Oleh Zamzami Almakki
Peringatan Hari Santri kali ini berbeda dengan sebelumnya. Di tengah pandemi Covid-19, gelaran Hari Santri yang diinisiasi Kementerian Agama Republik Indonesia mengusung tema yang sesuai dengan kondisi saat ini yakni “Santri Sehat Indonesia Kuat”.
Seperti tradisi lalu, pada perayaan Hari Santri tahun 2020 ini juga ditampilkan logo resmi yang secara drastis berbeda dari logo yang sebelummya. Dalam dua tahun ke belakang terdapat dua logo yang pernah digunakan dalam perayaan Hari Santri, meskipun yang kedua hanya penambahan bingkai lingkaran dari pictorial marks dari yang pertama.
Penampilan logo Hari Santri 2020 menyiratkan dua hal, yakni terdapat pergeseran dan perubahan pada identitas visual Hari Santri. Pergeseran terkait dengan memanfaatkan jenis tanda merek (brandmarks), dan perubahan terkait elemen visual yang digunakan.
Berdasarkan jenis tanda merek (brandmarks), logo Hari Santri mengalami pergeseran jenis tanda merek dari pictorial marks ke emblems. Menurut Alina Wheeler dalam buku Designing Brand Identity (2018:54), jenis tanda merek (brandmarks) terbagi ke dalam lima jenis, yakni wordmarks, letterforms, pictorial marks, abstract/symbolic marks, dan emblems. Penjelasan paling sederhana dari lima jenis tanda merek tersebut adalah wordmarks merupakan jenis tanda merek yang satuannya adalah kata. Sedangkan letterforms adalah huruf, pictorial marks adalah gambar literal, sementara abstract/symbolic marks adalah gambar non-literal atau ambigu. Jenis tanda merek terakhir adalah emblems yang merupakan penggabungan antara nama produk atau perusahaan dengan gambar yang tak dapat terpisahkan.
Logo Hari Santri sebelum tahun 2020, semulanya pada tahun 2018 dapat dikategorikan pada pictorial marks karena menampilkan gambaran harfiyah dari kaum santri pria maupun wanita yang bersanding dan terdapat gambaran bendera merah putih di sampingnya. Kemudian di tahun 2019 terjadi penambahan bentuk dasar yang menjadikannya termasuk dalam kategori emblems. Logo Hari Santri 2020 menghilangkan penggambaran harfiyah tersebut dan menggantikannya dengan komposisi huruf arab pegon yang disusun melingkar dengan simbol plus tepat di tengahnya. Logo Hari Santri tahun ini masih masuk dalam kategori emblems, meskipun tanpa bentuk dasar, karena komposisi huruf kufi yang disusun melingkar menjadikannya seperti bingkai tanpa harus ditambahkan bentuk dasarnya lagi. Sebagaimana yang dikemukakan Jim Krause dalam bukunya The Logo Brainstorm Book (2012:246), terdapat tiga jenis batasan/bingkai dalam emblems, yakni; pembingkaian dari bentuk dasar, pembingkaian dari dekorasi dan pembingkaian dari huruf.
Logo Hari Santri 2020 pun mengalami perubahan terkait elemen yang digunakan, yang semula dominan gambar menjadi dominan tulisan. Sebenarnya bisa-bisa saja kalau tetap menggunakan gambar untuk menerjemahkan tema dari “Santri Sehat Indonesia Kuat” yakni penggambaran santri putra dan putri yang mengenakan masker, namun strategi tersebut tidak diambilnya. Pertimbangan internal tentu berperan dalam pengambilan keputusan, namun keputusan tersebut dapat dikatakan tepat dengan alasan membangun perbedaan agar dikenali.
Adam & Morioka (2004:16) mengatakan bahwa logo adalah simbolisasi khas dari suatu perusahaan, obyek, publikasi, person, jasa ataupun gagasan. Logo-logo yang menampilkan seseorang bermasker merebak di masa pandemi Covid-19 yang salah satu solusinya adalah menggunakan masker, seperti gerakan ‘Indonesia berMasker” yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Akan tetapi, apabila mau dipikirkan dan dipertimbangkan kembali, penggunaan penggambaran seseorang bermasker sebagai sebuah logo dapat berujung samar dengan penggambaran ilustrasi seseorang yang mengenakan masker yang sama-sama dapat diperankan untuk membangun identitas suatu merek. Selain itu, tema yang diusung oleh Hari Santri 2020 yakni “Santri Sehat Indonesia Kuat” mengalami peyempitan apabila diterjemahkan hanya pada penggunaan masker.
Kelebihan dari logo Hari Santri 2020 adalah terletak pada pengartikulasian tema yang lebih dekat dan akrab pada kaum santri serta pesantren. Dengan meniadakan penggambaran atau pictoral marks menjadi tulisan dari arab pegon yang bertuliskan “Santri Indonesia” dan dituliskan dalam khot kufi merupakan suatu siasat yang mencirikan santri dan pesantren yang salah satu kebiasaannya adalah menulis dalam arab pegon.
Kekurangan dari logo Hari Santri adalah pada kekhususannya sebagai akibat dari penggunaan arab pegon, namun itulah konsekuensi yang harus ditanggung. Selain itu, penggunaan simbol plus dalam lingkaran kecil tepat di pusat lingkaran sebagai tanda kesehatan dapat memicu pemaknaan yang lainnya, namun itu hal yang biasa karena kealamiahan suatu simbol adalah melahirkan beragam makna, hanya dengan relasi tandalah yang menjadikan pembacaannya lebih jelas dan terarah.
Harapan ke depannya, sebagai sebuah gelaran setiap tahun yang semarak, ditunggu oleh para santri dan dirayakan oleh beragam pesantren di Indonesia, identitasnya bukan hanya berupa logo. Logo memang pemeran utama tetapi bukan tunggal yang berperan sendirian. Terlebih untuk tema-tema yang besar, janganlah seluruhnya ditumpukan pada logo semata. Bersama dengan elemen identitas visual lainnya seperti imagery (citraan) baik berupa foto ataupun ilustrasi, supergraphic atau juga maskot, tema yang besar dapat terartikulasikan dengan lebih lagi.
Penulis adalah Dosen DKV Universitas Multimedia Nusantara.