kerja yang besar. Jika tidak ada pekerjaan yang cukup, bonus demografi bisa berubah menjadi "bom waktu" sosial dan ekonomi, menyebabkan pengangguran massal dan peningkatan ketidakstabilan.
Meskipun jumlah penduduk usia kerja besar berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja harus mampu menyerap tenaga kerja tersebut. Jika tidak ada cukup pekerjaan yang tersedia, maka pengangguran dapat meningkat, mengakibatkan potensi konflik sosial dan ketidakstabilan ekonomi. Untuk itu, negara perlu memastikan bahwa penduduk usia produktif memiliki keterampilan yang relevan dengan tuntutan pasar kerja yang terus berkembang.
Selanjutnya, kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk usia non-produktif (lansia) juga menimbulkan tantangan dalam menyediakan layanan kesehatan dan perawatan yang memadai. Negara harus mempersiapkan sistem perawatan kesehatan dan sosial yang mampu mengakomodasi kebutuhan lansia. Pasalnya, prediksi jumlah lansia di tahun lebih dari 40 juta orang. Bila tidak dikelola, akan bencana nasional.
Di samping itu, meningkatnya populasi anak-anak dapat menempatkan tekanan pada sistem pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus berinvestasi dalam pendidikan berkualitas tinggi dan layanan kesehatan yang memadai agar mampu mengatasi kebutuhan generasi muda.
Namun, di sisi lain, pada periode puncak demografi, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengarahkan potensi demografinya ke arah kemajuan yang berkelanjutan. Dengan syarat Indonesia harus mampu mewujudkan pendidikan berkualitas, lapangan pekerjaan yang layak, sistem kesehatan yang kuat, dan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta distribusi pendapatan yang adil. Upaya yang efektif dalam hal ini akan memastikan bahwa generasi Z, milenial, dan orang muda secara keseluruhan mampu memaksimalkan potensi mereka dalam mendukung pembangunan negara dan mencapai tujuan-tujuan berkelanjutan.
Islam dan Generasi Emas 2045
Peran orang muda dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 tidak dapat diabaikan. Orang muda pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan dan pencapaian visi besar negara. Anak muda memiliki peran kunci dalam membentuk arah kepemimpinan Indonesia di masa depan. Kepemimpinan yang baik perlu didasarkan pada integritas, etika, dan semangat berdikari.
Pada sisi lain, Islam memberikan perhatian penting bagi orang muda. Islam menekankan pentingnya merawat dan mengembangkan generasi yang kuat dan berkualitas. Terdapat berbagai ayat dan hadis yang mengingatkan umat Muslim tentang tanggung jawab mereka terhadap masa depan generasi yang akan datang.
Dalam Al-Qur’an Q.S An-Nisa [4] ayat 9, Allah berfirman, “Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).”
Ayat ini menjelaskan konsep dalam agama Islam, menekankan pentingnya mempersiapkan generasi mendatang agar kuat, baik secara fisik, mental, spiritual, dan intelektual. Syekh Ali Ibn Ahmad Al-Wahidi An-Naisaburi dalam kitab Tafsir Al-Wajiz, [Beirut; Nasyir Dar al Qalam, 1415 H], menjelaskan ayat ini berpesan agar seseorang yang memiliki anak kecil dan khawatir atas nasib mereka setelah kematiannya, harus memikirkan keberlanjutan kesejahteraan anak-anak tersebut.
Hal ini berarti ia harus memastikan bahwa ia meninggalkan harta waris yang cukup bagi mereka, dan juga mengucapkan perkataan yang benar, yaitu berbicara dengan kejujuran dan kebenaran. Lebih lanjut, ayat ini juga menekankan pentingnya keadilan dalam membagi harta warisan, khususnya dalam menghadapi anak-anak yang masih kecil atau lemah secara finansial. Hal ini bertujuan mengingatkan agar tidak menzalimi hak-hak anak yatim atau orang miskin dalam membagi harta warisan.
"[Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan, An-Nisa ayat 9], artinya Dan hendaklah orang-orang yang jika mereka meninggalkan (anak-anak) yang kecil merasa khawatir terhadap (nasib) mereka setelah (kematian) mereka, khawatir bahwa orang yang memberikan wasiat akan memerintahkan pemborosan dalam pemberian kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin serta kerabatnya yang tidak mendapatkan bagian waris. Maka dia telah diperintahkan oleh sesuatu yang sebelumnya tidak dilakukannya, seolah-olah dia yang telah meninggal. Dan ini terjadi sebelum wasiat diberlakukan pada sepertiga."
Lebih lanjut, Tafsir Ibnu Katsir pada ayat ini menegaskan terkait wasiat harta waris orang yang hendak meninggal. Al-Qur’an menyuruh si pewasiat hendaknya memikirkan ahli warisnya kelak tidak lemah secara finansial. Bila orang yang punya harta ingin menyedekahkan hartanya, harus juga memikirkan ahli warisnya.
Pasalnya, ayat ini berkaitan dengan seorang laki-laki yang sedang sakit dan menunggu ajalnya. Lelaki tersebut meninggalkan wasiat yang memberatkan terhadap ahli warisnya. Mendengar wasiat lelaki tersebut, Allah menurunkan ayat ini, agar orang yang mendengar wasiat lelaki tersebut segera bertakwa pada Allah dan yang hadir untuk membimbing si sakit dan meluruskan terhadap jalan yang benar, berupa meninggalkan wasiat yang tak memberatkan bagi ahli warisnya.
Berkata Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, ini menceritakan seorang lelaki yang datang menjenguk orang meninggal, maka lelaki itu mendengar seorang laki-laki (yang ia jenguk) berwasiat dengan suatu wasiat yang memberatkan bagi ahli warisnya. Maka Allah menyuruh kepada orang yang mendengar wasiat tersebut, hendaknya ia bertakwa kepada Allah, membimbing si sakit, memandang kepada ahli warisnya , sebagaimana diwajibkan baginya berbuat sesuatu , bila dikhawatirkan mereka terlunta-lunta."
Dengan demikian, Islam melalui ajarannya berperan aktif dalam mewujudkan generasi emas yang berkontribusi positif bagi masyarakat dan dunia secara keseluruhan. Lebih dari itu, Islam sebagai garda terdepan dalam memastikan bahwa generasi yang ke depan ialah generasi yang tangguh dan kuat, demi keberlangsungan bangsa dan negara.
Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.