Daerah

Sekolah di Al Hidayat Gerning Pesawaran Tatap Muka Sejak Tahun Ajaran Baru

Selasa, 27 Oktober 2020 | 15:00 WIB

Sekolah di Al Hidayat Gerning Pesawaran Tatap Muka Sejak Tahun Ajaran Baru

Suasana Pembelajaran Tatap Muka Diniyah Pesantren Al Hidayat Gerning. (Foto: Istimewa)

Pesawaran, NU Online
Sudah hampir delapan bulan Indonesia terpapar Covid-19. Sejak kasus pertama Covid-19 terdeteksi pada 2 Maret 2020 sampai dengan sekarang, berbagai sektor kehidupan terdampak seperti sektor kesehatan dan ekonomi. Tidak terkecuali sektor pendidikan yang mengakibatkan pemerintah mengambil keputusan untuk menggunakan sistem pembelajaran daring bagi lembaga pendidikan formal di berbagai daerah khususnya di zona merah.

 

Namun, tidak semua lembaga pendidikan menerapkan sistem pembelajaran daring. Banyak lembaga formal yang ada di bawah naungan pesantren tetap menggelar pembelajaran tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Seperti yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Hidayat Gerning, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

 

Dengan santri lebih dari 600 orang, Pesantren Gerning telah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka sejak tahun ajaran baru 2020/2021 pada bulan Juli dimulai. Yang menjadi penekanan dari kebijakan ini adalah para guru yang berasal dari luar pondok harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan seperti cuci tangan, memakai masker, dan tidak bersalaman dengan para santri.

 

"Kami mengambil kebijakan ini untuk pendidikan diniyah maupun pendidikan formal.  Guru dan orang-orang luar yang kita perketat. Kalau santri karena masih berada di dalam pesantren dan tak boleh keluar, maka alhamdulillah sampai sekarang tetap sehat," kata Pengasuh Pesantren Al Hidayat KH Makshum Abror kepada NU Online, Selasa (27/10).

 

Gus Makshum, sapaan Karibnya, menjelaskan bahwa guru dari luar pesantren yang tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) tidak diperbolehkan masuk. Menurutnya ini sangat penting karena potensi membawa virus lebih besar dari pada santri yang berada di dalam pondok.

Foto: Kegiatan Upacara Bendera setiap Senin

 

Terkait dengan waktu pembelajaran tatap muka di lembaga formal yang dimiliki pesantren tersebut, Gus Maksum menjelaskan bahwa para santri belajar mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Kemudian para santri melanjutkan pembelajaran tatap muka di kelas diniyah mulai pukul 13.30 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB.

 

"Sambangan (kunjungan orang tua) kita batasi. Dulu diperbolehkan satu bulan sekali, sekarang dua bulan sekali. Itu pun dibagi per kelas dan per jam dan yang diizinkan bertemu adalah orang tua santri dengan tetap menerapkan protokol kesehatan," paparnya.

 

Semua kebijakan belajar tatap muka ini lanjut Gus Makshum tidak dilakukan sepihak namun melalui koordinasi dengan pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, Kementerian Agama, dan Kepolisian.

 

Sementara untuk lebih memastikan dan menjaga kesehatan para santri, pihak pesantren pun untuk sementara tidak melakukan aktivitas shalat berjamaah bersama dengan penduduk sekitar di masjid. Pesantren menyediakan ruangan khusus untuk kegiatan shalat berjamaah kecuali shalat jumat tetap dilakukan di masjid. Itu pun para santri di tempatkan di lantai 2 terpisah dengan jamaah dari warga sekitar.

 

"Kita juga membuat satuan tugas (Satgas) khusus Covid-19 yang berjaga 24 jam secara bergantian yang berjaga di setiap pintu akses masuk ke pesantren," jelas alumni Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah ini.

 

Pembelajaran Tatap Muka Lebih Berkah dan Bermanfaat
Pembelajaran daring yang digunakan saat ini menurut Gus Makshum tidak banyak membawa manfaat nyata. Ia malah prihatin melihat anak-anak usia SD sampai SMA yang banyak terlihat keluyuran di waktu belajar karena sekolah ditutup. Alangkah baiknya menurutnya sekolah di daerahnya melakukan pembelajaran tatap muka karena siswanya berasal bukan dari orang luar.

 

"Bukannya belajar, mereka malah sering kumpul-kumpul. Terkadang di pasar dan berinteraksi dengan orang dari berbagai penjuru daerah," ungkapnya.

 

Ia menilai bahwa sistem pembelajaran daring di satu sisi banyak menguras keuangan orang tua dan di sisi lain tidak bisa melakukan pengajaran dan pendidikan kepada siswa secara maksimal. Hanya pengajaran sisi kognitif saja yang bisa di lakukan sementara sisi afektif seperti sikap, karakter, dan kedisiplinan tidak bisa diajarkan.

 

"Efeknya bisa dilihat. Gurunya jadi tidak semangat, muridnya cepat bosan dan kurang disiplin. Orang tua murid juga terkuras anggaran keuangannya. Pembelajaran tatap muka saja terkadang tidak maksimal dalam mendidik, apalagi daring," bebernya.

 

Selain itu, ada unsur penting lainnya yang bisa didapat dari pembelajaran tatap muka yakni keberkahan. Dengan pembelajaran tatap muka, para murid bisa berkhidmah dengan guru dan itu menjadi nilai positif yang tidak bisa didapatkan dengan pembelajaran daring. 

 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan