Pendakar Pagar Nusa sedang memeragakan salah satu jurus dalam pencak silat pada pembukaan Kongres IV PSNU Pagar Nusa, Senin (5/12/2022) di Padepokan Silat TMII Jakarta Timur. (Foto: NU Online/Suwitno)
Pada waktu Pencak Silat dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia atau Intangible Cultural World Heritage oleh The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada 12 Desember 2019, satu sisi ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Di sisi lain ini juga menjadi awal dari perjuangan untuk meningkatkan, menjaga, merawat, dan menyebarkan seni Pencak Silat sebagai warisan dunia agar semakin dikenal di dunia.
Pencak Silat tak hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga meluas menjadi alat yang berkesinambungan dalam olahraga mendunia seperti Wushu dari Tiongkok, Taekwondo dari Korea Selatan dan Karate dari Jepang. Walaupun hingga saat ini Pencak Silat belum resmi dipertandingkan dalam ajang olahraga multi event secara resmi seperti Olimpiade.
Sebagai warisan budaya, Pencak Silat menjadi salah satu alat diplomasi lunak atau soft diplomacy bagi Indonesia. Strategi diplomasi lunak yang tak hanya diperankan oleh aktor negara, tapi juga aktor non-negara seperti dalam konsep New Diplomacy.
Baca Juga
Gus Maksum, Sang Pendekar Pagar Nusa
Pelibatan aktor non-negara dalam perluasan soft diplomacy suatu negara sekarang menjadi sangat penting. Kecenderungan penguatan diplomasi lunak di negara-negara dunia saat ini juga meningkat. Tengok saja beberapa contoh negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan India. Mereka meningkatkan diplomasi lunak sebagai salah satu strategi dalam kebijakan luar negeri.
Dalam pandangan Josep Nye (Nye 2004; Nye 2010). Amerika Serikat (AS) selain menerapkan kebijakan hard power, saat ini mendorong upaya peningkatan diplomasi soft power. Hegemoni AS di dunia diprediksi akan runtuh jika tidak mengimplementasikan soft power secara signifikan.
Tiongkok, sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru dunia dan dianggap pesaing dekat dari AS. Menggunakan upaya soft diplomacy untuk menguatkan pengakuan dunia terhadapnya. Soft diplomacy yang menjadi bagian dari diplomasi publik menjadi salah satu strategi keberhasilan negara ini. Salah satu hasil dari diplomasi lunak Tiongkok adalah Wushu yang mendunia.
Strategi diplomasi lunak Tiongkok yang disebut sebagai "charm offensive" dianggap lebih berhasil dalam melakukan pendekatan kepada negara-negara yang dituju. Pemerintah Tiongkok dianggap piawai dalam menjual “attractiveness” melalui budaya, sejarah, nilai-nilai etos kerja, disamping secara simultan mengembangkan sumber daya keluar secara ekspansif di bidang Pendidikan, teknologi dan lainnya.
Potensi Pencak Silat
Pencak silat merupakan seni bela diri tradisional yang berasal dari Kepulauan Nusantara. Selain Indonesia, Seni bela diri ini secara luas dikenal Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina Selatan, dan Thailand Selatan sesuai dengan penyebaran berbagai suku bangsa Nusantara.
Silat adalah kata kolektif untuk kelas seni bela diri asli dari geo-budaya Nusantara. Asal-usul kata silat kemungkinan terkait dengan istilah Minangkabau silek. Karena bahasa Melayu berasal dari Sumatra, kemungkinan istilah tersebut berasal dari Sumatra. Indonesia menggunakan istilah pencak silat. Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan berbagai aliran seni bela diri tradisional yang berkembang di Indonesia. Nama "pencak" digunakan di Pulau Jawa bagian tengah dan timur.
Sedangkan "silat" digunakan di Sumatra, Semenanjung Malaya dan Kalimantan. Dalam perkembangannya, kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur seni dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti ajaran bela diri dalam pertarungan.
Pencak Silat berkembang pesat selama abad ke-20 yang menjadi olahraga kompetisi di bawah penguasaan dan peraturan Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa, atau The International Pencak Silat Federation).
Pencak silat dipromosikan oleh Persilat di beberapa negara di lima benua, dengan tujuan membuat pencak silat menjadi olahraga Olimpiade. Persilat mempromosikan Pencak Silat sebagai kompetisi olahraga internasional.
Beberapa federasi pencak silat nasional Eropa bersama dengan Persilat telah mendirikan Federasi Pencak Silat Eropa. Pada 1986 Kejuaraan Dunia Pencak Silat pertama di luar Asia, mengambil tempat di Wina, Austria.
Pada Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games) ke-14 tahun 1987 di Jakarta, Pencak silat pertama kali diperkenalkan dan dipertandingkan. Hingga kini cabang olahraga pencak silat rutin dipertandingkan dalam SEA Games. Pada tahun 2002 Pencak Silat diperkenalkan sebagai bagian program pertunjukan di Asian Games di Busan, Korea Selatan untuk pertama kalinya. Kejuaraan Dunia terakhir ialah pada 2010 mengambil tempat di Jakarta, Indonesia pada Desember 2010. Pada Asian Games Jakarta 2018, Pencak silat menjadi salatu olahraga yang meraup banyak medali untuk Indonesia.
Selain dari upaya Persilat yang membuat pencak silat sebagai pertandingan olahraga, masih ada banyak aliran-aliran tua tradisional yang mengembangkan pencak silat dengan nama Silek dan Silat di berbagai belahan dunia. Diperkirakan ada ratusan aliran (gaya) dan ribuan perguruan
Dalam upaya mengenalkan silat ke dunia itu salah satunya adalah oleh Pagar Nusa, yang pada 5-7 Desember 2022 ini melaksanakan Kongres IV. Pagar Nusa yang merupakan organisasi badan otonom di bawah PBNU ini mempunyai 280 pengurus cabang dan wilayah dengan sekitar 3 juta anggota yang tersebar yang tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Saat ini mempunyai enam cabang istimewa seperti di Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, Mesir, dan Jepang.
Upaya NU melalui Pagar Nusa ini dalam melakukan penguatan dan penyebaran pencak silat ke luar negeri menjadi salah satu langkah dan gerak diplomasi lunak melalui diplomasi budaya yang dijalankan aktor non negara secara riil. Ikhtiar yang perlu kita apresiasi bersama dalam rangka semakin mengenalkan budaya nusantara ke dunia. Seperti dalam tema kongres kali ini yang Menjura ke Angkasa, Mengakar ke Bumi, Menjaga Peradaban.
Ahmad Syaifuddin Zuhri, Mahasiswa PhD Hubungan Internasional, Central China Normal University (CCNU); Rais Syuriyah PCINU Tiongkok